![]()
Jakarta, kmhdi.org – Benarkah kita harus menerima tradisi begitu saja, tanpa upaya untuk mempertanyakan relevansinya di era sekarang? Bagi sebagian besar kader, pembagian wilayah berbasis regional di tubuh KMHDI dipandang sebagai taken for granted—cukup dijalankan apa yang sudah ada, tanpa perlu bersusah payah memikirkannya. Cara berpikir seperti ini cukup berbahaya, karena jika dibiarkan begitu saja, ke depan organisasi cenderung hanya akan melahirkan kader bermental good passenger—apes-apesnya, organisasi akan melahirkan bad passenger.
Setidaknya, generasi hari ini mewarisi empat regional yang meliputi: Pertama, Regional Barat (PC KMHDI Medan, BPC KMHDI Bengkulu, PD KMHDI Sumatera Selatan, PC KMHDI OKU, PC KMHDI Palembang, PD KMHDI Lampung, PC KMHDI Bandar Lampung, PC KMHDI Metro, PC KMHDI Lampung Selatan, PD KMHDI DKI Jakarta, PD KMHDI Jawa Barat, PC KMHDI Bogor, dan PC KMHDI Bandung). Totalnya ada 13 (tiga belas) PD, PC, hingga BPC.
Kedua, Regional Jabanusra-Istimewa (BPC KMHDI Surakarta, PC KMHDI Klaten, PC KMHDI Yogyakarta, PD KMHDI Jawa Timur, PC KMHDI Surabaya, PC KMHDI Malang, PC KMHDI Jember, BPC KMHDI Banyuwangi, PD KMHDI Bali, PC KMHDI Denpasar, PC KMHDI Badung, PC KMHDI Buleleng, PC KMHDI Bangli, PC KMHDI Karangasem, PC KMHDI Tabanan, BPC KMHDI Gianyar, PD KMHDI Nusa Tenggara Barat, PC KMHDI Mataram, BPC KMHDI Lombok Tengah, dan PD KMHDI Nusa Tenggara Timur). Totalnya ada 20 (dua puluh) PD, PC, hingga BPC.
Ketiga, Regional Kalimantan (PD KMHDI Kalimantan Tengah, PC KMHDI Palangka Raya, PC KMHDI Kotawaringin Timur, BPD KMHDI Kalimantan Selatan, PC KMHDI Banjarmasin, PC KMHDI Banjarbaru, PC KMHDI Samarinda, dan BPC KMHDI Balikpapan). Totalnya ada 8 (delapan) PD, PC, BPD, hingga BPC.
Terakhir, Regional Sulawesi-Ambon (PD KMHDI Sulawesi Utara, BPC KMHDI Manado, PC KMHDI Gorontalo, BPC KMHDI Bone Bolango, PC KMHDI Mamuju, BPC KMHDI Majene, PD KMHDI Sulawesi Selatan, PC KMHDI Makassar, PC KMHDI Palopo, PD KMHDI Sulawesi Tengah, PC KMHDI Palu, PC KMHDI Banggai, PC KMHDI Poso, PD KMHDI Sulawesi Tenggara, PC KMHDI Kendari, PC KMHDI Kolaka, PC KMHDI Konawe, PC KMHDI Bau Bau, dan PC KMHDI Ambon). Totalnya ada 19 (sembilan belas) PD, PC, hingga BPC.
Pentingnya Menata Kembali
Jelang usia ke-32 tahun, KMHDI telah tersebar di 22 provinsi dari 38 provinsi di seluruh Indonesia. Demi mewujudkan kualitas intelektual muda Hindu seperti yang tertuang di dalam Purwaka, KMHDI menjadikan kaderisasi sebagai “jantung”-nya organisasi. Oleh karenanya, menjadi penting mengharmonisasi semua sektor agar pendidikan kaderisasi dapat diakses secara merata oleh seluruh kader KMHDI—tanpa terkecuali jenjang kaderisasi Training of Trainer (TOT).
Sebagai satu-satunya jenjang kaderisasi yang dilaksanakan berbasis regional, TOT menjadi ajang bagi kader untuk memiliki kenalan baru, mengenal karakter masyarakat di wilayah baru, hingga mengenal destinasi wisata andalan si tuan rumah. Tak sedikit dari mereka yang cengar-cengir, sumringah, hingga membuat daftar destinasi jelang keberangkatan. Tapi ada juga (biasanya pimpinan) yang mengerutkan dahi, mendadak migrain, hingga meningkatkan intensitas pertemuan dengan senior—demi memperoleh biaya keberangkatan dan kepulangan.
Biaya menjadi salah satu faktor yang memberikan pengaruh secara signifikan terhadap kuantitas dan kualitas kader di KMHDI. Karena sebenar-benarnya kaderisasi adalah proses yang mampu mendidik kader dalam jumlah yang besar, sekaligus dengan standar yang terukur. Lantas, apa jadinya apabila jumlahnya sedikit? Alhasil, jumlah pelatih di KMHDI menjadi terbatas, pendistribusian pelatih tidak merata, dan muaranya adalah kader yang tidak dapat mengakses kaderisasi dengan standar yang terukur.
Persoalan di atas pernah didiskusikan dan diberikan kelonggaran sebagai salah satu solusi bersama. Melalui ketetapan Mahasabha XIII KMHDI tentang Rekomendasi Internal dan Eksternal disebutkan bahwa “Pimpinan Pusat KMHDI Periode 2023-2025 memastikan dan mewajibkan Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang KMHDI melaksanakan TOT Regional dan atau daerah”. Artinya, ketetapan tersebut memberikan keleluasaan bagi organisasi untuk melaksanakan TOT, baik berbasis regional ataupun daerah. Bagi yang memiliki keterbatasan resources, pelaksanaan berbasis daerah sangat direkomendasikan.
“Membelah” Regional
Wacana pembentukkan regional baru pernah hadir jelang perhelatan Mahasabha XIII KMHDI di Palu, Sulawesi Tengah pada tahun 2023 lalu. Beberapa figur KMHDI di wilayah Jawa membangun narasi agar PD, PC, hingga BPC KMHDI yang berada di Pulau Jawa berhimpun dalam satu regional. Pertimbangan efisiensi anggaran, hingga aksesbilitas menjadi beberapa pertimbangannya. Sayangnya, wacana ini perlahan tenggelam dengan sendirinya.
Tenggelamnya wacana tersebut bisa jadi diakibatkan oleh argumentasi yang belum sepenuhnya utuh. Pertimbangan atas studi kasus di atas hanya menitikberatkan kepada aspek biaya, moda transportasi yang selanjutnya berimplikasi kepada efisiensi biaya, akses, serta penyelenggaraan TOT di Pulau Jawa saja. Lantas bagaimana dengan pulau-pulau di luar Jawa yang belum memiliki moda dan tarif transportasi yang memadai?
Pelaksanaan Konferensi Pendidikan Kaderisasi Nasional (Konfrendiknas) IV KMHDI yang akan diselenggarakan pada akhir Juni 2025 dapat dijadikan momentum guna membicarakan kembali segala kemungkinan, salah satunya adalah kemungkinan untuk “membelah” regional KMHDI. Setidaknya ada dua pendekatan (tidak menutup kemungkinan ada model pendekatan lainnya) yang dapat digunakan dalam upaya menata kembali regional di KMHDI. Pertama melalui pendekatan geografis dan kedua pendekatan jumlah. Mari kita bahas satu per satu.
Pendekatan Geografis
Lebarnya jarak antara daerah satu dengan daerah lainnya adalah tantangan yang dihadapi dan harus ditaklukkan oleh sebagian besar PD/PC KMHDI tatkala menyambut pelaksanaan TOT. Sebagai contoh, PC KMHDI Palangka Raya setidaknya harus menempuh jalur darat selama 15 jam apabila tuan rumah TOT tahun 2025 adalah PC KMHDI Samarinda. Akan menjadi lebih singkat apabila menggunakan moda transportasi pesawat, dengan konsekuensi biaya pun seketika melambung.
Melalui pendekatan geografis, ruang lingkup peserta TOT menjadi lebih terbatas, mengingat hal yang diprioritaskan adalah dekatnya jarak dengan tuan rumah selaku penyelenggara. Pendekatan geografis juga harus dilengkapi dengan instrument atau kriteria tersentu, seperti: jarak dan waktu tempuh maksimal, ketersediaan dan aksesbilitas moda transportasi, hingga ambang batas atas biaya yang harus dihabiskan di saat harus mengirimkan delegasi (dihitung per satu kader).
Pendekatan ini pun melahirkan konsekuensi, salah satunya adalah jumlah PD, PC, BPD, hingga BPC yang tidak merata antar regional. Bisa saja jumlah PD, PC, BPD, BPC regional di Pulau Jawa akan lebih besar tinimbang satu regional yang ada di Pulau Sulawesi, begitu juga sebaliknya. Ketidakberimbangan jumlah yang diakibatkan oleh pendekatan ini bisa saja menimbulkan kecemburuan sosial yang berimplikasi kepada komunikasi maupun koordinasi antar organisasi—apalagi TOT sering kali menjadi ruang bagi para peserta membangun komunikasi-komunikasi strategis demi mewujudkan kepentingan organisasi.
Pendekatan Jumlah
Guna menanggulangi persoalan timpangnya jumlah antar regional, maka jalan lain yang dapat ditempuh adalah melalui pendekatan jumlah. Melalui pendekatan ini, proporsional jumlah menjadi prioritas utama—tanpa menegasikan persoalan geografis. Proporsionalnya jumlah PD, PC, BPD, hingga BPC dalam satu regional, setidaknya akan mengisi rasa keadilan—meski hanya dalam perspektif prosedural.
Meski demikian, pendekatan ini juga tidak luput dari konsekuensi. Besarnya jumlah regional yang terbentuk akan memberi tantangan bagi organisasi dalam melaksanakan proses kaderisasi—salah satunya adalah tantangan dalam mengatur kalender kaderisasi. Jika pendekatan ini disepakati, maka menjadi penting untuk bersama-sama mengharmonisasi ambang batas minimal dan maksimal waktu pelaksanaan setiap jenjang kaderisasi.
Kembali menengok sebentar ke belakang, langkah yang sudah diambil pada saat Mahasabha XIII KMHDI di Palu beberapa waktu lalu sejatinya menjadi pijakan penting bagi organisasi untuk memperjelas mekanisme pelaksanaan TOT, khususnya dalam konteks basis penyelenggaraan. Dalam konteks hari ini, diskursus perihal TOT menjadi sangat penting untuk dibahas secara mendalam dalam ruang diskusi Konfrendiknas—meski belum menuntaskan pelbagai persoalan kaderisasi, setidaknya satu obstacle dapat dihilangkan untuk mempermudah jalan membersihkan obstacle-obstacle lain di depan.
Penulis : Teddy Chrisprimanata Putra (Sekretaris Jenderal PP KMHDI)
