Denpasar, kmhdi.org – Sebenarnya yang membuat perdebatan tentang Tuhan itu bukan karena Tuhan atau kesalahan kitab suci, atau kesesatan. Tetapi yang membuat adanya perdebatan tentang Tuhan karena persepsi kita terhadap suatu realitas tertinggi.
Dalam Bhagavata Purana hal ini disebutkan:
“Suatu objek tunggal dinilai secara berbeda oleh indera yang berbeda karena memiliki kualitas yang berbeda. Demikian pula, Tuhan adalah satu, tetapi menurut berbagai perintah kitab suci, Dia tampak berbeda.” (Bhagavata Purana 3.32.33)
Hal ini mengungkap kemungkinan bahwa bisa saja Tuhan itu bukan sebatas sosok. Bisa saja yang kita sebut Tuhan ternyata adalah sebuah realitas yang tidak bisa kita pahami secara material.
Dan disinilah masalahnya. Selama ini kita menganggap Tuhan sebagai sosok. Entah itu sosok yang berbentuk atau tidak berbentuk. Meskipun kita menganggap Tuhan sebagai yang tidak ada bentuknya, selama Ia dipenuhi oleh sifat sifat, Ia tetap saja menjadi suatu sosok pribadi. Akibatnya, ketika terdapat sifat sifat berlainan yang berlawanan dengan prinsip kita sebelumnya, membuat kita tidak terima. Disinilah awal mula perdebatan teologi.
Sebenarnya, jika kita menghilangkan sejenak persepsi material tentang Tuhan sebagai sosok pribadi yang berwujud atau tidak berwujud, saat itu juga kita mengalami proses pencarian Brahman yang tidak terbatas.
Hindu mengakui bahwa Tuhan adalah awal mula segala sesuatu berasal. Karena segala sesuatu berasal dari-Nya, artinya Tuhan adalah prinsip/fundamental tertinggi alam semesta. Itulah yang Hindu sebut sebagai Brahman.
Karena kita menganggap Tuhan sebagai awal mula segala sesuatu berasal, seharusnya kita tidak mempersepsikan bahwa dia adalah sosok pribadi yang tidak berwujud atau berwujud saja. Semestinya kita bisa saja menganggap-Nya sebagai kesadaran yang mengatur keteraturan alam semesta, atau sebuah hukum fundamental fisika (unified field). Inilah tujuan dari berbagai jenis aliran filsafat teologi di seluruh dunia, yakni mengungkap darimana segala sesuatu berasal.
Semua agama sebenarnya menganggap Tuhan sebagai awal mula dari terbentuknya alam semesta (kosmologi). Dari sudut pandang Bhakti, kita menganggap awal mula kosmologi (Tuhan) itu sebagai sosok pribadi seperti Krishna, Vishnu, atau Śiva, dll. Dalam perspektif non dualisme, kita menganggap awal mula kosmologi itu sebagai kesadaran murni (Brahman). Dalam pandangan lainnya ada pula yang menganggap awal kosmologi itu sebagai Purusa Prakerti. Sehingga ada konsep Tuhan yang menyatakan tentang Purusa Prakerti. Hal ini tergantung bagaimana suatu aliran berusaha memahami awal mula dari terbentuknya alam semesta.
Para ilmuwan sains juga sedang berusaha untuk mengertikan hal ini. Karena itulah kita mengenal teori yang kita sebut Theory of Everything yang mencoba menggabungkan dua pilar utama fisika yakni relativitas umum yang menjelaskan gravitasi dan struktur besar alam semesta, serta mekanika kuantum yang menjelaskan perilaku partikel subatomik. Tujuannya adalah untuk mencari apa fundamental dari keteraturan alam semesta.
Penulis : Panca Kusuma Ramadi (Kabid Litbang PC KMHDI Denpasar)