![]()
Karangasem, kmhdi.org – Setiap tahun umat Hindu khususnya di Bali merayakan Hari Raya Nyepi, dimana Hari Raya Nyepi merupakan momen yang sakral untuk lebih instropeksi diri dan penyucian alam semesta. Namun, ditengah kemajuan teknologi dan modernisasi muncullah sebuah pertanyaan besar: Apakah Catur Brata Penyepian masih dijalankan atau hanya menjadi simbol tradisi tanpa makna yang mendalam?
Seperti yang kita ketahui Catur Brata Penyepian merupakan empat pantangan yang utama, dalam catur brata penyepian terdiri dari:
- Amati Geni ( Tidak boleh menyalakan api)
- Amati Karya ( Tidak boleh bekerja)
- Amati lelungan (Tidak boleh bepergian)
- Amati Lelanguan (tidak boleh bersenang-senang)
Sebagai seorang umat Hindu seharusnya menjadikan momen Hari Raya Nyepi untuk melaksanakan refleksi spiritual. Namun realitanya yang terlihat dilapangan tidak semua umat umat hindu menjalankan catur brata penyepian secara disiplin.
Dulu tradisi-tradisi Hari Raya Nyepi sangatlah kental, dijalankan sesuai yang sudah ditentukan. Suasana yang hening sangatlah terasa di seluruh pelosok Bali. Namun diera digital dan globalisasi ini, hal tersebut semakin menghilang. Adapun beberapa tantangan yang dihadapi dalam persoalan berikut yaitu :
- Adanya ketergantungan pada teknologi, banyaknya masyarakat yang diam dirumah, namun tetap aktif di media sosial, hal ini mengurangi efisiensi keheningan batin.
- Sektor Pariwisata yang tetap buka, Banyaknya hotel yang ada di Bali dan masih menyediakan layanan bagi wisatawan dan juga banyaknya karyawan hotel yang tetap dipekerjakan menimbulkan perdebatan terkait kesakralan hari raya nyepi.
- Kurangnya kesadaran masyarakat, banyaknya masyarakat khususnya generasi muda yang memiliki pandangan bahwa hari raya nyepi merupakan hari libur dan hari bermalas-malasan tanpa memahami filosofi mendalam dibaliknya.
Lalu Apakah Catur Brata Penyepian masih relevan?
Meskipun banyak menghadapi tantangan, tidak sedikit masyarakat hindu di bali yang masih menjaga kesakralan dari hari raya nyepi. Masih banyak masyarakat hindu yang melaksanakan catur brata penyepian. Selain itu juga kesadaran masyarakat bahwa melaksanakan catur brata penyepian juga memberikan manfaat yang baik untuk kesehatan mental yang baik seperti konsep “Mindfulness” dalam psikologi modern dan semakin menguatkan nilai spiritual.
Namun kali ini seluruh ketupusan ada di tangan masyarakat hindu khususnya di Bali: Akankah catur brata penyepian tetap menjadi tradisi Sakral yang diwariskan atau hanya akan menjadi sebuah formalitas yang kehilangan makna?
