SEKRETARIAT PIMPINAN PUSAT KMHDI

Sekretariat Operasional (Surat Menyurat):
Jalan Kakatua Blok AA No. 14 Perumahan Cipinang Indah II, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13430
* Fax. : 021 – 86600779
Sekretariat Domisili :
Jalan Anggrek Nelly Murni Blok A No. 03, RT/RW 02/03 ,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah – Jakarta Barat 11480

Loading

Jakarta, kmhdi.org – Indonesia sedang menghadapi begitu banyak masalah harga beras naik, polusi makin parah, korupsi nyaris jadi tontonan mingguan, dan pengangguran menumpuk. Tapi entah kenapa, pemerintah dan aparat malah sibuk ribut soal selembar kain bergambar tengkorak lucu dengan topi jerami alias Jolly Roger Mugiwara, bendera bajak laut dalam serial One Piece.

Katanya ini pelecehan terhadap Bendera Merah Putih. Katanya ini masalah besar. Katanya ini ancaman. Serius? Di tengah krisis yang menjerat rakyat, negara memilih “perang” melawan bendera anime? Kalau ini bukan tanda “kurang kerjaan”, saya tidak tahu lagi apa.

Hukum Diseret Demi Ego Nasionalisme

UU Nomor 24 Tahun 2009 sudah jelas: Bendera Negara itu merah di atas, putih di bawah, polos, dan proporsional. Bendera bajak laut Mugiwara jelas bukan itu, warnanya beda, ada gambar tengkorak, bahkan konsepnya fiksi.
Secara hukum, ia tidak memenuhi definisi bendera negara. Jadi menuduhnya melecehkan Merah Putih sama saja memaksa hukum tunduk pada rasa tersinggung pribadi. Kalau semua kain merah-putih bergambar dianggap pelecehan, kita sebentar lagi akan menuduh spanduk diskon 50% di pasar sebagai penghinaan negara.

Aspirasi Luffy: Lebih Nasionalis dari Banyak Politisi

Lucunya, di dalam One Piece, Jolly Roger Mugiwara adalah simbol persaudaraan, kebebasan, dan perlawanan terhadap tirani. Nilai-nilai ini justru sangat mirip dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia: bebas dari penindasan, berani melawan ketidakadilan, dan setia pada kru alias rakyat.
Faktanya, Luffy dan kru Mugiwara mungkin lebih konsisten memperjuangkan prinsip ini ketimbang sebagian politisi kita yang mengibarkan Merah Putih di panggung kampanye, tapi menodai maknanya lewat kebijakan yang merugikan rakyat.

Nasionalisme yang Salah Target

Menghabiskan energi negara untuk memburu bendera anime adalah bentuk nasionalisme yang salah arah. Ini seperti menegur anak kecil yang menggambar bendera dengan krayon biru, sementara di luar sana pencuri uang rakyat bebas keluyuran.
Pemerintah dan aparat terlihat gagah saat mengurus hal remeh karena itu mudah, cepat, dan populer di media. Tapi untuk masalah serius seperti mafia pangan, kerusakan hutan, atau skandal korupsi mendadak gagahnya hilang.

Negara “Kurang Kerjaan”

Kalau reaksi terhadap bendera bajak laut Mugiwara bisa secepat ini, kenapa tindakan terhadap kejahatan besar sering butuh waktu bertahun-tahun?
Jawabannya sederhana: masalah besar butuh keberanian, integritas, dan kerja keras, tiga hal yang sering absen di ruang kekuasaan. Jadi mereka pilih masalah gampang yang bisa dibungkus dengan jargon nasionalisme.
Inilah politik simbol: ramai di luar, kosong di dalam.

Penutup: Jangan Jadi Negara yang Kalah oleh Fiksi

Bangsa ini tidak akan runtuh karena Jolly Roger Mugiwara. Tapi bangsa ini bisa runtuh karena pejabat dan aparat yang lebih sibuk mengatur simbol fiksi ketimbang memperbaiki kenyataan.
Kalau pemerintah mau dianggap benar-benar cinta Merah Putih, buktikan dengan melindungi rakyat, menegakkan keadilan, dan memberantas korupsi bukan dengan drama nasionalisme murahan yang kalah seru dari arc One Piece terbaru.

Penulis : I Kadek Ria Febri Yana (Litbang PP KMHDI)

Share:

administrator