![]()
Badung, kmhdi.org – Sudah berapa tahun anda jadi anggota KMHDI? Kalau saya sudah 6 tahun. Saya masuk KMHDI pada MPAB PC KMHDI Badung tahun 2019, itu adalah ketika saya masih maba. Tidak lama setelah MPAB, saya mengikuti Diklat Management Organisasi (DMO) yang menjadi syarat kepanitiaan dan syarat kepengurusan.

Diluar KMHDI, di kampus pada semester 1 tahun tersebut saya adalah Wakil Ketua BEM Fakultas Dharma Duta, Institut Hindu Dharma Negeri yang sekarang menjadi Universitas Hindu Negeri Sugriwa. Keaktivan saya di kampus membuat kepengurusan PD KMHDI Bali pada saat itu tertarik untuk merekrut saya jadi pengurus PD KMHDI Bali periode 2019-2021.
Selang 2 bulan setelah lokasabha PD KMHDI Bali tahun 2020, Ketua PD KMHDI Bali Bli Denok meminta saya untuk bisa menjadi anggota Biro Litbang, saya pun menyanggupi pada saat itu, namun dikarenakan PD KMHDI Bali sudah mendapatkan SK Kepengurusan dari PP KMHDI, maka saya harus menunggu Rapimda setelah Rakerda PD Bali agar saya bisa dimasukkan di struktur PD KMHDI Bali.
Ketua PC KMHDI Badung kala itu adalah Bli Suki juga mengijinkan saya untuk menjadi pengurus PD dengan banyak pertimbangan, salah satu pertimbangannya adalah saya belum punya pengalaman menjadi pengurus PC KMHDI.
Ketika memasuki acara Rakerda PD KMHDI Bali di auditorium Kampus Pascasarjana IHDN (kini UHN), Rapimda untuk memasukkan nama saya ke dalam struktur kepengurusan PD pun dibahas, dan tentu saja.. ditolak. Penolakan disampaikan oleh Ketua PC KMHDI Denpasar kala itu yang dipimpin oleh Mbok Depy (kelak menjadi Presidium II/Bendum PP KMHDI 2021-2023). Dasar penolakannya sama seperti pertimbangan Ketua PC KMHDI Badung, saya belum pernah menjadi pengurus PC KMHDI.
Penolakan diterima oleh PD KMHDI Bali dan forum menyepakati untuk tidak menambahkan nama saya kedalam kepengurusan PD KMHDI Bali, walaupun saya sudah lulus DMO yang menjadi syarat pengurus pada saat itu.
Akhirnya, saya tidak masuk kepengurusan, baik di struktur PD Bali maupun struktur PC Badung. Namun saya tidak berkecil hati, dan justru senang karena berkat penolakan itu saya punya anggapan bahwa KMHDI adalah organisasi yang serius dalam bicara kualitas mahasiswa.
Pada tahun kedua saya menjadi mahasiswa, di semester 3 saya memenangkan posisi sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Hukum tahun 2020. Sambil menjadi Ketua HMJ Hukum, saya tetap aktif di KMHDI sebagai warga biasa tanpa jabatan pengurus.
Memasuki tahun 2021, walau saya bukan merupakan Pengurus PC KMHDI Badung, saya diminta untuk menjadi Ketua Panitia Sabha X PC KMHDI Badung di masa Pandemi Covid-19, dan saya menyanggupinya. Singkat cerita, Sabha X berjalan lancar dan Ketua PC Badung terpilih kala itu, Mbok Indah meminta saya untuk menjadi Kabid Litbang PC, saya pun meng-iya-kan. Memang seharusnya begitu, mulai dari PC sebelum ke PD.
Tahun 2021 adalah tahun KMHDI memasuki babak baru, yaitu pematangan konsepsi kaderisasi dengan dimasifkannya Kaderisasi Tahap 1 sebagai hasil Konferensi Pendidikan Nasional (Konferendiknas) Ke II. Saya pun mengikuti KT 1 yang diadakan selama sekitar 3 hari di PC KMHDI Badung.
Di tahun tersebut saya mengikuti KT 1 dan merasa terkagum-kagum, karena saya mempelajari sesuatu yang penting namun tidak dipelajari mahasiswa lain. Beberapa materi yang saya ingat sampai sekarang adalah materi Pengantar Filsafat Materialisme Dialektika Historis (MDH), Dinamika Persoalan Bangsa (DPB), dan Pengantar Ideologi (Purwaka) KMHDI. 3 Materi ini saya rasakan membangun paradigma baru dalam kepala saya, bahwa dunia itu luas dan semua hal tentang dunia bisa dipelajari.
Memasuki tahun 2021, kehidupan kaderisasi KMHDI mendapati sinyal perubahan paradigma kaderisasi, ditandai dengan adanya isu kelompok yang ingin mengusulkan KT 1 untuk dijadikan syarat pencalonan Calon Presidium PP KMHDI pada Mahasabha XII KMHDI di Bogor, Jawa Barat. Namun isu itu ditolak dengan alasan bahwa KT 1 belum berjalan secara masif dan merata di seluruh PC KMHDI se-Indonesia.
Walaupun pada saat itu usulan tidak benar-benar disampaikan di forum Mahasabha, dan hanya berhenti di ruang konsolidasi yang tertutup, isu itu memberi sinyal bahwa pada Mahasabha selanjutnya, KT 1 harus menjadi syarat pencalonan pimpinan tertinggi KMHDI, ini adalah sinyal bahwa tingkat kualitas kader KMHDI dinilai dari jenjang kaderisinya. Sehingga, PC se-Indonesia menjadikan KT 1 sebagai program prioritasnya.
Apesnya, kehidupan kaderisasi KMHDI pada tahun 2021-2022 diwarnai lika-liku adaptasi kegiatan sosial, kehidupan beralih ke digital, kegiatan kaderisasi seperti KT 1 yang sangat bertumpu pada interaksi langsung sulit dilakukan (kalau kata Paulo Freire ini pendidikan partisipatif).
Tahun 2022 adalah pukulan bagi marwah kegiatan kaderisasi KMHDI, dimana setelah pandemi usai, kehidupan sosial mengalami disrupsi digital yang membawa segala aktifitas menjadi serba cepat, serba instan dan serba tak bermakna. Ditengah gelombang pragmatisme hasil dunia yang serba praktis, pendidikan kaderisasi KMHDI kehilangan daya tariknya.
Menghadapi krisis daya tarik itu, PP KMHDI mengambil langkah strategis, yaitu meringankan materi-materi KT 1 pada Konferendiknas III. Materi KT 1 yang kala itu terdiri dari: Teologi Hindu, Pengantar Filsafat MDH, Sejarah Masyarakat Indonesia, Sejarah Gerakan Mahasiswa Indonesia, Dinamika Persoalan Bangsa, dan Pancasila; berubah jauh lebih ringan, menjadi; Pengantar Purwaka KMHDI, Dharma Agama, Dharma Negara, Pancasila, Mahasiswa dan KMHDI. Materi sejarah-sejarah dihilangkan, sedangkan materi Pengantar Filsafat MDH, dan Dinamika Persoalan Bangsa digeser menjadi materi KT 2.
Sebagai Ketua Komisi Pembahasan KT 1 pada Konferendiknas III tersebut, saya melihat bahwa seluruh materi baru dan perubahan materi lama telah disiapkan oleh PP KMHDI, yang kala itu Ketua Departemen Kaderisasinya adalah Kadep Sumantra. Karenas semua telah dipersiapkan secara lengkap, Komisi Pembahasan KT 1 hanya sedikit memberi masukan. Kebijakan itu menjadi pisau bermata dua, di satu sisi membuat kader KMHDI tidak merasakan gap yang jauh antara materi MPAB dan KT 1, namun di sisi lain melemahkan output KT 1. Akhirnya, agar dapat melahirkan kader pemikir, kader KMHDI harus menuntaskan materi KT 2. Itulah yang saya yakini dipikirkan oleh pengurus PP.
1 tahun berlalu, pada tahun 2023 KMHDI mulai mencantumkan sertifikat lulus KT 1 sebagai syarat pencalonan Ketum PP KMHDI periode 2023-2025, diikuti beberapa PC dan PD yang mencantumkan syarat yang sama untuk Calon Ketua di Sabha atau Lokasabhanya, termasuk untuk menjadi pengurus PD KMHDI Bali pun dibolehkan walau belum pernah jadi pengurus PC, asalkan sudah lulus KT 1.
Disini, satu hal yang belum tuntas oleh KMHDI pada tahun 2023 adalah mengevaluasi perubahan KT 1. Ringannya pelaksanaan KT 1 dibiarkan begitu saja tanpa evaluasi. Saya merasa banyak lulusan KT 1 mengikuti seluruh materi, namun tidak benar-benar memahaminya. Kesalahan bukan pada peserta yang ikut KT 1, bukan juga kesalahan ada pada PC penyelenggara, namun pada PP KMHDI yang tidak punya indikator jelas untuk mengukur output KT 1.
Akibatnya? KT 1 hanya menjadi syarat “nyalon”, yang kini diteruskan oleh output KT 2 dan output KT 3 nantinya. Jika KT 1 adalah syarat nyalon ketua PC, KT 2 untuk calon ketua PD, maka KT 3 yang baru kemarin itu saya yakini akan dicantumkan oleh Timsel sebagai syarat Calon Ketua Umum pada Mahasabha XIV mendatang.
Kini saya lihat realitannya. Pada tahun 2023-2025, baik kegiatan KT 1 dan KT 2, pemateri hanyalah pengisi panggung diskusi, penguji hanyalah moderator, dan panitia hanyalah tukang cetak sertif. Yang lebih sedih, di kondisi yang hampa ini lahirlah KT 3.
Hal Yang Umum Dianggap Pasti Benar, Padahal Belum Tentu. (Bias Mayoritas)
Kini kondisi kehidupan kaderisasi KMHDI dilanda penyakit bernama ‘bias mayoritas’, salah satu dari banyaknya tipe bias kognitif yang menyesatkan pemikiran suatu kelompok dan justru menghambat kemajuan berpikir dari kelompok tersebut.
Cerita yang saya sampaikan sebelumnya itu adalah latar belakang dari kondisi organisasi kita saat ini. Dimana contohnya adalah tujuan KT 1 untuk melahirkan kader pemikir, direduksi menjadi bertujuan untuk syarat berangkat Training Of Trainer (TOT), syarat nyalon ketua, ataupun syarat masuk kepengurusan. KT 2 pun berjalan alakadarnya yang penting bisa terlaksana, tanpa proses evaluasi mendalam terhadap peserta, materi, pemateri, maupun konsep teknisnya. Tujuan-tujuan diatas saya rasakan dianggap wajar oleh PD-PC se-Indonesia, bahkan oleh PP sekalipun. Hanya ada satu argumen yang bisa membenarkan kondisi tersebut, yaitu kurikulum kaderiasi berjenjang harus dirampungkan terlebih dahulu sebelum dievaluasi dan dikoreksi secara menyeluruh. Oleh karenanya penyusunan materi dan pelaksanaan pilot project KT 3 menjadi prioritas.
PD KMHDI Se-Indonesia Kini Menanggung Peran Paling Penting Dalam Mengevaluasi Total Sistem Kaderisasi
KT 1 dan KT 2 sudah terlaksana secara masif, dan pilot project KT 3 pun sudah dilaksanakan, ini tandanya kurikulum jenjang kaderisasi sudah rampung. Tahapan selanjutnya setelah seluruh jenjang kaderiasi KMHDI rampung, adalah evaluasi menyeluruh, untuk melihat apakah setiap materi saling beririsan dan mendorong kader KMHDI ke puncak kualitas kader KMHDI, yaitu kader pemikir, penggagas, dan penggerak.
PP KMHDI tentu tidak mungkin mengevaluasi perkembangan kader KMHDI di setiap PC, sedangkan PC KMHDI harus tetap menjaga fokusnya untuk merawat keaktivan anggota dan menjaga ritme harian dari program organisasi yang menyentuh basis.
Dalam kondisi inilah peran PD KMHDI menjadi corong evaluasi pendidikan kaderiasi KMHDI. PD KMHDI se-Indonesia dalam 2 tahun kedepan harus memprioritaskan evaluasi pendidikan kaderisasi di daerahnya, mengambil data dan menyerahan evaluasi dan rekomendasi perbaikan sistem kaderisasinya kepada PP KMHDI dan dimatangkan dalam Konferendiknas KMHDI selanjutnya.
Untuk itu, seorang Ketua PD KMHDI 2 tahun kedepan idealnya adalah seorang yang paham seluruh materi kaderisasi KMHDI, paham kondisi perubahan zaman, dan paham arah dan langkah untuk memajukan KMHDI, bukan sekadar pegang sertif KT 1 atau KT 2, atau sekadar punya rekomendasi cabang.
Ketua PD adalah pimpinan yang bertanggung jawab untuk memastikan kaderisasi didaerahnya tercatat dan dievaluasi, dan bertanggung jawab untuk menyusun kajian terkait kebutuhan kaderisasi di daerahnya, agar kaderiasi KMHDI tidak seperti berlari diatas treadmill, kencang namun tidak kemana-mana.
Penulis : I Gusti Agung Arya Dhanyananda, Ketua PC KMHDI Badung 2023-2025