Denpasar, kmhdi.org – Kontestasi Pilkada serentak 2024 sudah berlalu, namun di Bali masiy menyisakan konflik kepentingan. Tersebarnya rekaman suara salah satu oknum Perbekel di Kabupaten Tabanan mengecewakan masyarakat dan menimbulkan kegaduhan karena rekaman tersebut viral di media sosial (04/06).
Oknum Perbekel tersebut dengan sangat jelas menanyakan pilihan masyarakat pada Pilkada serentak di Kabupaten Tabanan dengan meminta warga mengangkat tangan. Tindakan ini dinilai telah mencederai asas pemilu yang luber dan jurdil.

Ia juga menyampaikan kalimat tendensius terhadap salah satu partai politik dan menyatakan tidak akan menandatangani hal yang berkaitan dengan partai tersebut. Tentu ini merupakan langkah yang disengaja untuk menghambat proses administrasi yang bisa memicu konflik di kemudian hari.
Ketua PD KMHDI Bali, I Putu Dika Adi Suantara, menyayangkan pernyataan oknum Perbekel tersebut. Ia menilai bahwa semestinya pasca pemilu tidak ada lagi praktik-praktik yang mencederai demokrasi.
“Apa yang telah dilakukan oleh oknum Perbekel di Tabanan tersebut telah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pada Pasal 29 huruf j yang menyebutkan bahwa Kepala Desa dilarang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah. Saya menyayangkan apa yang dilakukan oleh oknum tersebut,” ujar Dika.
Dika juga menambahkan bahwa pembahasan pilihan politik yang dilakukan di depan pura adalah tindakan yang tidak patut. Menurutnya, tindakan tersebut mencederai kesucian pura sebagai tempat ibadah umat Hindu.
“Sangat disayangkan ucapan-ucapan tersebut dilakukan di area pura. Selain masa Pemilu 2024 sudah selesai, beliau seperti tidak memiliki pemahaman terkait tatanan tempat suci, yang justru membawa pembahasan politik ke area pura,” pungkas Dika.
KMHDI Bali mendorong agar kejadian ini menjadi perhatian serius dan berharap semua pihak menjaga netralitas serta menghormati nilai-nilai demokrasi dan kesucian tempat ibadah.