![]()
Bandung, kmhdi.org – Saya adalah orang biasa, yang kebetulan jadi Umat Hindu di negara yang penuh dinamika ini. Berpegang teguh pada salah satu slogan milik media yang saya kagumi (baca:ProjectMultatuli) yaitu: #YaAkuBakalDibaca. Saya mencoba bersuara lewat tulisan, menjaga pikiran saya agar tetap kritis karena saya yakin ini adalah swadaya saya sebagai warga negara Indonesia, sebagai mahasiswa, dan tentu saja sebagai umat Hindu.

Membangun Hindu Untuk Indonesia, atau Membangun Indonesia Untuk Hindu?
Beberapa waktu yang lalu, KMHDI coba membuat sebuah gebrakan walau penuh dengan cibiran. Dengan segenap upaya sekali lagi mengumpulkan seluruh elemen mahasiswa Hindu di satu tempat, dimana terakhir kali itu terjadi pada saat Kongres I KMHDI di Bali hampir 32 tahun silam. Diskusi demi diskusi tumpah pada wadah yang satu, semua dengan suka hati mencurahkan pikiran, harapan, dan karya mereka. Hingga saya terhenti pada suatu pertanyaan, lebih penting mana? membangun Hindu untuk Indonesia, atau membangun Indonesia untuk Hindu?
Dalam refleksi saya menjadi umat Hindu tidaklah sulit, pada dasarnya. Jika nilai-nilai dharma dapat kita pahami dengan baik secara esensi (baca tulisan saya: Menghidupkan Kembali Semangat Arthasastra: Strategi Canakya untuk Generasi Muda Hindu Mengatasi Inferioritas dan Meraih Superioritas ) hanya saja kita perlu berani untuk melakukan cara-cara yang inklusif dalam pergerakan kita, khususnya melalui organisasi kemasyarakatan keumatan yang menjadi tombak perjuangan kita. Perlu menjadi pertanyaan bersama, selama ini kita berperan sebagai umat Hindu dalam swadaya sebagai warga negara Indonesia atau meminta swadaya Indonesia sebagai negara pada umat Hindu?
Jika kita maknai frasa Membangun Hindu untuk Indonesia berarti menjadikan Hindu sebagai kekuatan yang ikut serta dalam pembangunan bangsa secara luas. Sedangkan Membangun Indonesia untuk Hindu berarti menjadikan Indonesia sebagai negara yang memberikan perhatian dan dukungan terhadap perkembangan Hindu di dalamnya. Apakah ini bertentangan? Mungkin saja tidak, malah saling melengkapi. Tapi sadarkah kita, salah satu masalah utama yang dihadapi umat Hindu adalah kecenderungan untuk terlalu fokus pada penguatan internal tanpa strategi ekspansi. Jika hanya membangun internal terus-menerus, maka umat Hindu tidak akan pernah mencapai titik di mana mereka benar-benar berperan aktif dalam kebangsaan.
Pertanyaan saya saat agenda simposium nasional pemimpin muda Hindu kemarin akhirnya saya sendiri yang membantah, itu bukan soal mana yang lebih dahulu, tapi sudahkah keduanya berjalan seimbang? Dalam harapan menjadikan Hindu sebagai kekuatan yang ikut serta dalam pembangunan bangsa secara luas, maka ada nilai-nilai kebangsaan kita dalam spiritualitas umat. Begitu pun sebaliknya dalam harapan menjadikan Indonesia sebagai negara yang memberikan perhatian dan dukungan terhadap perkembangan Hindu di dalamnya, artinya ada nilai-nilai dharma yang perlu ditanamkan.
Bagaimana Umat Hindu Bisa Mulai Berperan?
Lantas bagaimana kita bisa mulai berperan? Tentu saya juga mencoba membuka ruang diskusi sebesar-besarnya agar narasi sebelumnya tidak menjadi perdebatan seperti kalimat lebih dulu mana antara ayam dan telur. Berikut beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan:
Apakah ini tugas majelis saja? Atau golongan Perempuan saja? Atau profesi pendidik saja? Atau bahkan KMHDI saja, sebagai generasi muda terdidik yang selalu diibaratkan sebagai energi besar dan golongan pintar? Saya rasa tidak. Ini adalah tugas bersama, maka sudah benar jika bicara dharma, maka kita berbicara dharma agama dan dharma negara. Lantas apa yang perlu kita lakukan terdekat? Saya akan jawab yaitu reformasi dalam menjalankan organisasi keumatan di berbagai sektor. Karena kedewasaan dalam menjalankan roda organisasi sangat dibutuhkan dalam situasi ini. Bagaimana caranya? Pengkaderan! Pengkaderan adalah proses pembinaan dan pelatihan seseorang atau sekelompok orang untuk menjadi pemimpin, anggota yang berkompeten, atau penerus dalam suatu organisasi, komunitas, atau gerakan. Pengkaderan bertujuan untuk menanamkan nilai, pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan agar individu tersebut dapat berkontribusi secara aktif dan berkelanjutan dalam bidang yang mereka tekuni.
Sebagaimana dijelaskan Kitab Niti Sastra sargah IV. 1 sebagai berikut:
“Sanghyang Chandra Tranggana Pinaka Dipa Memadangi Rikalaning Wengi. Sanghyang Surya Sedeng Prabhasa Maka dipa Memadangi ri Bhumi Mandala. Widya-Sastra Sudharma Dipanikanangtribhuana Sumeno Prabhaswara. Yaning Putra Suputra Sadhu Gunawan Memadangi Kula Wadu Wandana”.
Yang artinya bulan dan bintang-bintang diangkasa itu sebagai Lampu Menyinari Malam. Matahari yang bersinar Terang gemilang itu merupakan Lampu disiang hari. Pengetahuan dan Kesusastraan, serta ajaran-ajaran Suci merupakan Lampu Ketiga Dunia ini. Putra yang Baik dan Bijaksana itu memberi cahaya pada keluarga dan handai taulan.
Hubungan di organisasi itu bak keluarga, tak ubahnya seorang ayah mengajarkan anaknya dalam membaca (baca tulisan saya: Lebih dari Sekadar Materi: Pengkaderan Itu Soal Emosi Juga!) Keterlibatan emosional itu penting, yang seringkali kita dengar sebagai “jengah”.
Menjadi Hindu, Menjadi Indonesia
Jadi, melalui tulisan ini, saya mengajak pembaca untuk meluangkan waktu merefleksikan diri sejauh mana peran-peran kita dalam “baju” yang berbeda-beda sudah kita jalankan? Jika pura kita tidak pernah dapat perhatian pemerintah setempat, sudahkah kita memperhatikan daerah kita tinggali dan memberikan masukkan pada pemerintah setempat? Jika kita kekurangan guru agama Hindu, sudahkah kita memberikan sumbangasih kita dalam akademik? Jika UMKM umat kita tidak diberikan perhatian oleh instansi terkait, sudahkah kita membangun ekonomi daerah kita? Atau jangan-jangan ternyata kita tidak memperhatikan dampak dari kebijakan pemerintah terhadap umat kita? Atau memperhatikan pendidikan agama Hindu sebagai kebutuhan kita? Atau bahkan kita tidak pernah memperhatikan umat kita yang sedang membangun usahanya?
Pada akhirnya keduanya berjalan selaras, ketika dirasakan ada kesulitan, maka ada salah satu instrumen yang belum terlaksana. Ini adalah berbicara bagaimana umat Hindu memainkan perannya dalam cakupan sosial dan politiknya, karena kita akan berbicara bagaimana manajerial makro keumatan kita dalam situasi kebangsaan, dan tantangan kita hanya satu, menjaga agar umat Hindu tetap eksis dimana pun berada.
#YaAkuBakalDibaca
Penulis : Lingga Dharmananda Siana (Ketua PD KMHDI Jawa Barat)