![]()
Jakarta, kmhdi.org – Feminisme, sebagai gerakan sosial dan politik yang memperjuangkan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan, kerap kali menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat Indonesia. Di satu sisi, feminisme dianggap penting untuk melawan diskriminasi dan ketidakadilan yang dialami perempuan. Namun di sisi lain, sebagian pihak menganggap feminisme tidak sejalan dengan nilai-nilai budaya Indonesia. Pertanyaannya, mungkinkah feminisme selaras dengan Pancasila sebagai dasar negara?
Feminisme dan Pancasila
Jika kita melihat secara jernih, feminisme dan Pancasila sejatinya memiliki banyak titik temu, terutama dalam nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan. Pancasila sebagai ideologi bangsa memuat prinsip-prinsip dasar yang justru mendukung perjuangan perempuan untuk mendapatkan haknya sebagai manusia yang utuh.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Feminisme dalam konteks Indonesia tidak harus bertentangan dengan nilai-nilai religius. Perjuangan feminis di Indonesia seringkali disesuaikan dengan nilai-nilai keagamaan. Perempuan memiliki hak yang setara di hadapan Tuhan, dan tidak boleh didiskriminasi atas dasar jenis kelamin. Dalam banyak ajaran agama pun, perempuan diajarkan sebagai makhluk mulia yang berperan penting dalam keluarga dan masyarakat.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila ini menegaskan pentingnya menghargai martabat manusia secara adil dan beradab. Diskriminasi terhadap perempuan, kekerasan berbasis gender, hingga ketimpangan akses terhadap pendidikan dan ekonomi adalah bentuk ketidakadilan yang bertentangan dengan sila kedua. Feminisme, dalam hal ini, justru berjuang untuk mewujudkan kemanusiaan yang beradab bagi semua warga negara, termasuk perempuan.
Persatuan Indonesia
Feminisme di Indonesia tidak berarti meniru mentah-mentah gagasan Barat. Gerakan feminis Indonesia berakar pada konteks lokal dan menjunjung tinggi persatuan bangsa. Banyak tokoh perempuan Indonesia, seperti R.A. Kartini, Dewi Sartika, dan Maria Ulfah, telah membuktikan bahwa perjuangan perempuan bisa dilakukan tanpa meninggalkan nilai-nilai kebangsaan.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Feminisme mendorong keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan, baik di tingkat keluarga, masyarakat, maupun negara. Perempuan berhak untuk didengar dan berpartisipasi dalam ruang demokrasi. Ini sejalan dengan semangat musyawarah dan demokrasi Pancasila, yang menghargai setiap suara warganya tanpa membedakan gender.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Kesetaraan gender merupakan bagian dari keadilan sosial. Ketika perempuan masih mengalami ketimpangan dalam akses pendidikan, pekerjaan, dan pelayanan publik, maka keadilan sosial belum sepenuhnya terwujud. Feminisme memperjuangkan keadilan yang menyeluruh, bukan hanya untuk perempuan, tetapi untuk masyarakat secara keseluruhan.
Feminisme Pancasila
Dalam konteks Indonesia, feminisme perlu dibumikan dengan pendekatan budaya dan nilai lokal. Ini bukan berarti mengurangi esensi perjuangannya, tetapi justru memperkuat legitimasi gerakan di tengah masyarakat. Istilah seperti “feminis Pancasila” bisa menjadi jembatan antara semangat kesetaraan dan identitas kebangsaan. Gerakan perempuan tidak harus konfrontatif, tetapi bisa bersifat kolaboratif dan edukatif, sejalan dengan karakter bangsa yang mengedepankan musyawarah dan kebersamaan.
Feminisme bukan ancaman bagi Pancasila. Justru, semangat feminisme yang memperjuangkan kesetaraan, keadilan, dan kemanusiaan sejalan dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Yang diperlukan adalah pemahaman yang tepat dan pendekatan yang sesuai dengan konteks Indonesia. Dengan begitu, perjuangan perempuan Indonesia bisa terus bergerak maju tanpa kehilangan jati diri bangsa.
Pancasila merupakan hasil “ramuan” antara perenungan ilmiah dan praktek alamiah kehidupan masyarakat Indonesia.
Selamat Hari Lahir Pancasila!
Penulis: Ira Apryanthi (Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan PP KMHDI)
