SEKRETARIAT PIMPINAN PUSAT KMHDI

Sekretariat Operasional (Surat Menyurat):
Jalan Kakatua Blok AA No. 14 Perumahan Cipinang Indah II, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13430
* Fax. : 021 – 86600779
Sekretariat Domisili :
Jalan Anggrek Nelly Murni Blok A No. 03, RT/RW 02/03 ,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah – Jakarta Barat 11480

Loading

Denpasar, kmhdi.org – Fenomena permen banten yang terbuat dari barang bekas dan sangat populer di Bali, dengan penjualan mencapai 25 bungkus setiap harinya, menimbulkan dilema yang menarik dalam perspektif teologi Hindu dan masalah sosial. Di satu sisi, inovasi ini mencerminkan usaha yang kreatif untuk mengurangi limbah dan memanfaatkan barang-barang yang sudah tidak digunakan lagi. Namun, di sisi lain, pemakaian barang bekas untuk membuat permen banten menimbulkan pertanyaan mendalam tentang kesesuaiannya dengan nilai-nilai spiritual dan praktik persembahan dalam agama Hindu.

Banten, sebagai persembahan suci untuk Ida Sang Hyang Widhi Wasa, diharapkan mencerminkan kesucian, ketenangan, dan penghormatan yang tulus. Penggunaan material daur ulang, walaupun berniat baik dari aspek lingkungan, dapat dipandang tidak pantas dan bahkan dapat menyinggung prinsip-prinsip spiritual dalam konteks upacara suci.

Persembahan ini merupakan bagian dari yadnya, yang berarti pengorbanan atau persembahan yang dilakukan dengan penuh kerelaan untuk kesejahteraan dan kesempurnaan hidup. Namun ada baiknya mempersembahkan sesuatu yang baik sebagai ungkapan rasa syukur. Kita mengharapkan sesuatu yang baik dari Tuhan jadi seharusnya mempersembahkan sesuatu yang baik. Hal ini menonjolkan signifikansi dari kesucian dan keutuhan barang yang diserahkan.

Sebuah persembahan yang ikhlas dan suci, sesuai dengan ajaran agama, harus mencerminkan niat yang baik serta kualitas bahan yang pantas. Permen banten yang dibuat dari barang bekas, selain dari sudut pandang kesucian, juga menimbulkan kekhawatiran terkait dengan higienitas dan kesehatan, terutama apabila dikonsumsi oleh anak-anak. Risiko pencemaran dan dampak negatif terhadap kesehatan tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, walaupun inovasi dalam daur ulang harus dihargai, penerapannya dalam produksi permen banten perlu diteliti kembali dengan seksama.

Dari sudut pandang sosial, fenomena ini mengungkapkan kompleksitas yang terdapat di antara nilai-nilai ekonomi, lingkungan, dan agama. Di tengah tren perhatian terhadap lingkungan, upaya untuk mengurangi limbah dengan memanfaatkan barang bekas sangat layak mendapatkan penghargaan. Namun, sangat penting untuk memperhatikan konteks budaya dan agama yang terkait dengan suatu praktik, terutama dalam hal ritual persembahan agama. Ketidakpahaman mengenai nilai-nilai agama dan kemungkinan dampaknya terhadap kesehatan dapat mengakibatkan munculnya produk yang tidak sesuai dan bahkan dapat menimbulkan perdebatan.

Di masa mendatang, diperlukan percakapan yang lebih mendalam antara para pencipta inovasi, pihak-pihak yang berperan dalam agama, dan masyarakat untuk menemukan solusi yang adil. Inovasi dalam bidang daur ulang tetap harus didorong, tetapi pelaksanaannya harus mempertimbangkan faktor budaya, agama, dan kesehatan. Mungkin perlu dicari pilihan lain dalam menggunakan barang bekas yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan keagamaan, atau dikembangkan standar kualitas dan kebersihan yang ketat jika ingin tetap memanfaatkan barang bekas untuk produk serupa. Oleh karena itu, inovasi dapat berkembang sejalan dengan penghormatan terhadap nilai-nilai agama dan kesejahteraan masyarakat.

Penulis: I Ketut Radi Sugandhi (Kader PC KMHDI Denpasar)

Share:

administrator