SEKRETARIAT PIMPINAN PUSAT KMHDI

Sekretariat Operasional (Surat Menyurat):
Jalan Kakatua Blok AA No. 14 Perumahan Cipinang Indah II, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13430
* Fax. : 021 – 86600779
Sekretariat Domisili :
Jalan Anggrek Nelly Murni Blok A No. 03, RT/RW 02/03 ,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah – Jakarta Barat 11480

Loading

Jakarta, kmhdi.org – Menulis adalah kerja intelektual paling dasar, namun juga paling sering ditunda. Padahal dalam dunia gerakan mahasiswa, menulis bukan sekadar aktivitas tambahan, melainkan bentuk tanggung jawab untuk berpikir dan menyuarakan. Lewat tulisan, kita tak hanya mencatat gagasan, tetapi juga menunjukkan keberpihakan, integritas, dan arah pemikiran kita sebagai generasi muda yang terdidik.

KMHDI sesungguhnya telah memulai langkah penting. Sejak penerimaan kategori “suara kader” pertama kali di posting di tahun 2019 hingga hari ini (2/8/25), laman resmi KMHDI telah memuat lebih dari 282 tulisan suara kader dari berbagai daerah. Ini bukan angka yang kecil. Bahkan dalam beberapa bulan terakhir, geliat menulis mulai terasa hidup kembali. Ini patut diapresiasi. Artinya, ada kesadaran di sebagian kader bahwa menulis adalah bagian dari kontribusi dalam gerakan.

Namun, di balik angka itu, ada satu fakta yang tidak bisa kita abaikan: penulisnya masih itu-itu saja. Suara kader yang terekam dalam tulisan belum mewakili kekayaan pemikiran dari seluruh pelosok organisasi. Padahal, jika dihitung secara kasar, jumlah kader aktif yang menjabat di PC dan PD di seluruh Indonesia mencapai lebih dari 1000 orang. Artinya, dalam kacamata statistik, hanya sekitar 1 dari 4 atau 5 pengurus yang pernah menulis di web KMHDI. Dan itu pun belum tentu rutin.

Apa yang salah? Bukan pada semangat, karena sebagian besar kader kita aktif, berani berbicara, dan penuh ide. Tapi ada hole besar yang belum tersentuh secara sistematis: budaya menulis belum dibentuk sebagai kebutuhan bersama. Kita ramai di forum, tapi sepi di catatan. Kita aktif membuat kegiatan, tapi pasif mendokumentasikan pemikiran. Kita vokal dalam orasi, tapi enggan menuliskannya.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di KMHDI, tapi hampir di semua organisasi mahasiswa. Kita tumbuh dalam budaya lisan, tapi miskin budaya tulis. Kita terlatih untuk bicara, namun tidak dibiasakan untuk menulis. Padahal, dalam era digital seperti sekarang, suara yang bertahan lama bukan yang paling nyaring di mimbar, melainkan yang terdokumentasi dalam tulisan.

Menulis adalah kerja sunyi, tapi dampaknya panjang. Ia melampaui usia jabatan, melewati masa pengabdian, dan bisa terus dibaca bahkan setelah kita tidak lagi aktif. Maka jika KMHDI ingin memperkuat basis intelektual kadernya, maka budaya menulis bukan sekadar harus dipertahankan, tapi juga diperluas.

Sebab jika hanya segelintir kader yang menulis, maka yang terdengar hanyalah perspektif yang sempit. Potensi keragaman ide, latar belakang lokalitas, hingga dinamika perjuangan di daerah tak akan pernah muncul ke permukaan. Akibatnya, KMHDI kehilangan kesempatan untuk menjadi ruang pertukaran pikiran yang otentik, hidup, dan relevan.

Ini bukan soal target angka. Tapi soal tanggung jawab kolektif. Karena bila kita diam dalam tulisan, kita sedang menyerahkan ruang pemikiran kepada pihak lain. Dan jika mahasiswa berhenti menulis, maka gerakan mahasiswa perlahan kehilangan arah, kehilangan jejak, dan kehilangan makna.

Maka mari mulai dari yang paling sederhana: satu tulisan. Tidak perlu menunggu momen besar, tidak perlu menunggu tulisan sempurna. Karena satu tulisan jujur hari ini, bisa membuka keberanian bagi puluhan kader lainnya untuk ikut bersuara.

Penulis: Teddy Pradana (Anggota Departemen Kajian dan Isu PP KMHDI)

Share:

administrator