Denpasar, kmhdi.org – Menjadi pengurus bukan hanya soal punya jabatan, sekedar tampil keren, atau untuk memikat lawan jenis. Tapi juga tentang mental yang kuat, hati yang lapang, dan yang terpenting telinga yang cukup tebal untuk menampung kritik dan perbedaan pendapat.
Sayangnya, masih ada saja oknum pengurus yang baru dikritik sedikit langsung baper. Ditegur langsung merasa dijatuhkan. Diajak diskusi malah merasa diserang. Padahal jika merasa mampu menjadi pengurus itu ya harus siap dinilai, siap dibenarkan, bahkan siap dipertanyakan. Kalau sedikit-sedikit tersinggung, sedikit-sedikit marah, lalu bagaimana bisa menjalankan amanah? Setelah diamati masalah dalam organisasi bukan saja karena programnya sangat idealis, tapi karena pengurusnya gampang tersulut. Baru beda pendapat dikit, langsung merasa disudutkan. Baru dapat masukan langsung merasa dijatuhkan. Padahal jika memiliki akal sehat kritik itu bukan serangan, tapi kesempatan buat berkembang.
Organisasi ini tidak butuh pengurus yang setiap diskusi mevalidasi dirinya yang sebenarnya memang tugas pokok dan fungsi-nya atau membanggakan prestasi pribadinya. Organisasi ini butuh pengurus yang bisa kerja bareng meski beda pandangan, yang tahan banting saat dibanting argumen, yang tetap fokus pada tujuan meskipun jalannya berliku, tidak mudah diadu domba oleh pihak eksternal dan mengayomi kader-kadernya. Bukan memangsa kader-kadernya!
Kalau telingamu masih tipis, masih mudah tersinggung, dan merasa disakiti daripada memperbaiki diri, saya rasa nggak usah jadi pengurus dulu. Bukan karena nggak pantas, tapi sangat disayangkan organisasi ini terlalu berharga untuk diserahkan pada ego yang mudah meledak. Lebih baik mulai jujur pada diri sendiri daripada memaksakan diri tampil sebagai pengurus tapi menyulitkan yang orang lain. Jadi pengurus bukan kewajiban semua orang. Tapi jadi pribadi yang tangguh dan terbuka untuk belajar itu yang seharusnya jadi tujuan kita bersama.
Penulis : Kader KMHDI Denpasar