Jakarta, kmhdi.org – Pasca pemilu, panorama politik seringkali diwarnai oleh praktik-praktik yang menggambarkan politik sebagai arena persaingan yang tidak selalu adil dan transparan. Salah satu fenomena yang sering muncul adalah politik “jilat ludah”, dimana para politisi cenderung melakukan pendekatan yang oportunis dan kurang jujur dalam upaya untuk mendapatkan dukungan dan keuntungan politik.
Prilaku politik jilat ludah mencakup berbagai starategi, mulai dari janji – janji manis yang kemudian terbukti tidak terlaksana hingga pergeseran sikap dan pandangan politik yang terlihat inkonsisten. Politisi cenderung menggunakan retorika yang menggoda dan populis selama kampanye, tetapi setelah terpilih, realitas politik seringkali menunjukkan keterbatasan dalam mewujudkan janji-janji tersebut.
Fenomena politik jilat ludah dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap sistem politik dan pemerintah. Ketika janji-janji yang dilontarkan selama kampanye tidak terpenuhi, kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap politisi dan institusi politik dapat meningkat. Hal ini mengakibatkan polarisasi politik, ketidakstabilan sosial dan bahkan keraguan terhadap demokrasi.
Untuk mengatasinya perlu partisipasi aktif dari masyarakat sipil dalam pemantauan dan evaluasi kinerja para politisi menjadi kunci penting dalam menekan praktik-praktik yang tidak etis dalam politik. Selain itu, perlunya regulasi yang ketat dan mekanisme pengawasan yang efektif untuk memastikan akuntabilitas politisi terhadap janji-janji yang dibuat selama kampanye.
Demikian pandangan ini saya tuliskan dengan rasa cinta tanah air yang membara, sebagai penutup saya ingin sampaikan :
“Akar rumput jangan sembrawut, golongan menengah jangan jengah !!”
Merdeka !!!
oleh : Ira Apryanthi ( Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan PP KMHDI)
