![]()
Mataram, kmhdi.org – Koalisi Organisasi Kepemudaan (OKP) yang tergabung dalam Cipayung Plus Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar konferensi pers di depan Mapolda NTB pada Rabu (11/6). Aksi ini merupakan bentuk protes atas penahanan enam aktivis Cipayung Plus Bima yang sebelumnya menggelar unjuk rasa damai di Bandara Sultan Muhammad Salahuddin, Kabupaten Bima, pada 28 Mei 2025.
Tujuh organisasi pemuda yang tergabung dalam Cipayung Plus NTB yaitu PKC PMII Bali Nusra, BADKO HMI Bali Nusra, DPD GMNI NTB, PW KAMMI NTB, PD KMHDI NTB, EW LMND NTB, dan DPD IMM NTB menyuarakan sejumlah tuntutan kepada aparat kepolisian. Mereka menilai proses hukum terhadap para aktivis dilakukan secara terburu-buru dan tidak berkeadilan.
Ketua BADKO HMI Bali Nusra, Caca Handika, mengecam keputusan Polda NTB yang menolak permintaan agar konferensi pers dilakukan di dalam area markas kepolisian. Ia juga mengkritisi langkah Kapolres Bima, AKBP Eko Sutomo, yang langsung menetapkan enam aktivis sebagai tersangka tanpa proses mediasi.
“Perbuatan mereka masuk kategori tindak pidana ringan. Seharusnya diselesaikan melalui pendekatan restorative justice, bukan langsung diproses secara hukum,” tegas Caca.
Ketua PKC PMII Bali Nusra, Ahmad Muzakkir, menambahkan bahwa kriminalisasi terhadap para aktivis justru menghambat upaya perdamaian serta mencederai prinsip keadilan.
“Kapolres Bima telah mengabaikan semangat hukum progresif. Seharusnya persoalan ini diselesaikan dengan pendekatan yang lebih manusiawi,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Ketua DPD IMM NTB, Mahmud, yang menilai proses hukum yang dijalankan tidak transparan dan terkesan dipaksakan. Ia menyoroti pemindahan para tahanan ke Polda NTB hanya sehari setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P21).
“Tindakan ini mencerminkan arogansi kekuasaan dan hanya memperkeruh hubungan antara aparat dan masyarakat sipil,” katanya.
Sementara itu, Ketua PW KAMMI NTB, Iwan Julkarnain, menyebut aksi yang digelar hari itu sebagai bentuk ultimatum kepada aparat penegak hukum.
“Jika tuntutan kami tidak ditindaklanjuti, kami siap menggerakkan aksi serentak di berbagai daerah,” ancamnya.
Ketua DPD GMNI NTB, Al Mukmin Betika, turut mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo beserta lembaga pengawas seperti Komnas HAM dan Kompolnas untuk segera turun tangan. Menurutnya, penanganan kasus ini jelas bertentangan dengan Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2021 tentang penerapan restorative justice.
Ketua PD KMHDI NTB, I Gusti Putu Subawa Putra, juga menyampaikan keprihatinannya terhadap pendekatan hukum yang dinilai terlalu represif.
“Kami menyerukan kepada seluruh elemen bangsa, khususnya institusi kepolisian, untuk lebih mengedepankan dialog dan pendekatan yang berkeadilan. Penahanan ini adalah kemunduran dalam demokrasi,” tegasnya.
Adapun empat tuntutan utama yang disampaikan oleh Cipayung Plus NTB adalah sebagai berikut:
- Mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mencopot Kapolres Bima, AKBP Eko Sutomo, karena menolak penerapan prinsip restorative justice.
- Meminta pembebasan tanpa syarat terhadap enam mahasiswa yang saat ini ditahan di Polda NTB.
- Menuntut evaluasi terhadap Kapolda NTB, Irjen Pol. Hadi Gunawan, atas dugaan kegagalan dalam memberikan pelayanan hukum yang presisi.
- Menyerukan penerapan prinsip keadilan restoratif dalam penyelesaian .
