![]()
Jakarta, kmhdi.org – Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) mendesak pemerintah meninjau ulang pemberlakukan Omnisbuslaw Cipta Kerja dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8 Tahun 2024 tentang Pengaturan Kebijakan Impor.
Hal ini karena dua peraturan tersebut berdampak buruk bagi kesejahteraan buruh dan industri dalam negeri.
Ketua Umum PP KMHDI Wayan Darmawan mengatakan rezim Omnisbuslaw Cipta Kerja telah membuat buruh rentan terkena PHK. Dalam rezim ini pemutusan kerja oleh perusahaan sangat mudah dilakukan, tanpa melalui proses perundingan.
“Padahal dalam ketentuan UU Ketenagakerjaan sebelumnya ada mekanisme perundingan jika perusahaan ingin melakukan pemutusan hubungan kerja,” terangnya.
Lebih lanjut, Darmawan mengatakan rezim Omnisbuslaw Cipta Kerja juga membuat buruh mengalami ketidak pastian kerja. Hal ini karena dalam rezim Cipta Kerja tidak ada lagi batasan maksimal durasi kontrak kerja.
Hal ini berbeda dengan peraturan sebelumnya, dimana Kontrak Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maksimal 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang sekali selama 1 tahun.
“Hal ini berdampak bahwa buruh kontrak bisa terus menerus diperpanjang tanpa pernah diangkat sebagai pekerja tetap,” terangnya.
Sementara itu, Darmawan mengatakan peninjauan kembali untuk Permendag 8 perlu dilakukan lantaran, peraturan ini telah menyebabkan industri dalam negeri terancam.
Darmawan menjelaskan bahwa Permendag ini menghapus syarat pertimbangn teknis (pertek) untuk impor, terutama pada pada komoditas pakian jadi dan alas kaki. Sebelumnya pertek berfungsi sebagai filter produk impor.
“Penghapusan ini membuat produk impor lebih mudah masuk dan tidak terkendali di pasar dalam negeri yang berimplikasi pada terancamnya industri lokal dan memincu PHK massal,” terangnya.
