![]()
Metro, kmhdi.org – Kalimat “pria tidak bercerita” memang sering dianggap sebagai kenyataan bagi banyak laki-laki. Ketika mereka akhirnya berbicara dan mengungkapkan perasaannya, setiap kata yang diucapkan seolah memiliki makna yang begitu dalam. Laki-laki tidak banyak bercerita, bukan karena tidak memiliki kisah, tetapi karena mereka memilih menyimpannya dalam diam. Namun, sekali mereka berbicara, setiap kata yang terucap membawa lautan makna. Ada cerita yang hanya bisa dipahami oleh sunyi, ada luka yang hanya bisa disembuhkan oleh waktu.
Laki-laki tidak selalu bercerita, bukan karena tidak percaya, tetapi karena mereka telah terlalu sering mendengar bahwa “harus kuat” adalah satu-satunya pilihan. Tidak ada laki-laki yang benar-benar kuat sepanjang waktu. Semua pasti mengalami kesulitan dalam berbicara, terutama ketika isi kepala sudah terlalu berisik. Pikiran mereka dipenuhi oleh tuntutan tanggung jawab, kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala sesuatu, serta beban kesalahan yang sering kali harus mereka tanggung sendiri. Sisanya hanya lamunan dan harapan.
Dalam kehidupan, pahit dan ketidakadilan adalah bagian dari perjalanan yang harus dilalui. Namun, di balik itu semua, selalu ada makna yang bisa dipetik. Tuhan selalu ada bersama kita dalam setiap langkah yang diambil. Sayangnya, beberapa budaya masih membatasi laki-laki untuk bercerita, bahkan ketika mereka sedang menghadapi kenyataan yang begitu pahit. Laki-laki yang berani berbicara tentang perasaan sering kali dianggap lemah dan tidak mampu menghadapi kerasnya kehidupan.
Fenomena ini seharusnya menjadi bahan refleksi bagi kita semua. Apakah para laki-laki di sekitar kita benar-benar baik-baik saja? Apakah mereka tidak butuh bercerita, atau justru mereka sedang berjuang dalam kesunyian? Tulisan ini dibuat untuk membantu laki-laki agar lebih berani berbicara dan mengungkapkan isi hati mereka dengan lebih percaya diri.
Penulis: Gede Widiyana (Kabid Kajisu)
