SEKRETARIAT PIMPINAN PUSAT KMHDI

Sekretariat Operasional (Surat Menyurat):
Jalan Kakatua Blok AA No. 14 Perumahan Cipinang Indah II, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13430
* Fax. : 021 – 86600779
Sekretariat Domisili :
Jalan Anggrek Nelly Murni Blok A No. 03, RT/RW 02/03 ,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah – Jakarta Barat 11480

Loading

Denpasar, kmhdi.org – Jalur hijau merupakan elemen vital yang berfungsi sebagai paru-paru kota, peredam polusi udara, dan ruang interaksi masyarakat. Adanya jalur hijau tidak hanya sekadar untuk mempercantik wajah kota, tetapi memiliki peran ekologi yang sangat penting. Jalur hijau mencakup taman kota, trotoar berpohon, median jalan yang ditanami vegetasi, serta koridor hijau di sepanjang sungai dan jalur transportasi. Denpasar sendiri, seiring perkembangan zaman dan urbanisasi, menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan jalur hijau. Alih fungsi lahan pertanian, pembangunan tak terkendali, serta lemahnya penegakan hukum menyebabkan jalur hijau menyusut bahkan hilang. Papan larangan yang dipasang oleh pemerintah untuk melindungi ruang hijau sering kali hanya menjadi simbol tanpa kekuatan hukum yang efektif.

Perubahan visual dan fungsional akibat dari berkurangnya luas jalur hijau di Kota Denpasar menjadi tantangan antara pelestarian alam dan kebebasan pembangunan tempat tinggal. Pemerintah Kota Denpasar menargetkan 20% dari total wilayahnya sebagai ruang terbuka hijau (RTH), namun realisasi hingga 2023 baru mencapai 3,2% atau 405 hektar. Sebagian besar RTH ini berada di Denpasar Selatan. Dalam laporan Bappeda Litbang Kota Denpasar, tercatat bahwa pada tahun 2019 RTH publik di Kota Denpasar adalah 1.572,99 hektar atau 12,49% dari total wilayah kota, menurun dari tahun 2011 yang mencatat 2.341,48 hektar atau 18,32%. Dampak visual yang ditimbulkan seperti penurunan jumlah pohon dan vegetasi mengurangi estetika kota, meningkatkan suhu permukaan, dan mengurangi kenyamanan visual. Secara fungsi, hal ini mengurangi kapasitas penyerapan air hujan, berisiko menyebabkan banjir dan menurunkan kualitas udara.

Fenomena pelanggaran terhadap papan larangan membangun di area jalur hijau menjadi sorotan serius. Meskipun telah ada peringatan resmi, sejumlah pelaku tetap melanjutkan pembangunan tanpa mengindahkan papan yang terpasang. Di kawasan Jalan Tukad Balian, Renon, serta di kawasan Jalan Suradipa dan Jalan Asrasura, Peguyangan, Denpasar Utara, sejumlah bangunan mulai didirikan di atas lahan yang telah ditetapkan sebagai jalur hijau, bahkan berdiri tepat di sebelah papan larangan. Meskipun sudah ada perhatian jelas, pelanggaran masih tetap terjadi tanpa tindakan tegas dari pihak terkait. Akibatnya, sawah-sawah produktif berubah menjadi kawasan permukiman permanen, mengurangi ruang terbuka hijau yang vital bagi lingkungan Kota Denpasar.

Kurangnya penegakan hukum yang konsisten, meskipun terdapat Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), membuat pelaksanaannya belum maksimal. Banyak pelanggaran yang tidak ditindaklanjuti dengan sanksi administratif atau pidana sehingga tidak ada efek jera. Selain itu, kurangnya pengawasan dari pihak terkait seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang serta Satpol PP dalam mengawasi laju pembangunan turut memperburuk keadaan. Tidak hanya itu, kesadaran dan partisipasi masyarakat menjadi benteng pertama dan terakhir dalam menyelamatkan kawasan RTH. Laju tinggi pendatang ke Pulau Bali juga menjadi faktor pelanggaran RTH. Tingginya permintaan hunian dan usaha mendorong pemilik lahan untuk menyewakan atau menjual tanahnya untuk dibangun secara ilegal. Kurangnya pemahaman terhadap aturan lokal menyebabkan banyak dari mereka melanggar aturan, termasuk terkait jarak bangunan dari tempat suci atau pura.

Tidak banyak masyarakat menyadari bahwa atmosfer kehidupan kota tanpa RTH adalah tempat yang tidak sehat—sumber berbagai penyakit baik fisik maupun mental, akibat pencemaran udara dan suhu yang meningkat yang menyebabkan kualitas hidup buruk. Kondisi ini diperparah karena kota Denpasar tidak memiliki RTH yang luas, sehingga dapat menimbulkan kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan keluhan alergi karena kualitas udara dan debu. Minimnya area untuk aktivitas fisik juga bisa menyebabkan kasus obesitas, hipertensi, bahkan diabetes.

Peran dan tanggung jawab Pemerintah Kota Denpasar dalam menyusun, memperbarui, dan menegakkan kembali Perda RTRW dan RDTR untuk menjamin keberadaan dan perlindungan RTH sesuai UU No. 26 Tahun 2007 sangatlah penting. Pemerintah juga perlu mengalokasikan lahan dan menetapkan kawasan RTH secara jelas dan berkelanjutan. Sanksi yang tegas dari dinas terkait seperti menyegel, menghentikan, atau bahkan membongkar bangunan pelanggaran RTH menjadi tindakan penindakan yang paling efektif. Selain itu, Pemkot Denpasar perlu mulai melakukan penataan ulang serta merawat taman kota, taman lingkungan, dan mendorong integrasi RTH dalam pembangunan fasilitas penunjang publik yang ramah lingkungan. Masyarakat juga harus berperan aktif dalam mempertahankan RTH, seperti melakukan pengawasan pembangunan, melaporkan pelanggaran, serta melakukan pemeliharaan RTH yang dikelola desa atau banjar. Dalam masyarakat Bali, Desa Adat atau Banjar memiliki kekuatan sosial yang kuat yang dapat diberdayakan dalam mengemban tugas pelestarian RTH, seperti melarang atau membatasi pembangunan yang melanggar norma kesucian.

Harapan ke depan, Kota Denpasar menjadi kota ramah lingkungan, sehat, dan berkelanjutan dengan menargetkan tertatanya kembali RTH publik maupun privat serta menjadikan kota yang layak huni bagi semua lapisan masyarakat. Meningkatnya kesadaran hukum dan budaya patuh hukum baik di kalangan warga lokal maupun pendatang memerlukan sinergi antar pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, desa adat, akademisi, hingga pelaku usaha. Untuk mewujudkan atmosfer yang baik seperti ini, tentu Pemkot Denpasar harus mulai mengevaluasi dan memperketat pengawasan RTH, memperkuat regulasi serta memberi sanksi tegas, melibatkan desa adat dan banjar, serta mewajibkan pelaku usaha menyediakan RTH pribadi. Rekomendasi ini memang tidak serta-merta menyelamatkan RTH Kota Denpasar secara keseluruhan, namun sedikitnya dapat mempertahankan RTH yang tersisa dan meningkatkan kenyamanan masyarakat Kota Denpasar.

Penulis: I Wayan Yunan Pradipa (Ketua Bidang Sosial dan Masyarakat PC KMHDI Denpasar)

Share:

administrator