SEKRETARIAT PIMPINAN PUSAT KMHDI

Sekretariat Operasional (Surat Menyurat):
Jalan Kakatua Blok AA No. 14 Perumahan Cipinang Indah II, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13430
* Fax. : 021 – 86600779
Sekretariat Domisili :
Jalan Anggrek Nelly Murni Blok A No. 03, RT/RW 02/03 ,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah – Jakarta Barat 11480

Loading

Dan caranya berusaha memperoleh sesuatu, hendaknya berdasarkan Dharma, dana yang diperoleh karena usaha hendaklah dibagi tiga, guna melaksanakan mencapai yang tig aitu, diperhatikanlah baik-baik”

Sarasamuccaya, 261

Bogor, kmhdi.org – Saat ini terjadi arus globalisasi dan moderenisasi yang menyebabkan terjadinya integrasi pasar dunia sehingga pergerakan perekonomian suatu negara tidak dapat dihindari dari pengaruhnya perubahan keadaan perkenomian di seluruh dunia. Pemerintah berupaya menyediakan berbagai alternatif sumber dana yang dapat digunakan untuk kebutuhan perkembangan negara ini yaitu sebagai negara berkembang. Populasi penduduk yang cukup banyak, Indonesia perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi era MEA. Salah satu permasalahannya yaitu pengelolaan finansial yang saat ini menjadi isu hangat dalam kehidupan manusia, dari cara pandang dan pola kehidupan manusia terjadi perbedaan yang berawal dari konvensional menjadi inkonvensional. Terlebih lagi perkembangan teknologi yang setiap manusia dituntut untuk berevolusi dan berdampak pada serba instan dan pragmatis semakin mendorong kesadaran pentingnya adanya moral setiap individu manusia. Proyeksi yang hadir menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan sradhha dan bhakti umat manusia. Berkaitan dengan isu pengelolaan finansial, peran generasi muda sebagai tonggak masa depan bangsa untuk mampu memahami dan menunjukkan sikap adaptif terhadap perkembangan 4.0.

Kehidupan bermasyarakat Agama Hindu yang menuju jagadita dan moksa telah berkembang pada tujuan kehidupan bermasyarakat yaitu Catur Purusa Artha terkait cara memperoleh dan alokasi kekayaan yang dimiliki individu ke dalam tiga kategori, yakni Dharma, Artha,Kama dan Moksa. Namun, terdapat pertimbangan atau hal yang belum terjawab ialah seberapa sadar dan mengerti setiap umat individunyaakan landasan tersebut? Hakikatnya, konsep ini mengandung makna bagaimana cara mencari keseimbangan dengan tidak semata-mata mencari materi saja, namun mencari tujuan hidup untuk mendapatkan kebahagiaan yang kekal. Tidak ada satupun perilaku manusia yang tidak terdorong oleh keinginan dan kehausan untuk mencapai empat tujuan, dapat tergambarkan serta membentuk perspektif anyar di kalangan masyarakat.

Ajaran “Catur Purusa Artha” sebagai Pedoman Menuju Keseimbangan Kehidupan yang Lebih Baik

Machiavellian adalah kondisi dimana seseorang individu yang bekerja secara agresif, manipulative, eksploitatif, dan curang untuk mencapai tujuan tanpa memperhatikan perasaan, hak, dan kebutuhan orang lain menurut (Tang et.al., 2008). Saat ini semakin banyak manusia yang tak sekadar dilahirkan dan dibiarkan begitu saja, melainkan di didik dalam lingkungan yang berbeda-beda. Pengalaman yang didapatkan dari lingkungan sekitarnya merupakan buah

inti yang nantinya memberikan pengaruh besar terhadap tingkah laku dan tindakan setiap manusia dalam mewujudkan tujuan hidupnya. Tujuan hidup manusia di dalam ajaran agama Hindu disebut “Purusartha” secara etimologi, Catur Purusa Artha berasal dari kata “Catur” yang artinya empat, “Purusa” artinya manusia, utama, dan “Artha” artinya tujuan. Catur purusartha bermakna empat tujuan hidup manusia yang utama, yaitu Artha (kekayaan benda,materi), Kama (memenuhi keinginan dan nafsu), Dharma (taat pada aturan, ketentuan undang-undang dan segala yang mengikat seorang pejabat untuk mencapai tujuan pemerintahannya), Moksa tujuan ke empat dari umat manusia yaitu kebahagiaan rohani yang tertinggi dan menginginkan bersatunya Atman dengan Brahman.

Lebih dalam mengenai pembahasan terkait pengelolaan keuangan guna mendukung kebidupan, Maharsi Varuruci dalam Sarasamuccaya (261-267) secara panjang lebar menjelaskan cara memperoleh harta benda yang tidak boleh bertentangan dengan Dharma (kebenaran dan kebijakan). Harta benda diperoleh melalui kerja atas dasar Dharma tersebut, hendaknya dibagi tiga, yakni masing-masing sepertiga, digunakan untuk Dharma, mengembangkan harta, dan untuk dinikmati. Sebagai ilustrasi lebih mendalam, bagian yang pertama yakni dharma atau kewajiban, misalnya dalam hal ini berdana punia dan membayar pajak. Sebagaimana ketaata membayar pajak diartikan sebagai suatu kewajiban sebagai warga negara (Dharma Negara), kacamata hindu pun melihat kewajiban perpajakan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan Dharma dalam mengalokasikan harta dalam balutan konsep Dana Punia, yang pada akhirnya secara tidak langsung akan berubah pada pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui pembangunan yang dilakukan (Kama). Di lain sisi, harta tersebut digunakan untuk memenuhi kama atau keinginan kita sendiri. Lalu, digunakan pula untuk melakukan kegiatan usaha untuk memperoleh Artha itu sendiri.

Catur Purusa Artha salah satu tolak ukur untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Menilik kembali problematika awal mengenai keresahan dalam hal pengelolaan finansial, revitalisasi ajaran Catur Purusa Artha seakan hadir layaknya angin segar dan siap dipadukan dengan social network dan pengetahuan finansial yang dibutuhkan masyarakat. Social Network digunakan untuk melihat aktor penting dalam penyebaran informasi sehingga mengetahui ketepatan dan pemahaman sasaran dengan baik. Selain itu, social network digunakan untuk merepresentasikan hubungan antar beberapa orang, komunitas, atau perusahaan dengan menghitung nilai centrality. Pengenalan konsep Catur Purusa Artha yang dikaitkan dengan peningkatan literasi finansial serta produk-produk keuangan itu sendiri, menjadi satu skema krusial sebagai bagian dari upaya edukasi masyarakat yang dikemas secara menarik.

Dalam suatu permasalah perlu adanya solusi yang ditawarkan untuk memperbaiki permasalahan tersebut. FICAW mengambil inspirasi nama dari kata Financial Campaign Awareness yang diharapkan mampu memberikan pendapat dan nuansa modern di tengah muatan nilai local di dalamnya. FICAW dapat berkolaborasi dengan stakeholder dengan beberapa cara.

1.Pemerintah: FICAW dapat membangun kemitraan dengan pemerintah untuk mendapatkan dukungan formal yang diperlukan untuk melaksanakan program seperti dana dan dukungan logistik.
2.Akademisi: Melibatkan akademisi sebagai mentor pengelolaan Campaign untuk meningkatkan kesukesan setiap individu dan memberikan pandangan ahli terhadap nilai proyeksi finansial dalam perkembangan zaman saat ini.
3.Masyarakat: Mengundang partisipasi masyarakat dalam setiap program yang diadakan FICAW dalam jangka panjang atau pendek.
4.Lingkungan: Menyelenggarakan kampanye dan melibatkan dukungan dan partisipasi dari komunitas daring.

.

Gambar 1. Skema Kolaborasi FICAW

FICAW merupakan sebuah campaign berunsurkan permainan-permainan menarik layaknya post to post yang setiap post memiliki misi tersendiri sehingga perlu adanaya pemecahan dan solusi yang terbaik dan berbentuk video yang mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam menyajikan dan memahami proyeksi finansial melalui platform digital. Data partisipasi dan interaksi masyarakat di media sosial akan menjadi indikator keberhasilan dalam menciptakan awareness. FICAW didalamnya berisi edukasi seputar pengelolaan finansial termasuk produk-produk keuangan, serta pengenalan suatu konsep yang tak lain adalah Catur Purusa Artha yang dikemas sedemiakan sehingga agar sesuai dengan kebutuhan saat ini, yang mana lambat laun diharapkan mampu membiasakan para partisipasi untuk turut merealisasikannya dalam kesehariannya. FICAW dirancang dengan program minimalis yang memadukan unsur atraktif partisipasi dan sisi edukatif mengenai literasi finansial serta konsep Catur Purusa Artha. Campaign ini memiliki tujuan untuk memberikan pengenalan dan menarik atensi masyarakat khususnya pengguna Instagram dan Tiktok yang hampir didominasi oleh generasi milenial. Penguatan kesadaran tentunya memerlukan sinergi berbagai lapisan masyarakat, termasuk generasi muda, dalam menunjukan perannya hingga pada akhirnya bermuara pada kemasyarakatan luas.

 

 

Oleh : Ni Nyoman Puja Tri Ardhila (Peserta KT 1 PC KMHDI Bogor)

Share:

administrator