Jakarta, kmhdi.org – Di KMHDI, kita diajarkan tentang dharma, tentang bakti, dan tentang semangat berjuang untuk umat. Tapi ironisnya, ada juga yang menjadikan organisasi ini bukan sebagai ladang pengabdian, melainkan panggung ambisi pribadi.
Ada yang begitu haus akan jabatan, sampai rela menghalalkan segala cara. Lobi sana-sini, janji manis ke mana-mana, bahkan menjatuhkan kawan seperjuangan—semua demi satu hal: posisi. Mereka lupa, jabatan itu bukan tempat duduk empuk, tapi tempat paling berat untuk menjaga integritas dan kepercayaan.
Apakah KMHDI ini jadi jalan suci untuk membela umat, atau malah jadi batu loncatan demi eksistensi pribadi? Mengatasnamakan perjuangan, padahal yang diperjuangkan hanya ego. Bicaranya tentang dharma, tapi kelakuannya lebih mirip politikus murahan.
Yang paling menyedihkan, mereka bicara tentang regenerasi, tapi tak pernah benar-benar memberi ruang. Bicara kaderisasi, tapi takut tersaingi. Padahal sejatinya, pemimpin bukan yang mempertahankan tahta, tapi yang mampu menciptakan lebih banyak pemimpin baru.
Kami tidak butuh orang yang mengejar jabatan dengan rakus. Kami butuh kader yang mau turun, bekerja, dan bersuara demi kebenaran—meski tanpa gelar, tanpa tepuk tangan, tanpa panggung.
Karena di KMHDI, jabatan bukan tujuan. Ia hanyalah alat untuk memperjuangkan dharma. Dan ketika alat itu justru dipuja-puja, kita tak sedang bergerak maju—kita sedang mundur diam-diam.
