Belakangan ini masyarakat Indonesia berada dalam situasi yang saling bertentangan. Bahkan pertentangan sudah mulai mempersoalkan keragaman Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA). Padahal cita-cita awal dibentuknya bangsa Indonesia menyepakati keragaman sebagai dasar adanya persatuan. Pendiri bangsa ini sepakat menggunakan frase “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “beraneka ragam” atau berbeda-beda tetapi tetap satu sebagai semboyan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Bagaimana semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut selaras dengan kehidupan masyarakat bali? Mengelola keragaman sudah menjadi budaya masyarakat bali sejak lama-jauh sebelum NKRI diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Ajaran Agama Hindu bali telah memberi pengetahuan, pemahaman dan keyakinan bahwa keragaman itu sebuah keniscayaan sehingga keragaman adalah komponen dasar kehidupan yang harus dikelola secara seimbang sehingga diyakini dapat menciptakan kesucian. Di Bali mengelola keragaman dapat dilihat dalam tiga wilayah yaitu; Parahyangan, Palemahan dan Pawongan.
1. Parahyangan adalah : diketahui, dipahami, diyakini nya ajaran agama hindu bali oleh krama hindu bali dan dijadikan dasar laksana dalam kehidupan.
2. Pawongan adalah : kehidupan sosial manusia (krama bali) yang diatur oleh ajaran agama hindu bali.
3. Palemahan adalah: Pengelolaan alam oleh manusia (krama bali) yang diatur dan dipandu oleh ajaran Agama Hindu Bali.
Dengan demikian “budaya Bali” adalah segala aktivitas yang dilandasi sebuah keyakinan (ajaran Agama Hindu) yang dilaksanakan secara teratur dalam sebuah sistem sosial (Desa Pakraman) yang disimbulkan dalam beragam bentuk (seperti Pura, sarana Upakara, dll) dan dijalankan secara selaras untuk mencapai kesucian (Tri Hita Karana).
Pengetahuan mengelola keragaman oleh masyarakat secara budaya bali ternyata sangat sejalan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan dasar negara Pancasila. Pancasila sebagai ideologi negara adalah: kumpulan gagasan, ide-ide dasar, keyakinan serta kepercayaan yang diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai-nilai relegius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia yang telah disenkritisasi sehingga menjadi arah dan tujuan yang hendak di capai dalam kehidupan nasional bangsa Indonesia, yaitu :
I. Ketuhanan Yang Maha Esa
Adalah kehidupan nasional bangsa Indonesia yang memiliki pandangan bahwa Tuhan lah yang Maha Kuasa sebagai keyakinan hidup bangsa Indonesia.
II. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Adalah kehidupan nasional bangsa Indonesia yang memiliki pandangan bahwa manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang kedudukannya sama dihadapan Tuhan sehingga negara dan seluruh komponennya jelas harus mendudukan manusia dalam hal ini warganegara adalah sama dihadapan negara dalam hak dan kewajibannya secara teratur sesuai peraturan yang berlaku.
III. Persatuan Indonesia
Adalah kehidupan nasional bangsa Indonesia yang memiliki pandangan bahwa tidak dipungkiri perbedaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan selalu ada, tetapi segala perbedaan yang ada dipandang sebagai kekayaan warna-warni budaya bangsa. Perbedaan yang diakui oleh negara adalah warna-warni budaya yang dilandasi oleh ajaran kebenaran dan sesuai peraturan sehingga persatuan Indonesia adalah berkolaborasinya segala warna warni. Peerbedaan menjadi bentuk yang indah, tersinkretisasinya segala warna warni perbedaan menjadi satu bentuk keindahan bersama dan persatuan juga adalah keseragaman dalam membela tanah air.
IV. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Adalah kehidupan nasional bangsa Indonesia yang memiliki pandangan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang menjungjung tinggi kebijaksanaan dalam arti setiap keputusan untuk kepentingan bersama adalah keputusan yang dihasilkan dari proses musyawarah yang diatur oleh peraturan yang berlaku, hasil dari keputusan tersebut atau hasil musyawarah dijungjung tinggi sebagai wakil bersama atau sebagai wakil kepentingan bersama yang harus dipatuhi dan dilaksanakan bersama menuju tujuan bersama.
V. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Adalah kehidupan nasional bangsa Indonesia yang memiliki pandangan bahwa keadilan sosial adalah hak rakyat Indonesia yang terbuka seluas-luasnya sesuai peraturan yang berlaku sehingga rakyat indonesia memiliki peluang yang sama dalam mengusahakan kesejahteraannya dalam batas setiap kemampuannya. Hal ini lah yang membuat NKRI sangat selaras dengan nilai nilai tatanan Bali yang pada kenyataannya tatanan Bali terterapkan jauh lebih tua umurnya ketimbang keberadaan NKRI.
Dari uraian diatas, sangat jelas NKRI terpilih oleh tatanan Bali sebagai negaranya dalam melaksanakan “Swadharmaning Negara”. Keselarasan nilai-nilai tatanan budaya Bali dengan Ideologi NKRI Pancasila dapat kita pahami dari ajaran-ajaran universal yang sudah diyakini oleh masyarakat Bali khususnya yang beragama Hindu, yaitu:
a. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Selaras dengan nilai tatanan Bali “Ekam Evam Adityam Brahman” yang secara luas dapat diartikan “Hanya ada satu Tuhan tidak ada yang kedua, meskipun orang bijaksana menyebutnya dengan banyak nama”. “Om Bhur Bwah Swah Tat Sawitur Warenyam, Bhargo Dewasya Dimahi, Dhyoyonam Prascodayat” yang secara luas dapat diartikan : “Ya Tuhan yang menguasai seluruh jagat raya, engkau adalah asal alam semesta dan satu satunya kekuasaan awal, engkau maha suci tiada ternoda, anugrahkanlah semangat dan kecerdasan pada pikiran kami. Demikianlah dapat dijelaskan secara singkat bahwa tatanan Bali adalah tatanan yang meyakini Tuhan yang Maha Esa. Sehingga sangatlah selaras antara Ideologi NKRI-Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung dalam tatanan Bali.
b. Sila Kedua : Kemanusaian yang adil dan beradab. Selaras dengan nilai-nilai tatanan Bali “Tat Twamasi” yang berarti “aku adalah kamu, kamu adalah aku”, yang secara luas dimaknai bahwa nilai-nilai tatanan Bali sangat menghargai kesamaan derajat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Jangankan terhadap sesama manusia ajaran “Tat wamasi” tersebut bahkan mengajarkan lebih luas untuk menghargai semua mahluk ciptaan Tuhan.
c. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia. Selaras dengan nilai-nilai tatanan Bali “Selunglung Sabayantaka” yaitu berat sama dipikul, ringan sama dijingjing. Begitulah nilai-nilai tatanan Bali memandang nilai persatuan . Persatuan dipandang sebagai rasa kebersamaan dalam suka maupun duka, kebersamaan dalam menjalani berat ringan suatu keadaan. Persatuan berarti persaudaraan. Bersatu dalam cipta, rasa dan karsa. Persatuan juga di dipandang sebagai sistem dimana komponen-komponnya menjadi kesatuan yang utuh, dimana masing-masing komponen saling mendukung satu sama lain dalam mencapai tujuan bersama-Itulah “Catur Warna (Brahmana, Kstaria, Waisya dan Sudra) dalam tatanan Bali.
d. Sila Keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Dengan nilai-nilai “Pesangkepan-Pesamuhan” dalam tatanan Bali. Sejarah tatanan Bali telah mengajarkan betapa luhurnya suatu keputusan yang dihasilkan oleh suatu musyawarah yang menghasilkan kesepakatan untuk kepentingan bersama yang menghasilkan manfaat yang tak lekang oleh waktu dan berbagai keadaan. Karena hasil musyawarahlah tatanan Bali lestari sampai saat ini yang tidak kurang sudah melewati masa 1200 tahun. Salah satu yang kita kenal adalah hasil musyawarah bernama “Samuan Tiga” yang hingga saat ini terbukti menciptakan keteraturan dan kesejahteraan. Sehingga Bali sangat memandang luhur dari musyawarah itu.
e. Sila Kelima : Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Seperti adanya nilai-nilai tatanan Bali “Tri Hita Karana”. Bahwa keselarasan dan keseimbangan hubungan antar manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan ajaran Ketuhanan. Keselarasan itulah dipandang sebagai pondasi keadilan. Keadilan dapat terwujud apabila terjadi saling mengerti dan saling memahami satu sama lain sehingga akan berpengaruh terhadap perlakuan antara satu dengan yang lain. Perlakuan satu dengan yang lain yang dilandasi oleh saling memahami hak dan kewajiban. Itulah suatu keadilan.
Dari uraian diatas udah-mudahan dapat memberi pemahaman bahwa keselarasan nilia-nilai yang terkandung didalam Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan nilai-nilai yang terkandung dalam tatanan Bali (Agama Hindu Bali) sangat sejalan. Maka dari itu penting adanya “gerakan peduli budaya bali” untuk Indonesia yaitu sebuah gerakan yang peduli dan terus berkarya berlandaskan keyakinan terhadap keluhuran nilai-nilai budaya Bali (hak asal-usul) sehingga “gerakan peduli budaya bali” dapat mendukung tegaknya NKRI yang ber-Ideologi Pancasila. Lebih jauh dapat disimpulkan bahwa :
a. Secara budaya masyarakat Bali telah memilih dan sepakat NKRI adalah wilayah tempat melaksanakan “Swadarmaning Negera” dan “Swadarmaning Agama”.
b. Jika nilai-nilai Pancasila sejalan dengan budaya masyarakat bali, maka Penegasan Bhinneka Tunggal Ika sebagai perekat kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk memperkuat wawasan nusantara dapat kita lihat dari sejauh mana masyarakat bali mengetahui, memahami, dan meyakini budaya bali yang berlandaskan ajaran Agama Hindu-demikian juga sebaliknya.
c. Oleh karena itu apabila masyarakat Bali masih meyakini tatanan budayanya yang berdasarkan ajaran Agama Hindu, maka dengan sendirinya dapat dikatakan “Krama Bali” telah berupaya mengamalkan dan meyakini semboyan Bhinneka Tinggal Ika dan dasar Negara Pancasila sebagai Perekat Kehidupan dalam Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara.
d. Apabila belakangan ini muncul gerakan dan aktivitas yang tidak sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan nilai-nilai Pancasila, maka bisa dipastikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini masih ada sebagian masyarakat kita sedang mengalami krisis pengetahuan, keyakinan dan kemartabatan budaya.
Dapat kita diartikan pertentangan akan terus terjadi apabila bangsa Indonesia tidak lagi menjalankan kearifan “budaya nusantara” sebagai landasan Ideologi dalam menjalani kehidupan bernegaranya. Ibarat tubuh, Bali adalah bagian dari anggota “Tubuh Indonesia”. Misalnya Bali adalah “mata”, jadilah mata dengan fungsinya sesuai anugrah yang diberikan oleh sang Pencipta dalam tubuh kita. “Mata” tentu tidak mungkin dipaksa atau ditukar untuk menjalankan fungsi seperti anggota tubuh yang lain. Dengan demikian kita wajib merawat “mata” kita dengan benar sehingga selalu berfungsi dengan baik. Begitu juga anggota tubuh kita yang lain, misalnya “kaki”. Biarlah “kaki” sesuai dengan bentuk alamiahnya dan “kaki” selalu berguna sesuai fungsinya. Dari tubuh kita bisa belajar teantang keragaman, mata, kaki, dan anggota tubuh kita yang lain adalah sebuah keragaman dimana satu sama lain saling melengkapi sehingga kita menjadi tubuh yang sempurna, semua bagian dari tubuh harus ada karena begitulah kehendak Sang Pencipta.
Akhir kata dalam mempererat dan memperkuat wawasan nusantara dalam bingkai NKRI dapat kita dilakukan dengan memahami, menyadari dan meyakini kembali nilai-nilai luhur dan kearifan yang terkandung dalam semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika dan dasar negara Pancasila. Hal itu akan lebih mudah kita pahami apabila kita kembali belajar sejarah panjang peradaban Bali dan Indonesia dengan benar. Dari sana kita akan disadarkan bawah merawat Bali sama saja merawat Indonesia atau dengan kata lain merawat keragaman Indonesia bisa kita lakukan dari Bali.
Oleh : Made Nurbawa