SEKRETARIAT PIMPINAN PUSAT KMHDI

Sekretariat Operasional (Surat Menyurat):
Jalan Kakatua Blok AA No. 14 Perumahan Cipinang Indah II, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13430
* Fax. : 021 – 86600779
Sekretariat Domisili :
Jalan Anggrek Nelly Murni Blok A No. 03, RT/RW 02/03 ,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah – Jakarta Barat 11480

Loading

Karangasem, kmhdi.org – Karangasem Akhir Pekan (KAP) yang diluncurkan Bupati pada April 2025 memang patut diapresiasi. Setiap Sabtu dan Minggu, Jalur 11 Amlapura menjelma jadi ruang terbuka penuh musik, anak muda unjuk bakat, dan UMKM lokal memamerkan produk kebanggaannya. Omzet pedagang kuliner bahkan bisa tembus Rp 1–2 juta hanya dalam dua malam. Sebuah geliat ekonomi nyata di tengah redupnya denyut kota kecil ini.

Namun, mari kita bicara jujur. Di balik panggung meriah itu, persoalan sampah masih menjadi “borok” yang dibiarkan. Sampah plastik, sisa makanan, dan kemasan sekali pakai menumpuk di pinggir jalan, menunggu diangkut petugas kebersihan. Tidak ada sistem pemilahan sejak sumber. Tidak ada fasilitas Tebe Modern yang digadang-gadang sebagai solusi Karangasem. Sementara kita tahu, TPA Butus sudah 95% penuh, hanya punya “napas” beberapa bulan lagi jika sampah terus ditangani dengan pola lama.

Ironis, ketika anak-anak SMPN 1 Bebandem bisa memamerkan gaun dari limbah plastik sebagai simbol kreativitas daur ulang, tetapi di lokasi yang sama masyarakat masih membuang sampah tanpa arah. Bukankah ini sebuah tamparan?

Data menunjukkan, kebijakan pilah sampah mampu memangkas 6 truk sampah per hari di Karangasem—dari 23 truk menjadi 17 truk. Itu artinya, solusi sudah ada, dan terbukti berhasil. Lalu mengapa KAP sebagai program unggulan justru abai? Mengapa panggung kreativitas dan ekonomi tidak sekaligus dijadikan panggung edukasi lingkungan?

Dari hal tersebut, inilah saatnya pemerintah daerah berani menempatkan pengelolaan sampah sebagai syarat wajib setiap event publik. Tempat sampah terpilah harus tersedia di titik strategis, petugas disiagakan bukan sekadar mengangkut, tapi juga mengedukasi. Lebih jauh lagi, kolaborasi dengan desa adat melalui pararem bisa menegaskan sanksi sosial bagi yang abai.

Karangasem Akhir Pekan sudah menjadi magnet. Tapi magnet itu bisa berkarat jika hanya memamerkan gemerlap tanpa tanggung jawab. Kreativitas dan ekonomi boleh tumbuh, tapi jika dibiarkan bersama tumpukan sampah, apa bedanya Karangasem dengan kota-kota lain yang gagal menata lingkungannya?

Jika kita ingin Karangasem dikenal bukan hanya karena pentas musik dan kuliner jalanan, tetapi juga sebagai kota kecil yang berani menjadi teladan pengelolaan sampah, maka KAP harus menjadi titik awal. Bukan hanya pesta akhir pekan, tetapi juga simbol revolusi budaya baru: kreatif, produktif, dan peduli lingkungan.

Penulis: I Gede Ardana (anggota Litbang PC KMHDI Karangasem)

Share:

administrator