Demikian disampaikan Pimpinan Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Inonesia (KMHDI), Nyoman Widhiarsana, dalam sambutannya pada acara pembukaan Seminar Nasional Revitalisasi Nasionalisme Anak Bangsa, dan Pembukaan Mahasabha, di Palangka Raya, Kamis (31/7) kemarin.
Dalam seminar terseut hadir tiga pembicara. Yakni Gubernur Daerah Istimewa Yogjakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, Hakim Mahkamah Konstitusi I Dewa Gede Palguna, dan Anggota DPR RI, Maruarar Sirait.
Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam paparannya, mengangkat tema revitalisasi nasonalisme dalam perspektif sosial budaya. Dia berpendapat lain. Ia mengambil contoh, negara adikuasa Amerika Serikat, meski Negara itu mengalami berbagai persoalan, jiwa nasionalime itu ditanamkan sejak dini pada jenjang pendidikan pre-school.
Menurutnya, tampak jelas bahwa semangat kebangsaan bagi warga AS tetap dijaga dan dipelihara sebagai bagian dari nation building. Bahkan menjadikannya sebasgai basis ideologi globalisasi sebagai bentuk semangat nasionalisme global kaum kapitalis Amerika.
Bahkan, tambahnya, globalisasi pun sesungguhnya adalah perluasan semangat nasionalisme-ekspansif negara-negara maju. Lewat soft-campaign yang terarah mereka memperkenalkan jargon desa global, budaya global, dunia tanpa batas dan hilangnya negara bangsa, agar penetrasi politik ekonomi dan budaya masuk ke negara-negara berkembang dengan aman dan malah nyaman dirasakan oleh penduduknya.
“Contohnya, produk chicken, coca-cola, pitza, dan lain sebagainya produk siap saji yang masuk ke Indoensia maupun Negara lain dari Negara luar, toh nyaman saja dirasakan oleh penduduknya,” ujar Sri Sultan Hamengku Buwono X, seraya mengatakan pengaruh arus globalisasi itu dapat dijadikan sebagai semangat nasionalisme.
Sementara itu, Hakim Mahkamah Konstitusi, I Dewa Gede Palguna, dalam paparannya mengatakan, tantangan yang dihadapi nasionalisme Indonesia saat ini, karena meredup atau bahkan padamnya faktor pengikat utama loyalitas kepada kelompok yang bernama bangsa Indonesia, yaitu persamaan nasib.
“Tidak ada faktor pengikat lain yang mampu mempersatukan Indonesia dalam ikatan kebangsaan. Dalam persatuan nasional, sekuat dan sehebat faktor persamaan nasib,” katanya. (ga)
Sumber Berita : http://www.radarsampit.com/berita/index.asp?Berita=ProKotawaringin&id=13686