Oleh: Ni Komang Deviana dan I Dewa Gede Darma Permana
(Sebuah Kolaborasi dari Kader PC KMHDI Buleleng dan Denpasar)
Dibuang, dicampakan, dan ditelantarkan, namun setelah bencana datang ia disalahkan “Sampah”
Pada hari ini 21 Februari 2023, Indonesia kembali memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Dimana di hari peringatan ini, sekaligus menjadi sebuah momentum untuk merefleksikan diri terhadap kepedulian dan kepekaan manusia akan isu lingkungan saat ini. Sudah tidak asing lagi, bahwa sampah merupakan salah satu penyebab dari kerusakan lingkungan. Pada tahun 2004, High Level Threat Panel, Challenges and Change PBB memasukkan “degradasi lingkungan” sebagai salah satu dari sepuluh ancaman yang sangat mempengaruhi kehidupan umat manusia kedepan. Rencana aksi global Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah disepakati para pemimpin dunia termasuk Indonesia seharusnya mampu menjadi sebuah warning bagi semua orang bahwa problematika lingkungan merupakan suatu urgensi yang harus disikapi dan ditindaklanjuti guna menemukan problem solving atau langkah konkrit untuk memecahkan masalah ini.

Kesadaran diri
Dewasa ini, di berbagai sosial media banyak bisa dijumpai para komunitas atau sekumpulan anak muda yang mendedikasikan masa mudanya untuk peduli dengan kondisi ibu pertiwi. Hal tersebut diwujudkan melalui gerakan aksi pembersihan sampah-sampah di area sungai, mengajak masyarakat untuk mengolah sampah menjadi suatu barang yang bernilai ekonomi, hingga berbagai Non-Government Organization (NGO) yang melakukan kegiatan pengabdian masyarakat skala Nasional, untuk mengajak para milenial masa kini turut berkontribusi dalam pembangunan daerah. Semua itu demi satu tujuan yakni menjaga keasrian dan kelestarian lingkungan.
Namun pada realita yang kerap ditemui, masih saja dijumpai segelintir orang terutama anak muda yang cenderung kurang aware akan isu lingkungan saat ini. Di jaman serba digital, tentunya sosial media sudah menjadi makanan sehari-hari anak muda. Kebanyakan ketika bangun tidur hal yang dicari pertama kali adalah handphone, bukan mengambil sapu lalu menyapu halaman. Sudah menjadi hal lumrah, segala bentuk aktivitas yang dilakukan sehari-hari diposting di sosial media untuk tujuan tertentu, seperti mencari kepuasan pribadi, ketenaran, tujuan memotivasi, dan lain sebagainya.
Tidak sedikit terdapat konten kreator dan platform sosial media yang aware dan memiliki tujuan untuk memotivasi para pengguna sosial media untuk lebih melek akan isu lingkungan saat ini. Namun pada realitanya, kerap kita jumpai segelintir pengguna sosial media yang terlebih lagi itu adalah seorang anak muda yang menilai atau berkomentar bahwa aktivitas sosial tersebut terkesan “pencitraan” semata dan tidak ada manfaatnya.
Pencitraan dan Mencitrakan
Pencitraan merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mendapat suatu kepercayaan yang dilandasi dengan kemampuan seseorang dari segi kinerja dan penampilan yang ditonjolkanya. Memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) ini, kata “Pencitraan” tersebut bisa kita jadikan sebagai sebuah alarm pengingat bahwa sebagai anak muda kita patut aware terhadap kondisi lingkungan saat ini khususnya dalam pengelolaan sampah yang kian hari makin sulit dikendalikan. Bahwasanya akan selalu ada masyarakat yang tidak setuju atau bahwa acuh terhadap suatu gerakan yang bahkan tujuannya sangat berdampak positif terhadap bumi. Jika kita refleksi kembali, daripada memperdebatkan apakah mereka yang peduli pada lingkungan adalah orang-orang yang tulus atau pencitraan semata, mengapa kita tidak turut mencitrakan kembali apa yang sudah mereka citrakan?
Bangkit dan Bergerak!
Langkah yang sangat sederhana, yakni membuang sampah pada tempatnya. Sudahkah kita mengimplementasikannya di kehidupan sehari-hari? Sudahkah kita turut mendukung aksi Global Sustainable Development Goals (SDGs) dengan upaya-upaya yang sederhana? Tentu kita tidak mengharapkan perayaan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) ini hanya sebuah selebrasi semata yang dilakukan satu tahun sekali, namun diharapkan menjadi sebuah pengingat bagi kita semua akan aksi nyata yang harus dilakukan setiap hari, agar memberikan impact yang bermanfaat dan berkelanjutan. Jadi sebagai konklusi dari HPSN, bangkit dan mulai bergerak adalah langkah kecil nan konkret yang bisa dilakukan. Tidak peduli entah pencitraan, dicitrakan, atau mencitrakan, semua kegiatan yang positif untuk mengurangi sampah perlu digalakkan.