SEKRETARIAT PIMPINAN PUSAT KMHDI

Sekretariat Operasional (Surat Menyurat):
Jalan Kakatua Blok AA No. 14 Perumahan Cipinang Indah II, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13430
* Fax. : 021 – 86600779
Sekretariat Domisili :
Jalan Anggrek Nelly Murni Blok A No. 03, RT/RW 02/03 ,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah – Jakarta Barat 11480

Loading

Denpasar, kmhdi.org – Seperti yang telah kita pelajari sejak dari anak anak bahwa Tuhan itu bersifat maha Adil. Dia memberikan keadilan bagi semua orang. Namun semakin kita dewasa, semakin kita bertanya mengapa ada orang yang terlahir disabilitas (cacat)? Mengapa ada yang dilahirkan di keluarga orang kaya dan ada yang dilahirkan di keluarga yang tidak mampu? Seharusnya jika Tuhan adil tentu semua orang dilahirkan dan dibesarkan dengan cara yang sama. Apakah sebenarnya Tuhan tidak adil?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, kita perlu mengingat konsep karmaphala dalam Hindu. Dalam Hindu kita percaya bahwa karmaphala merupakan suatu hukum sebab akibat. Maksudnya adalah apapun yang kita perbuat pasti akan ada hasilnya, entah itu hasilnya buruk atau baik.
Karmaphala dalam Hindu tidak hanya dinikmati saat kehidupan sekarang saja. Namun juga dinikmati pada kehidupan yang akan datang. Ini disebut sebagai konsep Reinkarnasi (Kelahiran kembali)

Reinkarnasi merupakan sebuah kepercayaan umat Hindu pada umumnya yang meyakini bahwa setiap atma atau jiwa akan terlahir kembali setelah ia meninggal. Kelahiran ini diakibatkan karena jiwanya masih membawa karma wasana masa lalunya. Karma wasana adalah sisa sisa karma yang masih melekat pada tubuh sang jiwa/atma.

Ketika seseorang meninggal, jiwanya akan diadili oleh dewa Yama. Semua perbuatan semasa hidupnya akan ditimbang dalam pengadilan tersebut. Lalu setelah itu atma/jiwa tersebut akan dimasukkan kesebuah tempat yang kita sebut Surga dan Neraka. Jika karma yang dilakukan pada masa hidupnya baik maka ia akan ditempatkan di Surga, jika tidak maka Neraka yang akan dia dapatkan.

“Bhatara Dharma yang juga bergelar Bhatara Yama akan mengamati dan mengadili perbuatan baik dan buruk manusia. Baik buruk karma itu akan memberi akibat besar akan kebahagian atau penderitaan hidup manusia. Pengaruh karma itu pulalah yang menentukan corak serta dari watak manusia.” (Agastya Parwa 355.15)

Di Surga atau Neraka, jiwa tersebut akan mendapatkan balasan setimpal sesuai dengan apa yang dikatakan pada kitab suci. Setelah habis masa hukumannya, maka jiwa itu akan dilahirkan kembali ke bumi. Disinilah letak penyebab ada yang lahir di keluarga kaya, dan ada yang lahir dalam kondisi yang tidak menguntungkan.

“Orang yang mengambil kepunyaan orang lain waktu hidupnya dulu akan dilahirkan menjadi orang miskin di kemudian hari. Orang yang membunuh pada waktu hidupnya dulu akan dibunuh dalam hidupnya kemudian. Singkatnya, semua benih perbuatan yang ditabur dan dibiakkan dulu, buahnya itulah yang dinikmati kemudian.” (Sarasamuccaya 366)

“Setelah dapat menikmati dunia yang luas di Surga itu, saat pahala baik mereka habis, maka mereka memasuki kembali dunia kematian ini (dunia fana ini): jadi sesuai dengan ajaran yang termaktub dalam tiga Veda dan keinginan akan kenikmatannya, mereka mendapatkan yang tidak abadi (yang dikenai hukuman kelahiran dan kematian)” (Bhagavad Gita 9. 21)

Ketika seseorang sudah ditentukan mendapatkan Surga atau Neraka, dan balasannya tersebut sudah habis, maka orang itu akan dilahirkan kembali ke dunia ini. Mereka yang terlahir dari kelahiran Surga akan lahir menjadi manusia yang dipenuhi dengan peruntungan yang baik. Dan mereka yang lahir dari Neraka akan lahir kembali dengan peruntungan yang kurang baik, bahkan bisa lahir menjadi hewan dan makhluk yang mejijikkan.

Lantas ada pertanyaan yang mengganjal. Seperti yang telah dijelaskan bahwa Surga & Neraka menjadi tempat untuk imbalan perbuatan kita saat ini. Berarti seharusnya balasan karmaphala kita sudah selesai, dan tidak lagi dilahirkan. Tapi kenapa kita dilahirkan lagi?

Jawaban dari pertanyaan ini ada dalam sebuah manuskrip lontar yakni lontar Wrhaspati Tattva. Dalam lontar ini, Bhatara Siva bersabda kepada Bhagavan Wrhaspati dengan menganalogikan konsep karmaphala ini seperti tempayan, wadah wewangian.

Ketika sebuah tempayan dihilangkan wewangiannya, maka tempayan itu akan dicuci bersih. Walaupun tempayan itu sudah dicuci sampai bersih, tetap saja bekas bekas wewangian itu melekat di tempayan. Dan itulah yang disebut sisa sisa wewangian. Konsep yang sama juga ada pada karmaphala. Meskipun perbuatan kita sudah diadili di surga dan neraka, namun bekas bekas tersebut masih melekat pada atma. Sehingga kita harus lahir kembali ke dunia ini.

Karmaphala tidak hanya mempengaruhi kondisi manusia pada saat dilahirkan. Namun karmaphla juga mempengaruhi kecerdasan, nasib, watak, dll. Itulah sebabnya disetiap masyarakat ada saja orang orang yang keras kepala, lembut, baik hati, banci, dll. Untuk mengetahui nasib nasib seseorang menurut karmaphalanya, terdapat kitab suci khusus yang menjelaskan detail tentang ini, yakni Jyotisha Sastra.

Ditulis oleh : I Gede Panca Kusuma Ramadi (Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan PC KMHDI Denpasar 2023-2025)

Referensi Materi :

  1. Subrata, I. N. (2019). Ajaran Karmaphala menurut Susastra Hindu Perspektif dalam Kehisupan Sehari-Hari. Sanjiwani: Jurnal Filsafat, 10(1), 53-62.
  2. Tim Pengkaji dan Penerjemah Pustaka Suci Veda (2021). Sarasamuccaya dan terjemahannya. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementrian Agama RI
  3. Tim Pengkaji dan Penerjemah Pustaka Suci Veda (2021). Bhagavad Gita dan terjemahannya. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementrian Agama RI

Share:

administrator