Bandung, kmhdi.org – Beberapa waktu ke belakang saya iseng rewatch Naruto Shippuden sampai dengan episode perang dunia shinobi keempat. Saya mencoba memahami derita, rasa sakit, pengorbanan dan ketidak sepahaman keluarga Uchiha terhadap dunia. Dan saya mulai belajar, Naruto tidak akan pernah menjadi Hokage tanpa ada keluarga Uchiha, revolusi tidak akan benar-benar pernah terjadi tanpa adanya konflik, yang dimulai dengan diam, senyap, dibalik reruntuhan Konoha yang disembunyikan sejarah.
Uchiha: Keluarga Pemimpi
Dulu saat kecil, saya melihat keluarga Uchiha sebagai antagonis yang tidak patut diteladani. Tapi beranjak saya dewasa, Uchiha tidak bicara tentang dendam, mereka bicara tentang tahap tertinggi dalam mencinta dan rasa nasionalis yang tinggi terhadap tanah kelahiran mereka.
Ketidakmampuan Dunia Menjawab Relevansi dan Tragedi Seorang Pemimpi
Mari kita mulai dengan Madara Uchiha, ia bukan sekedar antagonis. Ia adalah cermin keputusasaan manusia yang percaya penuh pada dunia. Lewat perjalanan hidupnya kita belajar bahwa bagaimana idealisme diruntuhkan oleh sebuah sistem yang “realistis”.
Madara tidak berperang demi kekuasaan, tapi demi kebahagiaan semua orang, sebuah kedamaian. Ia memilih untuk mematikan nafas spiritualitas atau keimanan. Menghentikan absurditas dengan menolak memiliki harapan lebih banyak lagi pada lingkaran keputusasaan.
Madara adalah seorang pemimpi besar, tidak mudah berdamai dengan orang yang membunuh adiknya sendiri demi kedamaian orang banyak. Namun berjalannya waktu dunia yang ia percayakan tidak berjalan sesuai harapan.
Impiannya dikubur realita, dan madara mulai berhenti percaya. Ia menyaksikan Hashirama tunduk pada desakan politik, dan realita dikubur demi stabilitas.
Kegagalan sistemik, meyakinkan Madara bahwa harapan hanya candu yang memperpanjang penderitaan.
Membunuh Kesadaran Pada Sebuah Cita-cita, Tragedi Seorang Pencinta
Tidak berhenti pada Madara, kali ini cinta dan kasih harus menjadi pembunuh kesadaran bagi cucu dari Madara, yaitu Obito Uchiha.
Kita diperkenalkan dengan sosok riang, penuh semangat dan harapan membangun desa. Sahabat karib dari sang ninja cerdik Kakashi Hatake dan murid dari Yondaime Hokage.
Pasca terpukul kematian Rin, orang yang ia cintai. Obito merasa kehilangan tujuan, penyemangatnya hilang, dunia tidak lagi merangkulnya. Terlebih saat ia harus menerima bahwa yang membunuh adalah kawan yang ia anggap saudaranya sendiri, Kakashi.
Desa yang ia perjuangkan tidak perduli dengan luka batin yang ia rasakan. Lagi-lagi politik mengharuskan realita harus dikubur demi kestabilan. Ia memilih untuk melawan kenyataan dengan mimpi abadi, bersama sang kakek.
Karena ia merasa dunia tidak lagi berpihak padanya, dunia hanya fokus pada kekuatan dan kekuasaan.
Memilih Menjadi Monster Demi Mengakhiri Luka Sejarah, Tragedi Seorang Penyayang
Sebenarnya banyak keluarga Uchiha yang dituliskan Masashi Kishimoto sebagai core dari jalan cerita Naruto sebagai antagonis yang dibentuk karena keadaan, bukan karena hasrat dan keinginan. Tapi sebagai bahan refleksi terakhir, saya memilih Itachi Uchiha sebagai referensi saya.
Seorang kakak penyayang, mengesampingkan semua pandangan demi kedamaian antara klan dengan desanya, dengan darahnya sendiri. Bahkan di kematiannya sekalipun, ia masih menjadi penutup luka yang tak mampu dunia sembuhkan.
Ia adalah korban dari sejarah yang membusuk, satu-satunya orang yang sadar bahwa sistem yang berlaku tak dapat dibenarkan. Ia menyelamatkan semua orang, dengan membuat dunia membencinya, bahkan adik kandungnya sendiri.
Ia hidup untuk perdamaian yang tak pernah menyebutkan namanya. Dan ia mati untuk dunia yang bahkan tak ingin mengenangnya sebagai penyelamat.
Itachi adalah sosok pahlawan sejati yang bukan mati untuk dunia. Tapi, tetap menjaga dunia memiliki nuraninya.
Ia tidak butuh pengakuan, bahkan memilih untuk tetap menyelamatkan dunia setelah dunia mengutuknya.
Kesimpulan
Uchiha mungkin digambarkan sebagai antagonis, tapi mereka adalah keluarga progresif revolusioner yang melawan sistem.
Jika ada yang bilang Uchiha tak mampu berdamai dengan masa lalu, sesungguhnya mereka tidak pernah melakukan pendekatan pada luka yang mereka rasakan. Gejolak batin pada masa-masa pertumbuhan mereka, sistem terus menuntut dan mengutuk mereka.
Mungkin saya juga akan punya cita-cita jadi hokage, dan apabila KMHDI akan mengambil posisi seperti Konoha, rasanya tidak berlebihan kalau saya harus menjadi Uchiha. Entah Itachi, Obito, atau Madara.
Penulis : Lingga Dharmananda Siana (Pengurus PP KMHDI)