Jakarta, kmhdi.org – Energi merupakan bahan dasar penting bagi perkembangan peradaban manusia. Dalam suatu negara, energi mempunyai peran strategis di dalam pembangunan nasional. Energi tidak hanya sebagai penggerak perekonomian, namun juga sebagai sumber penerimaan negara. Namun demikan, terdapat konsekuensi di dalam penggunaan energi tersebut. Pada saat energi digunakan secara terus menerus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, energi juga dapat membawa masalah terhadap lingkungan, seperti polusi, emisi gas rumah kaca, dan kerusakan lingkungan pertambangan. Permasalahan-permasalahan tersebut secara bertahap dapat menjadi penghambat pencapaian tujuan pembangunan nasional. (Dewan Energi Nasional, 2023)
Di Indonesia, terdapat banyak sekali tambang-tambang batubara milik pemerintah atau swasta yang kegunaannya sebagai penyuplai untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Hal ini sesuai dengan data dari kementerian ESDM yang menyebutkan pada tahun 2022 kebutuhan batubara oleh PLTU batubara mencapai 119 juta ton, 2023 sebesar 126 juta ton, dan 2024 menyentuh angka 128 juta ton. Selain menyuplai Listrik, PLTU batubara juga menjadi contributor utama pemanasan global.
Beberapa nama tenar yang memiliki jabatan strategis dalam pemerintahan pun tak luput dalam kepemilikan tambang-tambang atau pemegang saham Perusahaan-perusahaan industry ekstraktif. Contohnya :
Menteri pertahanan RI serta presiden terpilih, memiliki sejumlah Perusahaan di bidang tambang Batubara di Kalimantan, seperti PT. Nusantara energy, PT. Nusantara Kaltim Coal, PT Erasaba Persada, dan PT. Nusantara Energindo Coal.
Walikota Surakarta dan wakil presiden terpilih, memiliki keterkaitan dengan jaringan tambang milik ayahnya, Joko Widodo yaitu PT. Rakabu Sejahtera yang terafiliasi dengan PT Toba Sejahtera milik Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan.
Selain itu, ada juga individu yang memiliki hubungan dengan bisnis tambang melalui kedekatannya dengan pejabat pemerintah atau peran mereka melalui partai politik dan timses dalam pemilihan umum. Misalnya Airlangga Hartanto, menko bidang perekonomian yang juga merupakan ketua umum partai. Terhubung dengan PT Multi Harapan Utama, sebuah tambang Batubara di Kutai Kertanegara, Kaltim. Ada juga Grup Bakrie yang dimiliki mantan ketua umum partai, terhubung melalui PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia merupakan pemilik saham besar di sektor tambang Batubara dengan operasi yang banyak berlokasi di pulau Kalimantan.
Keterkaitan antara jabatan pemerintahan dan kepemilikan saham di sektor tambang dan PLTU menunjukkan adanya jaringan oligarki yang berpengaruh dalam industri ini. Informasi ini penting untuk membuat publik paham dengan dinamika kekuasaan ekonomi di Indonesia khususnya dalam konteks transisi energi dan pengelolaan sumber daya alam. Hal tersebut juga mengindikasikan adanya kecenderungan timpang tindih kepentingan yang memperlambat proses transisi menuju sistem energi berbasis EBT dan meninggalkan energi fosil.
Pada kasus ini, akan muncul dugaan bahwa kepentingan pribadi pemilik-pemilik saham Perusahaan tambang akan menjadi prioritas pemerintah akan lebih tinggi dibandingkan kepentingan rakyat yang membutuhkan lingkungan yang nyaman dan pasokan energi yang merata.
KMHDI harus terus mengawasi fenomena ini, terlebih setelah munculnya PP No.25 tahun 2024 yang mengubah PP No. 96 tahun 2021 tentang pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Peraturan ini mengenalkan regulasi yang memungkinkan ormas keagamaan untuk mengelola lahan pertambangan, hal ini semakin menunjukkan adanya Gerakan oleh pemerintah untuk menghimpun sekutu untuk merawat oligarki yang berkuasa atas dunia tambang di Indonesia dan semakin enggan untuk merawat lingkungan hidup serta menjaga komitmen pemerintah untuk menciptakan negara yang mengandalkan energi murah dan ramah lingkungan.
Penulis : I Kadek Ria Febri Yana ( Anggota Departemen Litbang PP KMHDI)