![]()
Jakarta, kmhdi.org – To the point saja, tulisan ini adalah ekspresi dari kekecewaan saya sebagai salah satu trainer di KMHDI. Apa yang membuat saya kesal? Beberapa hari yang lalu saya menemukan seorang “oknum” Trainer KMHDI yang menurut saya LAYAK UNTUK DIEVALUASI. Saya tidak akan menyebut siapa, tapi semoga ini yang terakhir kali saya menemukan yang seperti ini. Tulisan ini juga jadi pengingat untuk kita semua termasuk saya, agar bisa menyeimbangkan antara HAK dan KEWAJIBAN sebagai seorang Trainer di KMHDI.
Inti permasalahannya adalah saya menemukan seorang trainer yang “HAMPIR” tidak mau memberikan susulan materi dan meluluskan seorang peserta pengakderan di KMHDI tanpa mendapatkan materi. Alasan tidak mau memberikan susulannya yang menurut saya sangat KONYOL, “KARENA YANG SUSULAN CUMA SATU ORANG.” Untung saja setelah dinasehati, akhirnya yang bersangkutan berkenan untuk memberikan susulan.
Poin yang mau saya angkat di tulisan kali ini adalah:
Silakan, Itu memang hak kita sebagai trainer. Tapi ingat juga KEWAJIBAN-nya.
Seorang trainer berkewajiban memberikan materi kepada peserta pengkaderan. Tidak berhenti pada memberi saja. Trainer juga harus mengusahakan agar pesertanya paham, bahkan jika harus lewat diskusi lanjutan, susulan, atau evaluasi. Jangan cuma datang, baca slide, terus pulang. Jangan cuma ngejar absensi, lalu kabur. Apalagi sampai “luluskan peserta” padahal gak pernah nerima materi, itu gila! Kalau beginilah pola pikir seorang trainer, mau dibawa kemana pengkaderan KMHDI? Jangan-jangan nanti kita bisa jualan “SERTIFIKAT KADERISASI” di marketplace karena semuanya bisa dinego.
Ini bukan lebay, ini serius. Karena dari mentalitas-mentalitas kecil seperti ini lahirlah bibit korupsi dan kebobrokan di masa depan. Yang hari ini sepelekan tanggung jawab sebagai trainer, besok bisa sepelekan amanah saat menjabat. Yang hari ini meluluskan peserta tanpa proses, besok bisa tanda tangan dokumen tanpa baca isinya. Ini bukan cuma soal kader, ini soal masa depan KMHDI. Saya pun manusia biasa, bisa khilaf, bisa lelah. Tapi setidaknya saya masih mengingat bahwa kaderisasi itu bukan panggung, tapi pengabdian.
Maka saya ingin menyarankan satu hal kepada PP KMHDI maupun Konferendiknas selanjutnya: TOLONG JANGAN CUMA AJARKAN TEKNIK PRESENTASI. Ajarkan juga MENTALITAS, INTEGRITAS, DAN TANGGUNG JAWAB MORAL SEORANG TRAINER. Ajarkan bahwa jadi trainer itu bukan soal “pintar bicara”, tapi tentang “mau bertanggung jawab.”
Kalau tidak siap ngurusin satu peserta susulan, maka tidak pantas megang mic dan berdiri sebagai trainer. Saya tidak menulis ini untuk menyindir. Saya menulis ini karena saya cinta KMHDI. Saya menulis ini karena saya takut, kaderisasi yang kita banggakan selama ini hanya tinggal cerita.
DAN KALAU SUATU SAAT SAYA JADI SEPERTI ITU,
TOLONG SAYA JUGA DIINGATKAN.
Semoga tulisan ini menyadarkan kita semua. Kalau kamu merasa tersindir, mungkin kamu memang perlu introspeksi. Kalau kamu merasa ini kasar, maka coba renungkan, lebih kasar mana: tulisan ini, atau tindakan membiarkan kader lulus tanpa proses?
Penulis : Salah Seorang Kader KMHDI
