SEKRETARIAT PIMPINAN PUSAT KMHDI

Sekretariat Operasional (Surat Menyurat):
Jalan Kakatua Blok AA No. 14 Perumahan Cipinang Indah II, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13430
* Fax. : 021 – 86600779
Sekretariat Domisili :
Jalan Anggrek Nelly Murni Blok A No. 03, RT/RW 02/03 ,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah – Jakarta Barat 11480

Loading

Bandung, kmhdi.orgSelama ini, kata pengkaderan sering dielu-elukan. Kita menganggapnya sakral: proses pembentukan calon-calon intelektual Hindu, proses lahirnya pemimpin muda. Tapi coba kita jujur sebentar. Apakah pengkaderan benar-benar menjadi ruang tempaan, atau hanya formalitas yang terjebak dalam pola lama?

Sering kali pengkaderan berlangsung dengan format monoton: panitia mempersiapkan tempat, narasumber menyampaikan materi, peserta mendengarkan dengan tertib. Semua berjalan rapi, semua terkontrol. Tapi justru di situlah masalahnya: pengkaderan menjadi ruang “kenyamanan” alih-alih ruang “kegelisahan”. Padahal, pemikiran kritis hanya lahir dari kegelisahan.

.

Pengkaderan tanpa gugatan, tanpa pertanyaan yang mengusik, pada dasarnya hanyalah pemeliharaan—merawat rutinitas yang sama, menghasilkan kader yang jinak. Kita sibuk membuat orang patuh, tapi lupa menyiapkan orang yang berani berpikir. Dan umat Hindu tidak butuh lebih banyak pengikut yang patuh; umat butuh pemimpin yang kritis

.

Pengkaderan sebagai Ruang Gugatan

.

Pengkaderan seharusnya tidak berhenti pada ceramah satu arah. Ia harus menjadi ruang dialektika, ruang benturan gagasan, tempat di mana setiap kader tidak hanya belajar mendengar, tetapi juga belajar menolak, membantah, dan menyusun argumen tandingan. Dari gugatan itulah lahir keberanian berpikir kritis.

.

Statement sebagai Alat Tempaan

.

Kita butuh pernyataan-pernyataan provokatif sebagai “palunya” pengkaderan. Tanpa itu, diskusi hanya berjalan datar.

Mari saya berikan beberapa contoh statement yang menggugat:

    “Hindu akan punah dalam 20 tahun ke depan.”

Pernyataan ini meresahkan. Tapi di situlah nilainya. Seorang kader yang ditempa dengan baik tidak akan marah atau menghindar ketika mendengarnya, melainkan akan langsung mengajukan pertanyaan: Benarkah demikian? Kalau benar, apa penyebabnya? Kalau salah, di mana kelemahan argumennya? Dan yang terpenting: apa yang harus dilakukan untuk membuktikan bahwa Hindu tetap hidup?

    “Umat Hindu hanya kumpulan orang-orang yang terjebak pada glorifikasi kejayaan masa lalu.”

Mengapa tidak? Kita jarang sekali bicara tentang pembangunan berkelanjutan. Kita stuck pada pola “memelihara” dan “menjaga” yang sudah ada, tanpa pernah berpikir apa yang baiknya ditinggalkan dan apa yang seharusnya dibangun. Mengapa demikian? Karena umat kita sibuk sekali bicara tentang upacara (eksistensi), tanpa mengindahkan tattwa (esensi) dan susila (substansi).

.

Statement semacam ini bukan untuk melemahkan, melainkan untuk mengusik dan mengguncang. Tujuannya agar kader belajar menghadapi keresahan dengan argumen, bukan dengan emosi. Dari situlah lahir intelektual muda Hindu yang kokoh.

.

Kegelisahan sebagai Sumber Pemikiran

.

Intelektual tidak lahir dari kenyamanan. Ia lahir dari pertanyaan yang tidak selesai, dari kegelisahan yang terus mengganggu pikiran. Pengkaderan harus berani menciptakan kegelisahan itu, bukan malah mematikan. Jika peserta pulang dengan perasaan “sudah tahu semua”, berarti gagal. Tapi jika peserta pulang dengan banyak pertanyaan yang mengganggu tidur, berarti berhasil.

.

Ironi Kawah Candradimuka

.

KMHDI sering menyebut dirinya sebagai kawah candradimuka pemimpin Hindu. Istilah yang megah, seakan-akan di sinilah lahir para pemimpin tangguh, yang ditempa kerasnya perdebatan dan tajamnya dialektika. Namun, apakah realitasnya sesuai dengan klaim itu?

.

Ironinya, meski kita punya materi manajemen konflik dalam paket pengkaderan, pada praktiknya konflik adalah sesuatu yang justru dihindari di KMHDI. Diskusi dibuat sehalus mungkin, perbedaan pendapat dianggap ancaman, dan gugatan sering dicap sebagai pembangkangan. Padahal, apa artinya manajemen konflik jika kita sendiri takut pada konflik?

.

Kawah candradimuka semestinya penuh api: panas, membakar, dan membentuk baja. Bukan tempat spa yang nyaman dan adem-adem saja. Tanpa keberanian menghadirkan konflik intelektual, KMHDI hanya menjadi ruang aman untuk status quo, bukan arena tempaan bagi calon pemimpin umat.

.

Manifesto Pengkaderan Baru

.

Inilah saatnya kita berani menggugat: pengkaderan Hindu tidak boleh lagi berhenti pada rutinitas. Ia harus menjadi arena benturan gagasan, tempat konflik intelektual disambut sebagai tempaan, bukan dihindari. Kita harus berani menghadirkan statement yang meresahkan, agar lahir kader yang bisa menenangkannya dengan gagasan, bukan dengan pengalihan.

.

Dari sinilah seharusnya KMHDI menegaskan dirinya: bukan sekadar pabrik panitia kegiatan, melainkan kawah candradimuka yang sejati—ruang pembakaran gagasan, arena penempaan pemimpin. Tanpa itu, klaim kawah candradimuka hanya akan jadi slogan kosong.

.

Kalau pengkaderan hanya menghasilkan kepatuhan, maka ia hanyalah pemeliharaan. Tapi kalau pengkaderan menghasilkan kegelisahan intelektual yang melahirkan keberanian berpikir, barulah kita sedang benar-benar membentuk pemimpin Hindu masa depan.

.

Penulis : Lingga Dharmananda Siana (Fungsionaris PP KMHDI)

Share:

administrator