SEKRETARIAT PIMPINAN PUSAT KMHDI

Sekretariat Operasional (Surat Menyurat):
Jalan Kakatua Blok AA No. 14 Perumahan Cipinang Indah II, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13430
* Fax. : 021 – 86600779
Sekretariat Domisili :
Jalan Anggrek Nelly Murni Blok A No. 03, RT/RW 02/03 ,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah – Jakarta Barat 11480

Loading

Oleh : I Dewa Gede Darma Permana – PC KMHDI Denpasar

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan sendi kehidupan yang selalu hangat untuk dibahas. Hal ini tidak terlepas dari peran pendidikan sebagai kunci kemajuan suatu bangsa. Lebih lanjut, mantan Presiden Afrika Selatan yakni Mendiang Bapak Nelson Mandela sendiri pernah berkata (dalam Chauhan dan Singh, 2019: 172): “Education is the most powerful weapon which you can use to change the word.” Kutipan tersebut seakan mempertegas, betapa agungnya pendidikan untuk perkembangan peradaban dunia, tak terkecuali bagi negara Indonesia.

Indonesia di umur 100 tahun kemerdekaan tepatnya pada tahun 2045 mendatang, diperkirakan mempunyai jumlah penduduk 340 juta jiwa (Triyono, 2016). Hal ini menjadikan Indonesia mendapatkan bonus demografi, dimana penduduk yang mempunyai usia produktif lebih besar dibandingkan usia nonproduktif. Dari bonus tersebut, peluang negara untuk memberdayakan penduduk produktif menjadi semakin luas dan terbuka dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.

Namun layaknya pisau bermata dua, keuntungan bonus demografi juga bisa bertransformasi menjadi kutukan demografi, apabila negara tidak mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dari sisi karakter. Hal tersebut dikarenakan, generasi muda yang tidak mendasari diri dengan nilai etika dan apatis terhadap permasalahan negara, dapat berpotensi membawa masa depan bangsa menuju arah kehancuran. Tanda-tandanya sudah terlihat jelas, dimana kasus-kasus kejahatan yang melibatkan generasi muda seperti kasus pembegalan, penyalahgunaan narkoba, prostitusi, perampokan, dan lain-lain, tidak luput menghiasi tajuk berita di masa kini.

Menimbang ancaman dari kutukan demografi tersebut, sudah barang tentu pemerintah tidak boleh hanya fokus pada pengembangan infrastruktur, sains, dan teknologi saja. Diperlukan juga langkah pasti dalam merancang sebuah grand design pendidikan membebaskan berbasis agama, untuk memberikan pendidikan karakter kepada generasi muda dan mampu menciptakan generasi yang peka terhadap kondisi negaranya. Untuk itulah dari sisi agama Hindu, optimalisasi Upanisad menjadi sebuah grand design pendidikan membebaskan yang dapat ditawarkan penulis untuk mempersiapkan dan mewujudkan Generasi Emas Indonesia 2045 pada masa depan. Apa itu optimalisasi Upanisad? Dan bagaimana gambaran awalnya sebagai grand design pendidikan membebaskan berbasis Hindu? Pemahaman awal mengenai hal tersebut menjadi bekal awal untuk menerapkan grand design ini sesuai yang diharapkan.

PEMBAHASAN

Optimalisasi Upanisad merupakan grand design pendidikan yang sistemnya digaliberdasarkan pola pembelajaran luhur umat Hindu bernama Upanisadik. Secara etimologi, “Upa” memiliki arti dekat, “ni” berarti bawah, dan “sad” berarti duduk, sehingga Upanisadik dalam pengertian umum merupakan pola pembelajaran yang mengarahkan siswa memperoleh ilmu pengetahuan dengan cara duduk dekat dengan guru (Sandika, 2014). Dari pengenalan awal tersebut dapat diketahui bahwa, optimalisasi Upanisad merupakan grand design pendidikan membebaskan berbasis Hindu yang bertujuan menggaungkan kembali nilai-nilai luhur dalam pola pembelajaran Upanisadik sebagai warisan milik umat Sanatana Dharma.

Pada tahap awal pembelajaran Upanisadik, kedudukan guru yang disebut acarya sangat diperhatikan, baik dari sisi kompetensi dan juga kesejahteraannya (Sandika, 2014). Bahkan guru dalam proses pembelajaran diagungkan dengan kutipan “Acharyadevo bhava.” Yang berarti “Guru adalah seorang Dewa.” (Tim Dosen Agama Hindu UNUD, 2018: 18). Untuk itulah dari sisi pendidik, guru diharuskan membekali diri dengan ilmu pengetahuan yang matang. Sementara dari sisi peserta didik, siswa diwajibkan melandasi diri dengan karakter yang mulia, jujur, sungguh-sungguh, dan setia dalam melaksanakan pembelajaran atas dasar cinta kasih kepada guru. Hal inilah yang menjadi dasar awal dari grand design optimalisasi Upanisad kedepannya, dimana kompetensi dan kesejahteraan para guru agama Hindu sangat diperhatikan, serta kemampuan afektif (sikap) siswa menjadi hal utama yang dibentuk dalam proses pembelajaran.

Dari sisi sistem pendidikan, pola pembelajaran Upanisadik mengarahkan siswa banyak belajar dari media alam, menganalogikannya sebagai pedoman dan sahabat kehidupan, serta terbuka akan adanya ‘Tarkavada’ yang mengacu pada perdebatan atau diskusi antara guru dan siswa untuk menemukan kebenaran yang sesungguhnya selama proses pembelajaran. Selain itu, ciri khas dari pembelajaran Upanisadik adalah pola pendidikannya yang menggunakan pendekatan partisipatif (Suadnyana dan Yogiswari, 2019: 93). Pada pendekatan partisipatif ini, siswa dibebaskan dalam mengembangkan pengetahuan dalam dirinya dengan cara bertanya secara kritis, berdiskusi dan bekerja sama dengan sesama, meneliti secara analitis, berbagi pengetahuan sebagai tutor sebaya, dan berkreasi berdasarkan nilai kebenaran dan kebiasaan dalam pembelajaran.

Lebih lanjutjika dianalisis secara lebih mendalam, pola pembelajaran Upanisadik juga memiliki korelasi dengan “Pendidikan Membebaskan” buah Citta Paulo Freire (Freire, 2001). Dengan sama-sama menggunakan metode partisipatif hadap masalah, siswa bukan lagi dijadikan objek pendidikan yang terbelenggu dan tertindas karena mengalami dehumanisasi sistem pendidikan gaya bank. Justru sebaliknya, siswa dijadikan subjek pendidikan yang turut serta dalam menemukan, menyuarakan, dan memecahkan berbagai permasalahan dalam kehidupan (Putra, 2020: 81).

Atas dasar pertimbangan tersebut, optimalisasi Upanisad yang berlandaskan pada pola pembelajaran Upanisadik dan korelasi pemikiran agung tokoh Paulo Freire, berpotensi besar menjadi grand design pendidikan ‘membebaskan’ berbasis Hindu yang berimplikasi terhadap terciptanya iklim pendidikan Indonesia yang lebih baik di masa depan. Hal ini disebabkan oleh sistem pendidikannya yang dapat membuat guru menjadi lebih profesional dan sejahtera, siswa yang lebih kritis dan analitis, generasi muda yang memiliki karakter mulia, serta masyarakat Indonesia yang dibentuk berbudaya untuk mencintai alam sekitarnya. Terlebih dengan pendekatan partisipatif, optimalisasi Upanisad juga akan turut membongkar pemikiran umat Hindu yang masih fanatik akan ajaran Gugon Tuwon/Nak Mula Keto dengan menerima segala sesuatu apa adanya tanpa proses pemikiran yang mendalam. Semua implikasi inilah yang akan menjadi supporting system dalam mendukung terciptanya Visi Indonesia Emas 2045 impian Bapak Presiden Joko Widodo (Tim Penyusun, 2017: 11), terutama point no. 2 dan no. 3 yang dipaparkan secara berturut-turut yaitu: ”Masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi pluralisme, berbudaya, religius, dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika.” Dan “Indonesia menjadi pusat pendidikan, teknologi, dan peradaban dunia.”

PENUTUP

Optimalisasi Upanisad merupakan grand design pendidikan membebaskan berbasis Hindu yang dapat dirancang dan dibentuk secara lebih lanjut untuk menjawab problematika degradasi karakter dan sifat apatis generasi muda berdasarkan pada nilai-nilai luhur pola pembelajaran Upanisadik. Grand design ini memiliki korelasi dengan pemikiran “Pendidikan Membebaskan” buah Citta Paulo Freire, sehingga dari ciri khas sistemnya sangat mengutamakan kompetensi dan kesejahteraan para guru, mengarahkan siswa belajar dari media alam, serta berfokus pada pendekatan partisipatif yang mampu menjadikan siswa sebagai subjek pendidikan untuk turut berpikir kritis, analitis, dan berkreasi dalam menjawab berbagai problematika kehidupan. Hal inilah yang menjadi dasar dari keunggulan optimalisasi Upanisad sebagai grand design pendidikan membebaskan berbasis Hindu untuk menciptakan iklim pendidikan yang lebih baik guna mendukung cita-cita Indonesia Emas 2045.

DAFTAR PUSTAKA

Chauhan, S. dan Singh, S. (2019).Educationis The Most Powerful Weapon of Human Life. International Journal of Scientific Research & Growth, 4(1), 172-176.

Freire, Paulo. 2001. Pendidikan yang Membebaskan (Educacao Como Praktica Da Liberdade). Jakarta: Media Lintas Batas.

Putra, I Komang Ramadi. (2020). Pendidikan Membebaskan sebagai Upaya Mewujudkan Generasi Emas 2045 (Telaah Pemikiran Kritis Paulo Freire). Vidya Samhita: Jurnal Penelitian Agama, 6(1), 73-84.

Sandika, I Ketut. 2014. Membentuk Siswa Berkarakter Mulia Melalui Pola Pembelajaran Agama Hindu: Telaah Teks Kitab Chandogya Upanisad. Surabaya: Paramita.

Suadnyana, I. B. P. dan Yogiswari, K. S. (2019). Upanisad Perspektif Pendidikan Modern. Jurnal Pasupati, 6(2), 88-99.

Tim Dosen Agama Hindu UNUD. 2018. Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi (Cetakan ke-8). Denpasar: Udayana University Press.

Tim Penyusun. 2017. Peta Jalan Generasi Emas Indonesia 2045. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Triyono. 2018. Menyiapkan Generasi Emas 2045. Klaten: Widya Dharma University.

Share:

administrator