SEKRETARIAT PIMPINAN PUSAT KMHDI

Sekretariat Operasional (Surat Menyurat):
Jalan Kakatua Blok AA No. 14 Perumahan Cipinang Indah II, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13430
* Fax. : 021 – 86600779
Sekretariat Domisili :
Jalan Anggrek Nelly Murni Blok A No. 03, RT/RW 02/03 ,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah – Jakarta Barat 11480

Loading

Oleh: I Dewa Gede Darma Permana, S.Pd (Kabid Litbang PC KMHDI Denpasar)

Memberi sesuatu yang bermanfaat merupakan salah satu perbuatan mulia dalam kehidupan. Begitu juga umat Hindu yang mengenal konsep yajna, tentu sudah sering mempersembahkan korban suci untuk kebaikan hidup bersama di dunia. Terlebih dengan kepercayaan akan adanya Karmaphala (hasil perbuatan), semakin membuat umat Hindu bersemangat dalam hal memberi guna sebagai bekal baik di kemudian hari.

Di dalam agama Hindu, posisi memberi atau berderma dikenal melalui konsep agung yang bernama Dana Punia. Entitas tersebut masuk ke dalam salah satu dari 10 macam pengendalian diri dalam tataran rohani yang dikenal dengan ajaran Dasa Nyama Bratha. Lebih lanjut, hakikat Dana Punia sebagai perbuatan derma juga dijabarkan secara panjang lebar oleh beberapa kitabsuci Hindu. Salah satunya kitab Manavadharmasastra I.86 yang menekankan keagungan Dana Punia sebagai hal paling utama untuk menyelamatkan hidup manusia di zaman Kali Yuga (Pudja, dan Sudharta, 2002: 49).Sehingga tak ayal, sekurang apapun kondisi umat Hindu dalam kehidupan duniawi, sudah dijamin pasti senantiasa berusaha untuk ber-Dana Punia guna memenuhi kewajiban rohani.

Dewasa kini, eksistensi Dana Punia di dalam romansa kehidupan umat Hindu tentu paling bisa dirasakan ketika adanya piodalan atau upacara besar di Pura. Terlebih dengan sistematika Dana Punia yang berisi tahap pencatatan dan penyiaran, menjadi magnet tersendiri untuk menarik minat umat Hindu dari segala penjuru dan golongan guna berbondong-bondong menghaturkan harta yang dimilikinya. Sehingga secara tidak langsung, Dana Punia juga terasa bagai media penyiar kualitas strata ekonomi umat penghaturnya. Tidak heran apabila Dana Punia bisa mencapai angkajutaan, ratusan juta, bahkan sampai miliaran dalam sekali rangkaian upacara besar di suatu Pura.

Piodalan di Pura Besakih, Bali bisa menjadi salah satu contoh dari elitnya besaran Dana Punia. Dikutip dari NusaBali (2023), puncak Karya Agung Ida Bhatara Turun Kabeh yang terlaksana pada hari Buddha (Rabu) Umanis, Wuku Prangbakat (5/4/2) mampu menyerap Dana Punia sebesar Rp. 7.794 miliar, dan dipergunakan sebesar Rp. 4.165 miliar dari tahap awal (Negtegang) sampai tahap akhir (Nyineb). Sehingga dari kalkulasi tersebut, masih tersisa dana sebesar Rp. 3.629 miliar. Jumlah yang tentunya fantastis untuk ukuran penyelenggaraan upacara keagamaan.

Besarnya angka Dana Punia tersebut tentu tercipta berkat antusiasmenya umat atau pamedek yang tangkil selama rangkaian karya. Data tersebut menjadi refleksi penegas dari besarnya bhakti dan ketulusan umat Hindu dalam hal memberi melalui Dana Punia. Terlebih data tersebut baru mencatat jumlah Dana Punia untuk satu Pura dengan satu karya agungnya. Belum lagi jumlah Dana Punia untuk piodalan di Pura Kahyangan Jagat lain, Pura Kahyangan Tiga yang ada di masing-masing Desa Adat, serta piodalan atau upacara yajna yang rutin terlaksana setiap tahun. Jika itu dihitung, sungguh betapa besarnya luapan gelombang dana yang mengalir sebagai sebuah cermin pemberian dari hubungan vertikal antara manusia kepada pencipta-Nya.

Namun sayang seribu sayang, jor-jorannya umat Hindu dalam ber-Dana Punia guna menyukseskan rangkaian upacara nyatanya tidak seheboh untuk kegiatan kemanusiaan (Soethama, 2014: 32). Masih langka terdengar di telinga terkumpulnya Dana Punia secara megah untuk keperluan membantu fakir miskin, beasiswa anak Hindu yang kurang mampu, atau untuk pembangunan Pasraman berbasis ke-Hinduan. Hal ini pun memunculkan stigma, Apakah umat Hindu menganggap memberiuntuk Beliau Yang sudah Maha Segalanya jauh lebih utama daripada memberi untuk saudaranya yang berada dalam keadaan nestapa?

Merujuk pada sastra, kitab Sarasamuscaya sloka 193 (Tim Penyusun, 2021: 144),sesungguhnya telah memberikan pedoman mengenai peruntukan tepat untuk arah Dana Punia yaitu:

Lwirning yukti ikang zoehana dana wwang suddhacara, wivang daridra, tan penemu ahara, wwang mare angegong harep kuning, ikang dane ring wong mangkane agung phalanika 

Terjemahan:

Orang yang patut diberikan sedekah, ialah orang yang berkelakuan baik, orang miskin yang kesulitan dalam hal pangan, orang yang benar-benar mengharapkan bantuan, pemberian derma/sedekah kepada orang yang demikian, sangatlah besar pahalanya.

Melalui pernyataan tersebut sesungguhnya sudah jelas tujuan Dana Punia ada, dan untuk siapa yang lebih patut menerimanya. Dana Punia tidak semata-mata untuk yang di atas, namun yang terpenting justru untuk yang di kanan, kiri, depan, atau belakang yang hidupnya tengah terperas. Dana Punia ternyata tidak sekedar untuk kepentingan spiritualitas, namun mengacu kepada peningkatan hidup umat agar semakin berkualitas. Dana Punia juga bukanlah ajang untuk menunjukkan paras, namun lebih kepada usaha untuk membuat kehidupan senantiasa damai dan selaras.

Terlebih jika dikorelasikan dengan kondisi di era kekinian, umat Hindu masih memiliki banyak problematika klasik dari sisi ekonomi dan kemanusiaan yang mesti diselesaikan. Problematika tersebut antara lain: masih belum optimalnya kualitas Pendidikan Agama Hindu, hantu konversi keagamaan yang senantiasa siap meneror, serta tingkat kesejahteraan umat Hindu di wilayah 3T yang masih sulit dalam memenuhi kebutuhan finansial. Untuk itu, penyaluran dan pemanfaatan Dana Punia yang efektif untuk ranah sosial dan kemanusiaan mungkin bisa dicoba sebagai obat mujarab untuk mengatasi segala permasalahan, namun dengan catatan besarannya mungkin bisa sama atau paling tidak mendekati seperti Dana Punia untuk keperluan upacara.

Sekarang kembali lagi kepada kesadaran dan pilihan umat Hindu sebagai insan yang katanya sangat ringan tangan. Kesadaran untuk ber-Dana Punia memang penting untuk dipupuk sejak dini, namun perlu juga diiringi dengan edukasi untuk apa dan siapa peruntukan Dana Punia itu sendiri. Eksistensi Dana Punia juga perlu diperluas sehingga tidak hanya hadir dalam lingkup Pura atau saat upacara suci yang sifatnya terbatas. Dengan demikian, diharapkan kedepan ringan tangannya umat Hindu tidak hanya lagi fokus untuk Beliau yang sudah punya segalanya, namun bisa menyasar ke pihak atau kebutuhan urgen yang lebih membutuhkan. Sehingga di akhir, stigma Dana Punia untuk hubungan horizontal tidak lagi seperti judul single pertama milik dari Willy Junior yaitu “Begitu Sulit.”

Daftar Referensi:

NusaBali.com. 2023. Karya di Pura Besakih Habiskan Rp 4,165 M. Retrieved June 20, 2023, from https://www.nusabali.com/berita/140853/karya-di-pura-besakih-habiskan-rp-4165-m

Pudja, Gde dan Sudharta, Tjokorda Rai. 2002. Manawa Dharmacastra. Jakarta: CV. Felita Nursantama Lestari.

Soethama, Gde Aryantha. 2014. Bali Tikam Bali (Cetakan ke-3). Denpasar: Arti Foundation. Tim Penyusun. 2021. Sarasamuccaya dan Terjemahannya. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama RI.

Share:

administrator