SEKRETARIAT PIMPINAN PUSAT KMHDI

Sekretariat Operasional (Surat Menyurat):
Jalan Kakatua Blok AA No. 14 Perumahan Cipinang Indah II, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13430
* Fax. : 021 – 86600779
Sekretariat Domisili :
Jalan Anggrek Nelly Murni Blok A No. 03, RT/RW 02/03 ,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah – Jakarta Barat 11480

Loading

Bali memiliki beraneka ragam tradisi khas yang mencerminkan adat istiadat, selain itu Bali juga memiliki keindahan alam yang mempesona sehingga menarik para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Tidak hanya itu Bali juga dikenal dengan kentalnya kultur religius dengan berbagai upacara keagamaan. Salah satu tradisi yang sangat kental yakni tradisi megibung yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat untuk duduk bersama saling berbagi khususnya dalam hal makanan, dalam tradisi ini masyarakat tidak hanya merasa kenyang (dalam istiah Bali dikenal dengan wareg) tetapi masyarakat dapat bertukar pikiran hingga bersendagurau satu sama lain. Dalam hal ini masyarakat berbaur sehingga tidak ada perbedaan kasta, orang kaya maupun orang miskin, putih maupun hitam (Inge S, 2013). Uniknya tradisi megibung ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Hindu pada umumnya akan tetapi juga dijalankan oleh umat Islam yang tinggal di Kampung Islam Kepaon Denpasar yang masih dijalankan dan dilestarikan hingga saaat ini.

Kampung Islam Kepaon terletak di Desa Pemogan, Denpasar Selatan dengan kehidupan sosiokultural yang sangat kuat sebagai identitas agama Islam. Hal tersebut tercermin dari simbol, tanda dan identitas diri yang melekat pada masyarakat Kampung Islam Kepaon yakni dengan terdapat bangunan masjid yang dikenal dengan Masjid Yayasan Al Muhajirin, simbol-simbol Islam pada setiap rumah masyarakat Kampung Islam Kepaon, masyarakat menjalankan aktivitas keislaman, wanita umat islam dengan menggunakan hijab atau kerudung (Wulandari, 2017). Kampung berbasis Islam ini memiliki kearifan lokal dan menanamkan nial-nilai yang menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari antara etnik Bugis dan Etnik Bali dengan menyesuaikan diri di tengah kehidupan warga Hindu sehingga terbentuklah suatu akulturasi umat beragama.

Akulturasi kebudayaan yang diterapkan oleh masyarakat Islam di Kampung Islam Kepaon yakni dengan mengadaptasi tradisi kebudayaan agama Hindu yakni tradisi megibung tanpa menghilangkan ataupun membentuk suatu kebudayaan baru lainnya. Tradisi ini telah dijalankan dan diwariskan secara turun temurun yang dilaksanakan tiga kali pada saat bulan Ramadhan yaitu hari ke 10 , hari ke 20, dan hari ke 30 puasa Ramadhan. Proses memasak makanan tersebut dilakukan secara bergiliran dari masing-masing RT di Kampung Kepaon. Tradisi megibung dilaksanakan di Masjid Al Muhajirin dengan dihadiri oleh jamaah masjid yang dimulai dari buka puasa, hingga sholat maghrib berjamaah.

Globalisasi memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan antara lain aspek politik, ekonomi, hingga aspek sosial budaya, dengan adanya kemajuan IPTEK yang memudahkan masyarakat saling berkomunikasi tanpa adanya jarak. Globalisasi sangat mempengaruhi proses antara satu kebudayaan dengan kebudaaan lainnya sehingga kerap terjadinya suatu fenomena perubahan kebudayaan dalam masyarakat yang tidak dapat dihindari, sebagai proses penyebaran budaya yang berlangsung sangat cepat, hal ini menyebabkan sifatnya tidak hanya sekadar bilateral atau bipolar yang melibatkan dua pihak, tetapi sudah bersifat multilateral yang melibatkan beberapa pihak.

.

Nilai-Nilai Yang Timbul Dari Akulturasi Tradisi Megibung Di Kampung Islam Denpasar Selatan

Megibung memiliki makna yang sangat dalam yaitu makan secara bersama-sama untuk mempererat kebersamaan antar keluarga maupun masyarakat yang terdiri dari 6-8 orang. Bagi Masyarakat Bali, tradisi ini bermakna sangat krusial terutama dalam hal kebersamaan saling berbagi satu sama lain tanpa melihat kasta dan materi yang dimiliki oleh seseorang. Makanan yang disajikan seperti nasi, lauk sebagai pelengkap nasi (sate, lawar, pepesan ayam atau babi, lawar kowoh). Sebelum dimulainya megibung dilakukan kegiatan mebanten (sembahyang), setelah itu baru dilakukannya megibung. Terdapat norma atau aturan dalam tradisi ini yakni jika terdapat salah satu peserta megibung sudah merasa kenyang, peserta tersebut dilarang untuk meninggalkan tempat megibung dan wajib menunggu peserta lain selesai serta pada saat makan tidak boleh ada yang terjatuh di dalam wadah nasi atau lauk. Tradisi ini dapat dilaksanakan di banjar yang dilakukan oleh seluruh warga banjar, serta di dadya dilakukan oleh keluarga besar satu ruang lingkup tempat tinggal. Ketentuan waktu pelaksanaan tradisi ini dilakukan menurut perhitungan bulan (sasih) dan wuku (210 hari).

.

Eksistensi Tradisi Megibung Di Kampung Islam Denpasar Selatan Di Tengah Gempuran Era Globalisasi

Desa Pemogan yang terletak di Kecamatan Denpasar Selatan dengan batas-batas wilayah yakni sebelah utara Desa Pakraman Pedungan, sebelah timur Desa Pakraman Pedungan, di selatan Desa Pakraman Kepaon dan sebelah barat Subak Abian Base Pemecutan Kelod dan Dauh Puri Kauh. Desa Pemogan memiliki kunci kehidupan yakni kebenaran adalah dasar untuk mencapai kesucian tertinggi. Desa ini memiliki tiga desa adat antara lain Desa Adat Pemogan, Desa Adat Kepaon serta Desa Adat Islam Kepaon. Proses penyebutan nama Desa Adat Islam Kepaon akhirnya menjadi Kampung Islam Kepaon dikarenakan kondisi wilayah tersebut merupakan potret kampung kota yang teretak di tengah dominasi Umat Hindu kampung islam kepaon yang mencoba untuk mengaktualisasikan keberadaan mereka ditengah arus modernisasi pusat kota Denpasar. Pilar etimologi “kepaon” berasal dari kata paon yang berarti dapur. Pada jaman dahulu, saat upacara akan dimulai diperlukan berbagai macam makanan yang sudah siap saji. Proses makanan yang dimatangkan tersebut dilakukan oleh kelompok lain untuk membuat sebuah dapur suci yang khusus untuk keperluan upacara. Tempat memasak itu kemudian disebut Sunya Powaregan/ dapur suci. Paon yang mendapat kata depan “ke” memiliki arti pergi ke suatu tempat. Dapat ditarik benang merah bahwa kepaon memiliki arti datang ke dapur untuk mencari perlengkapan upacara.

Desa Adat Islam Kepaon atau disebut Kampung Islam Kepaon dengan mayorita masyarakat beragama islam. Rekam jejak umat islam yang berada di Bali diterima terbuka oleh masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu. Banyak transmigran yang datang ke Bali untuk sebagai pemenuhan perekonomian melalui modal sosial yang dimiliki. Islam masuk ke Bali bermula dari komunitas Muslim lama yang telah eksis sejak abad 15 M, di zaman kerajaan Gelgel era kepemimpinan Dalem Ketut Ngelesir. Hal ini dapat dibuktikan dari prasasti, bahkan bangunan-bangunan penting kerajaan di Puri, cap kerajaan Klungkung yang menggunakan huruf Arab karena pada zaman Raja Ida Bagus Jambe kerajaan ini telah menjalin hubungan diplomatik dengan sebuah kerajaan Islam di Jambi (Sumatera Selatan). Semua fakta historis tadi menjadi bukti bahwa Islam hakikatnya bukan fenomena baru di Bali, melainkan telah menjadi entitas dengan usiaratusan tahun, hampir sama tuanya dengan komunitas Muslim di daerah-daerah lain di Indonesia. Masyarakat Islam di Bali bersifat pluralistis karena berasal dari beberapa etnis, seperti Jawa, Madura Bugis, Keturunan Arab dan India. Ada beberapa kampung yang di tempati oleh masyarakat muslim di Bali, antara lain di daerah Negara yaitu Loloan Barat, Loloan Timur, Kampung Pangembangan, Banyubiru. Buleleng yaitu Kampung Bugis, Kampung Islam. Badung yaitu Kampung Islam Kepaon.

.

Upaya yang dilakukan baik dari masyarakat maupun tokoh agama di Kampung Islam Denpasar Selatan agar tradisi megibung tetap eksis di tengah gempuran era globalisasi

Berbagai upaya telah baik oleh masyarakat maupun tokoh agama sehingga tradisi megibung di Kampung Islam Denpasar Selatan tetap eksis di tenga gempuran era globalisasi salah satunya yakni setiap bulan suci ramadhan masyarakat berkumpul di msjid untuk buka puasa bersama-sama, meraka membawa lauk pauk dari rumah masing-masing dan digabung ketika di masjid. Sebelum melaksanakan tradisi ini warga terlebih dahulu melaksanakan hataman Al-Qur’an, ketika memasuki magrib, mereka lalu bersiap-siap untuk melaksanakan buka puasa, setelah berbuka masyarakat melakukan wudhu untuk melakukan shalat magrib kemudian dilanjutkan dengan megibung. Para tokoh-tokoh masyarakat melaksanakan megibung di ruang utama masjid, sementara warga dan anak-anak lainnya melaksanakan tradisi ini di teras masjid. Abdul Ghani salah satu tokoh agama di Desa Kepaon menuturkan, tradisi megibung yang dimiliki oleh warga di sana tidak terlepas dari sejarah terciptanya Kampung Islam Kepaon. Kampung itu terbentuk dulu pada zaman kerajaan Hindu Bali, yakni Kerajaan Puri Pemecutan. “Ada salah satu dari putri raja itu yang mualaf, beliau punya keturunan, beliau bawa pasukan ketika itu, ketika itu masih zaman perang pada waktu itu, pasukannya itu menetap di (kampung) sini,” tuturnya.

Abdul Ghani menegaskan, bahwa tradisi megibung di Kampung Islam Kepaon sebenarnya tidak hanya dilaksanakan pada bulan puasa semata, tetapi juga di berbagai acara lainnya. Beberapa acara yang berisi megibung di antaranya seperti selamatan kelahiran bayi hingga tiga bulanan bayi dan gunting rambut. Beliau juga menegaskan, bahwa tradisi megibung di Kampung Islam Kepaon sebenarnya tidak hanya dilaksanakan pada bulan puasa semata, tetapi juga di berbagai acara lainnya. Beberapa acara yang berisi megibung di antaranya seperti selamatan kelahiran bayi hingga tiga bulanan bayi dan gunting rambut. Sementara ketika bulan puasa, tradisi megibung dilaksanakan khusus ketika tanggal 10, 20 dan 30 bulan Ramadan. Megibung dilaksanakan pada tiga tanggal tersebut karena bertepatan dengan acara hataman Al-Qur’an. Selain karena alasan hataman Al Qur’an, ada alasan yang lebih mendasar dipilihnya pelaksanaan tradisi megibung pada 10 hari pertama, kedua dan ketiga di bulan Ramadan. Menurut Abdul Ghani, pada 10 hari pertama bulan Ramadan Allah menyampaikan salam rindunya kepada orang-orang beriman. Pada tanggal ini, Allah menginginkan agar manusia mendekatkan diri kepada-Nya. “Maka ke manapun engkau menghadap di situlah wajah Allah, artinya Allah akan selalu mengawasi kita. Allah tidak membutuhkan kita, Allah ingin kita mendekat kepadanya dengan zikir. 10 hari pertama, Allah merindukan kita,” jelasnya hal ini dilakukan selain untuk mempererat tali persaudaraan, masyarakat bisa lebih mengenal satu dengan yang lainnya serta mempertahankan tradisi yang telah mereka adopsi dari zaman dahulu, sehingga tradisi tersebut tidak punah dan terus eksis dari zaman ke zaman.

Tradisi megibung ini tetap dipertahankan dari dahulu sampai sekarang. Dahulu tradisi megibung dilaksanakan karena masyarakat susah dikumpulkan karena kondisi rumah yang saling berjauhan.”Dulu masyarakat susah untuk kita menyatukan saking rumah warga itu jauh-jauh. Gimana ya caranya biar warga itu bisa kumpul dan merayakan hataman Al-Quran, begitulah ceritanya adanya tradisi megibung,” tuturnya. Acara megibung ini dapat diikuti oleh semua warga di Kampung Islam Kepaon tanpa kecuali. Bahkan dahulunya juga diikuti oleh umat lain seperti Hindu dan warga Tionghoa. “Bahkan dulu umat Hindu juga ikut. Sekarang itu mereka ikut itu ketika Maulidan (Maulid Nabi), ketika acara hari besar Islam seperti Idhul Adha. (Saat itu biasanya) Baleganjur datang, barongsai datang. Itu setia maulid pasti datang. Jadi benar-benar membaur kita,” tukasnya.

.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan antara lain :

1.Terdapat banyak sekali nilai-nilai yang ditimbulkan dari tradisi megibung salah satunya yakni mempererat tali persaudaraan, saling berbagi, dan saling menghormati satu dengan yang lainnya salah satunya di Desa Kepaon, Denpasar Selatan yang masih eksis hingga saat ini.
2.Tradisi megibung di Desa Kepaon, Denpasar Selatan hingga saat ini masih sangat eksis hal ini dikarenakan tradisi ini terus dijalankan dan dipertahankan baik oleh masyarakat maupun tokoh agama.
3.Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh tokoh agama maupun masyarakat untuk tetap menjaga eksistensi tradisi megibung di tengah gempuran era globalisasi ini salah satunya yakni melaksanakan tradisi megibung ketika bulan Ramadan.

Oleh : Luh Juniari (Kader Bidang Data Dan Informasi PC KMHDI Denpasar)

 

Daftar Pustaka

Inge S, et al. (2013). Occupational Medicine, 53(4), 130.

Wulandari, R. (2017). Tradisi Mengibung (Studi Kasus Sinkretisme Agama Di Kampung Islam Kepaon Bali). Gulawentah:Jurnal Studi Sosial, 2(1), 29. https://doi.org/10.25273/gulawentah.v2i1.1358

 

.

Share:

administrator