SEKRETARIAT PIMPINAN PUSAT KMHDI

Sekretariat Operasional (Surat Menyurat):
Jalan Kakatua Blok AA No. 14 Perumahan Cipinang Indah II, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13430
* Fax. : 021 – 86600779
Sekretariat Domisili :
Jalan Anggrek Nelly Murni Blok A No. 03, RT/RW 02/03 ,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah – Jakarta Barat 11480

Loading

Badung, kmhdi.org – Sudah 31 Tahun KMHDI berdiri, menghadapi banyaknya dinamika yang ada di Indonesia. Namun untuk hari ini, masihkah KMHDI dibutuhkan oleh setiap mahasiswa Hindu?

Pelaksanaan Mahasabha XII di Palu tahun 2023 yang penulis anggap kontraproduktif adalah dasar masalah mengapa penulis mengangkat judul diatas. Kurang cermatnya delegasi Mahasabha XII dalam membaca situasi kenegaraan, keumatan, dan gerakan kemahasiswaan di Indonesia membuat pelaksanaan forum tertinggi itu tak lebih dari sekadar restrukturisasi pengurus PP KMHDI.

Mahasabha harusnya menjadi forum untuk mencari solusi dari masalah—masalah besar yang kita hadapi, seperti pemerataan pendidikan, kemandirian ekonomi, penegakan hukum dan demokrasi, pemajuan daerah tertinggal, hingga masalah keumatan yang spesifik seperti dualisme PHDI. Namun kenyataannya, Mahasabha XII terlihat hanya jadi ajang unjuk gigi adu argumentasi -yang sekali lagi kontraproduktif- dalam forum evaluasi dan laporan pertanggungjawaban.

Penulis yang pada saat itu hadir sebagai salah satu delegasi dari Provinsi Bali menyayangkan akhirnya delegasi KMHDI se-Bali mengurungkan niat untuk menawarkan gagasan dalam Sidang Komisi dikarenakan sidang Tata Tertib dan sidang LPJ yang berlarut-larut hingga sidang Pembentukan Komisi baru dilaksanakan H-1 jadwal kepulangan delegasi.

Beberapa kajian KMHDI se-Bali yang penulis catat yaitu:

1.Kajian Pengaruh Kurikulum Merdeka terhadap Gerakan Organisasi Kemahasiswaan
2.Kajian Akses dan Mekanisme Beasiswa LPDP RI Untuk Kader KMHDI
3.Kajian KMHDI Sebagai Mediator Akses KUR UMKM Untuk Mahasiswa Pengusaha
4.Kajian Optimalisasi Peran BDDN

Dalam diskusi internal yang akan penulis ungkapkan, delegasi Mahasabha dari Bali bersepakat untuk tidak mengutarakan dan membahas kajian-kajian tersebut diatas karena akan menghabiskan banyak waktu, sehingga merugikan para delegasi yang telah terjadwalkan untuk pulang di hari esoknya.

Mahasabha XII yang berlangsung dengan kontraproduktif mencerminkan kondisi KMHDI yang tidak memiliki sense of urgency dan sense of emergency.

Sense Of Urgency

Dalam buku “The Seven Habits of Highly Effective People”, Stephen R. Covey menegaskan perbedaan antara sesuatu yang “penting dan tidak mendesak” dengan sesuatu yang “penting dan mendesak (urgent)”. Secara Bahasa Indonesia, ini menyadarkan kita untuk membedakan makna kata ‘penting’ dan ‘urgen’ atau mendesak. Tulisan Stephen Covey itu ingin mengungkapkan bahwa kita sering hanya berkonsentrasi pada hal-hal yang mendesak (urgen), yang sebelumnya itu menjadi hal penting namun kita mengabaikannya karena menganggap belum urgen.

Akhirnya karena hal-hal penting tersebut karena terabaikan, kini menumpuk dalam satu forum dan menjadi sesuatu yang mendesak. Untuk membuktikannya, kita bisa melihat bagaimana PP KMHDI setelah terbentuk di Mahasabha barulah membahas pembentukkan Lembaga KMHDI menjelang Rakernas XII, yaitu Lembaga Demokrasi dan Lembaga Ekonomi Kreatif dan UMKM.

Pembentukkan 2 lembaga itu mencirikan bahwa PP KMHDI Periode 2023-2025 telah membaca adanya keterabaian KMHDI dalam menjawab tantangan Kemandirian Ekonomi dan Penegakan Hukum dan Demokrasi yang merupakan hal penting yang bila terus diabaikan, nantinya akan menjadi hal mendesak dan berpotensi menghambat perkembangan organisasi KMHDI.

Pada puncaknya, 2 lembaga KMHDI ini akan menjadi cikal bakal terbentuknya lembaga baru yang memiliki badan hukum sendiri, seperti misalnya menjadi Persatuan Pengusaha Muda Hindu Dharma Indonesia, dan Perhimpunan Pemerhati Hukum dan Demokrasi atau sejenisnya. Demikian adalah cara untuk memastikan semangat dan ideologi KMHDI tidak terhenti setelah seseorang tidak lagi berstatus mahasiswa, dan membangun kekuatan baru untuk keberlangsungan KMHDI di masa depan.

Selain tentang kemandirian ekonomi dan penegakan hukum dan demokrasi, apa lagi hal penting yang harus dilakukan KMHDI saat ini?

1.Beasiswa Pendidikan; pematangan program Pendampingan Beasiswa LPDP RI Departemen Litbang menjadi program dibawah naungan Lembaga Pendidikan KMHDI sebagai salah satu daya tawar KMHDI di masyarakat.
2.Reorientasi KMHDI; Pengejawantahan Purwaka KMHDI dalam bentuk Buku Besar, sebagai pedoman gerakan KMHDI dengan mempertimbangkan perkembangan dunia hari ini.
3.Teks Rekon Sejarah KMHDI; Penulisan Sejarah KMHDI dengan mencari kembali kejadian sebenarnya berdasarkan sumber primer dan sekunder, dan melakukan reorientasi sejarah sesuai tujuan purwaka KMHDI.
4.Dekonsentrasi Mahasabha; Penyesuaian jenjang musyawarah KMHDI dari Mahasabha, lalu Lokasabha dan Sabha untuk memastikan keselarasan GBHO diturunkan ke GBPK setiap Daerah dan Cabang.
5.Konsentrasi Program KMHDI Mengajar; Penguatan program KMHDI Mengajar di seluruh Daerah dan Cabang untuk merawat kontribusi KMHDI secara serentak dan seragam.

Kita tidak perlu menunggu terjadinya irelevansi pada kehadiran KMHDI untuk memperhatikan poin-poin diatas.

SenseOf Emergency

Istilah “sense of emergency” ini saya kutip dari pernyataan Wali Kota Bogor, Bima Arya dalam sebuah diskusi online pada Kamis, 8 Juli 2021. Ketika itu Bima Arya menyampaikan hal berikut:

“sikap sense of emergency harus ada pada semua pihak, tidak hanya pada aparatur, tapi seluruh warga untuk Bersama-sama mengatasi COVID-19”.

Tak hanya Bima Arya, Ketua DPR RI Puan Maharani dan beberapa pejabat negara lainnya juga menyerukan hal yang sama dalam menghadapi Pandemi Covid-19.

Secara sederhana, sense of emergency adalah sebuah kepekaan untuk menghetikan segala aktifitas biasanya untuk menghadapi sebuah keadaan darurat, yang pada saat Bima Arya dan Puan Maharani maksud adalah Pandemi COVID-19.

Bila kita lihat lebih dalam, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama 2 tahun pada 2020-2022 mengakibatkan perubahan pola aktifitas masyarakat yang sangat drastis.

2 tahun Pandemi COVID-19 mengalihkan dominasi aktivitas masyarakat dunia ke arah online, tak terlepas dialami seluruh mahasiswa. Hingga hasilnya kini kita menghadapi situasi mahasiswa yang jauh lebih pragmatis dan praktis ketimbang situasi mahasiswa pra-pandemi.

Dalam menghadapi situasi mahasiswa hari ini seharusnya KMHDI mengaktifkan sense of emergency nya untuk memusatkan fokus dalam membaca permasalahan mahasiswa dan solusi pola organisasi KMHDI, untuk menjaga relevansi KMHDI. Melihat perkembangan dalam Mahasabha XII, terlihat KMHDI tidak memiliki sense of emergency dalam menghadapi situasi mahasiswa pasca Pandemi COVID-19 dan tetap menjalankan pola-pola lamanya.

Berikut adalah beberapa hal yang harus dilakukan dalam rangka sense of emergency KMHDI:

1.Mengkaji pola kaderisasi KMHDI di era Society 5.0 yang selanjutnya dijadikan acuan untuk mengevaluasi dan merevisi buku-buku kaderisasi KMHDI.
2.Membebaskan inovasi dan inisiasi Daerah dan Cabang dalam mengkonsepkan pola kaderisasi di wilayah kerjanya sebari menunggu hasil pengkajian pola kaderisasi KMHDI di era Society 5.0.

Penutup

Untuk mengejar ketertinggalan KMHDI yang terdesak oleh pragmatisme mahasiswa pasca Pandemi COVID-19, KMHDI harus lebih mengaktifkan penalaran kritisnya. Tidak adanya sense of urgency dan sense of emergency di KMHDI sangat berbahaya untuk keberlangsungan KMHDI kedepan. Sehingga, diharapkan forum Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas) ke XIII mendatang dapat menjadi angin segar bagi keberlangsungan KMHDI di setiap daerah.

Oleh: I Gusti Agung Arya Dhanyananda ( Ketua PC KMHDI Badung) 

Share:

administrator