SEKRETARIAT PIMPINAN PUSAT KMHDI

Sekretariat Operasional (Surat Menyurat):
Jalan Kakatua Blok AA No. 14 Perumahan Cipinang Indah II, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13430
* Fax. : 021 – 86600779
Sekretariat Domisili :
Jalan Anggrek Nelly Murni Blok A No. 03, RT/RW 02/03 ,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah – Jakarta Barat 11480

Loading

Oleh : Ni Putu Putri Angreni, S.K.G (Kader PC KMHDI Jember)

Selama beberapa tahun terakhir, stunting atau yang secara sederhana merupakan kekurangan gizi jangka panjang pada anak, menjadi isu kesehatan yang serius di Indonesia. Stunting tidak hanya berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan fisik anak, tetapi juga kognitif atau kecerdasan anak. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menyatakan, angka prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6%. Kenyataan ini menjadi ironi, mengingat Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber pangan. Namun, ternyata hampir 22 dari 100 orang generasi masa depan Indonesia mengalami gangguan tumbuh kembang akibat kekurangan gizi.

Menjelang Pemilu 2024, ketiga pasangan calon (paslon) capres-cawapres mengangkat stunting sebagai isu penting yang tertuang dalam visi misi masing-masing. Gizi, akses layanan kesehatan, dan sanitasi masyarakat menjadi beberapa poin penting yang dijabarkan dalam program kerja ketiga paslon. Semuanya ingin mewujudkan target penurunan prevalensi stunting. Namun, belum ada yang menyadari pentingnya kesehatan gigi dan mulut (kesgilut) sebagai bagian kesehatan integral yang harus diperhatikan. Dalam penyelesaian berbagai isu kesehatan, seringkali kesgilut dianaktirikan, termasuk dalam pencegahan dan penanggulangan stunting.

Karies gigi (gigi berlubang/rusak) pada anak dapat menyebabkan gangguan makan dan gangguan tidur yang berakibat pada terganggunya penyerapan nutrisi dan kemampuan tubuh untuk menghasilkan hormon pertumbuhan. Selain itu, gigi yang rusak atau ompong dapat menyebabkan ketidaksempurnaan dalam bicara. Gigi dan mulut yang sehat dapat memfasilitasi konsumsi makanan bergizi dengan baik, menjaga kualitas hidup, dan mempertahankan produktivitas. Faktanya, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa 45,3% masyarakat Indonesia mengalami karies gigi, dan 81,1% kasus dialami oleh anak usia 3-4 tahun. Pada usia ini, umumnya gigi susu pada anak baru tumbuh lengkap.

Selain itu, kesgilut pada ibu hamil juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin. Rongga mulut adalah pintu pertama masuknya makanan ke dalam tubuh sebelum diproses lebih lanjut di saluran cerna. Oleh karena itu, kesgilut yang buruk akan menyebabkan penurunan penyerapan nutrisi sehingga dapat mempengaruhi janin. Penyakit dalam rongga mulut seperti radang gusi dan jaringan penyangga gigi dapat meningkatkan risiko gangguan pada janin, seperti preeklampsia (kondisi ketika tekanan darah ibu hamil meningkat disertai adanya protein di dalam urine).

Berikut beberapa usulan yang dapat penulis paparkan terkait perlunya perhatian pemerintah terhadap kesgilut dalam mewujudkan Indonesia zero stunting:

1. Pemeriksaan Kesgilut Wajib pada Ibu Hamil
Pemerintah telah meluncurkan “Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan/1000 HPK”. Masa 1000 HPK dimulai dari awal kehamilan hingga anak berusia 2 tahun. 1000 HPK ini dikenal dengan istilah window of opportunity, periode emas tumbuh kembang anak. Gangguan yang terjadi selama periode ini dapat memicu gangguan yang bersifat permanen. Oleh karena itu, pemerintah lebih lanjut mencanangkan pelayanan kesehatan sebelum kelahiran/antenatal care (ANC) yang termuat dalam Permenkes RI No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi, dan Pelayanan Kesehatan Seksual. ANC secara terpadu merupakan pelayanan komprehensif dan berkualitas yang dilakukan secara terintegrasi dengan program pelayanan kesehatan lainnya, termasuk pelayanan kesehatan jiwa. Meski demikian, pada peraturan tersebut, tidak disebutkan secara tegas adanya pelayanan kesgilut dalam rincian ANC. Maka dari itu, pelayanan kesgilut sebagai satu kesatuan ANC hendaknya dicantumkan secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan dan dijamin pelaksanaannya di fasilitas kesehatan.

2. Pemeriksaan Kesgilut di Posyandu dan Pemberian Pasta Gigi Anak Berfluoride
Pemeriksaan kesgilut sejak gigi pertama anak tumbuh bisa dilaksanakan di Posyandu dengan melibatkan dokter gigi. American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemeriksaan kesgilut rutin pada anak dimulai sejak usia 6 bulan. Bersamaan dengan pemeriksaan kesgilut, dapat dibagikan pasta gigi anak berfluoride. Fluoride adalah mineral yang dapat melindungi gigi dan mencegahnya dari kerusakan.Dalam pasta gigi anak, kandungan fluoride terbukti aman dan mampu mencegah karies. Orang tua dan anak diberikan edukasi mengenai cara, waktu, dan frekuensi membersihkan gigi sehari-hari. Pola pikir bahwa gigi susu yang berlubang tidak usah dirawat karena akan tanggal sendiri, harus berusaha diluruskan. Orang tua harus dimotivasi untuk segera merawatkan gigi anak yang berlubang ke fasilitas kesehatan tingkat I. Perawatan tumpatan untuk gigi berlubang ini sudah ditanggung oleh BPJS. Justru jika dibiarkan hingga parah, perawatannya akan membutuhkan biaya lebih besar dan dampak kesehatan yang lebih buruk. Jika melihat kembali pada Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu, sebetulnya sudah dicantumkan adanya kegiatan tambahan spesifik mengenai kesgilut. Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD) adalah kegiatan yang dimaksud. Meskipun demikian, hingga saat ini penerapannya belum tampak konsisten, menyeluruh, dan efektif, sehingga memerlukan banyak tinjauan dan evaluasi.

3. Aplikasi Topikal Fluoride
Aplikasi topikal fluoride adalah teknik sederhana yang dilakukan dokter gigi untuk mengaplikasikan fluoride pada permukaan gigi. Fluoridasi ini sangat dianjurkan pada gigi anak dengan tujuan memberikan kesempatan fluor untuk masuk ke email gigi (lapisan terluar gigi) sehingga dapat meningkatkan ketahanan email terhadap kondisi asam dan mencegah terjadinya karies. Tidak dipungkiri bahwa membentuk kebiasaan menyikat gigi dengan baik dan benar menggunakan pasta gigi berfluoride pada anak tidaklah mudah. Untuk itu, pemerintah perlu mencanangkan agenda rutin untuk perawatan aplikasi topikal fluoride pada anak secara massal, misalnya pada saat Hari Kesehatan Gigi Nasional (HKGN) yang telah ditetapkan setiap tanggal 12 September.

4. Upaya Jangka Panjang
Beberapa usul berikut mungkin memerlukan waktu yang panjang untuk direalisasikan, namun sangat penting untuk diperhatikan oleh calon pemimpin negara. Pertama, penanggulangan stunting yang harus digarap serius secara multisektoral memerlukan peran strategis dari bidang pendidikan. Program-program edukasi mulai dari pendidikan dasar, seperti UKS dan UKGS, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi. Edukasi mengenai kesehatan reproduksi dan lainnya yang berkaitan dengan program kerja BKKBN harus mendapatkan penguatan, karena dari sinilah kita akan membentuk para orang tua yang paham bagaimana parenting yang baik untuk tumbuh kembang generasi masa depan yang lebih sehat. Kedua, pemerintah diharapkan mampu mendorong kemandirian alat dan bahan medis kedokteran gigi lokal. Salah satu penyebab masyarakat enggan merawatkan giginya ke dokter gigi adalah karena mahalnya biaya perawatan akibat masih diandalkannya impor untuk penyediaan alat dan bahan medis. Ketiga, ketersediaan dokter gigi masih terbatas dan belum merata. Persentase dokter gigi menurut data Kemenkes pada tahun 2020 hanya sebesar 12% dari jumlah total tenaga medis di Indonesia, dan dokter gigi spesialis hanya 2% saja. Ke depan, diharapkan pemerintah mendorong ketersediaan dan pemerataan dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang masih sangat kalah jauh dibandingkan dokter dan dokter spesialis di Indonesia.

Share:

administrator