Oleh: I Dewa Gede Darma Permana (Kabid Litbang PC KMHDI Denpasar)
Bertepatan dengan hari Sabtu (Saniscara) Umanis, Wuku Watugunung, umat Hindu di seluruh Nusantara akan merayakan hari suci Saraswati sebagai hari peringatan turunnya Ilmu Pengetahuan. Di hari suci tersebut pula, umat Hindu memuja salah satu manifestasi Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa yaitu Dewi Saraswati. Beliau merupakan salah satu Dewi dalam kepercayaan agama Hindu, yang sangat dipandang dan juga dihormati.

Dalam pandangan agama Hindu, eksistensi Dewa dan Dewi merupakan hakikat dari manifestasi Tuhan yang selalu hadir dalam kehidupan manusia. Bagaikan Matahari dengan sinarnya, Dewa dan Dewi bisa diibaratkan seperti sinar suci Tuhan yang bertugas memberikan penerangan kepada umat manusia dari gelapnya ketidaktahuan. Begitu juga dengan eksistensi Dewi Saraswati yang diyakini sebagai penguasa Ilmu Pengetahuan. Hal tersebut lahir dari mitologi mengagumkan yang bersumber dari beberapa literatur suci Weda, sehingga mampu menggugah rasa religius umat Hindu untuk mempercayai dan memujaNya dalam kehidupan.
Mitologi Dewi Saraswati
Dari sisi mitologi, Dewi Saraswati merupakan salah satu dewi yang menjadi kepercayaan umat Hindu. Nama Saraswati sendiri, sesungguhnya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu dari urat kata “Sr” yang memiliki arti sebagai sesuatu yang terus mengalir. Hal inilah yang menjadi identik dengan Dewi Saraswati sebagai salah salah satu dari sepuluh nama sungai suci menurut Rg. Veda V. 75. 3 (Titib, 2000: 185). Selain sungai, sesuatu yang terus mengalir juga identik dengan kata-kata, ucapan, dan ilmu pengetahuan. Untuk itulah, Dewi Saraswati dalam agama Hindu juga menjadi dewi penguasa ilmu pengetahuan, kebijaksanaan, dan ucapan yang disamakan dengan vac, yaitu dewa penguasa kata-kata (Putri dan Sarjana, 2021: 103).
Dari sisi eksistensi, Dewi Saraswati adalah dewi yang cukup penting di dalam kepercayaan agama Hindu. Hal ini dikarenakan, Dewi Saraswati menempati posisi sebagai shakti Dewa Brahma yang menjadi salah satu bagian dari trinitas utama menurut kepercayaan Hindu yang disebut Tri Murti. Shakti sendiri merupakan aspek female dalam kekuatan Tuhan yang bersifat dinamis dan kreatif (Suwena, 2018: 58). Sehingga secara sederhana, umat Hindu memaknai Dewi Saraswati sebagai dewi penguasa ilmu pengetahuan dan ucapan, serta turut mendampingi Dewa Brahma yaitu manifestasi Tuhan yang bertugas sebagai pencipta alam semesta beserta isinya.
Makna Filosofis dibalik Wujud Dewi Saraswati
Dari sisi wujud, penggambaran Dewi Sarawati adalah Anthromorphic, yaitu Dewi yang memiliki wujud layaknya manusia namun memiliki kelebihan berupa bertangan empat (Tim Dosen UNUD, 2018: 28). Selain wujud yang sudah dijelaskan secara demikian, pada beberapa sastra agama Hindu juga memberikan petunjuk lebih detail terkait wujud Dewi Saraswati. Penggambaran Dewa Saraswati menurut beberapa sastra suci agama Hindu secara umum menggambarkan Dewi Saraswati sebagai sosok wanita cantik, bertangan empat dengan masing-masing memegang genitri, lontar, wina, dan bunga teratai, serta duduk atau berdiri di sebuah bunga padma (Masriastri, 2021: 12). Sebagai suatu vahana atau hewan suci, penggambaran Dewi Saraswati terutama yang tertuang dalam lukisan atau arca biasanya juga ditemani dengan seekor angsa dan merak. Semua bagian aspek dari penggambaran Dewi Saraswati tersebut memiliki arti secara filosofis luhur yang dijabarkan oleh Titib (2000: 189), sebagai berikut:
Wanita Cantik dan Berkulit Putih
Dewi Saraswati dalam penggambarannya dilukiskan sebagai wanita cantik yang berkulit putih mulus. Hal ini sesungguhnya melambangkan dari ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang menarik umat manusia untuk terus mempelajari dan menggalinya. Lebih lanjut dengan warna putih sebagai simbol kemurnian, juga perlambang dari ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang juga murni. Sehingga sangat penting untuk diarahkan guna meningkatkan dan mengembangkan kualitas hidup dan budhi pekerti luhur.
Bertangan Empat
Dewi Saraswati sebagai penggambaran Tuhan berkepribadian yang Anthromorphic, mempunyai tangan empat. Mempunyai tangan empat ini bukanlah sesuatu kekurangan, atau bisa dimaknai sebagai suatu kelainan seperti ilmu kedokteran yang sifatnya duniawi. Dari sisi rohani terutama dalam kepercayaan Hindu, tangan empat ini merupakan suatu simbol dari penguasaan kitab suci Weda, terutama empat Weda utama yang disebut Catur Veda Samitha. Jadi dalam hal ini, hanya dengan ilmu pengetahuan yang disimbolkan melalui Dewi Saraswati dapat menyangga pengetahuan agung dalam Catur Veda Samhita dan alam semesta.
Benda di Masing-Masing Tangan
Keempat tangan yang dimiliki Dewi Saraswati digambarkan selalu memegang beberapa benda. Pertama ada keropak atau lontar, yang merupakan lambang dari sumber ilmu pengetahuan. Kedua ada bunga teratai, yang merupakan lambang dari kesucian. Selain murni, ilmu pengetahuan juga identik sebagai sesuatu yang suci. Untuk itulah orang yang ingin mempelajarinya juga hendaknya memiliki badan, jiwa, dan pikiran yang suci. Ketiga ada wina sebagai sebuah alat music menyerupai wujud gitar kecil atau kecapi. Lambang dari wina sendiri adalah sebagai simbol keindahan dari ilmu pengetahuan yang mampu menggugah rasa dan memberikan ketenangan atau kenikmatan bagi mereka yang mempelajarinya, layaknya mendengarkan bunyi kecapi yang merdu. Serta keempat, tangan Dewi Sarawati juga memegang genitri atau tasbih. Benda ini merupakan suatu simbol dari ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang terus mengalir atau berputar. Selain itu dari sisi fungsional, genitri biasanya dipergunakan sebagai penguat konsentrasi. Untuk itulah genitri dalam penggambaran Dewi Saraswati juga memiliki pesan bahwa untuk mempelajari ilmu pengetahuan, hendaknya diimbangi dengan sikap tekun dan serius.
Vahana berupa Angsa dan Merak
Vahana atau hewan suci dalam wujud Angsa dan Merak juga turut menyertai penggambaran Dewi Saraswati. Dalam hal ini, angsa merupakan lambang dari kebijaksanaan, yang mampu membedakan sesuatu hal yang baik dan juga buruk. Untuk itulah hal ini memberikan pesan bahwa ilmu pengetahuan akan memberikan kebijaksanaan bagi mereka yang tekun mempelajarinya. Kemudian dari merak, memiliki lambang sebagai kewibawaan atau penguasaan terhadap rasa ego. Sehingga dalam hal ini, merak pada pengambaran Dewi Saraswati memiliki pesan konotasi bahwa, ilmu pengetahuan juga akan memberikan kewibawaan bagi mereka yang tekun mempelajarinya.
Lewat wujud beserta atribut inilah, semakin memperkuat kedudukan Dewi Saraswati sebagai Dewi penguasa Ilmu Pengetahuan khususnya pengetahuan yang bersifat rohani. Kemudian dalam sastra suci Hindu di Nusantara yaitu Wrettasancaya karya Mpu Tanakung yang memuat aturan penulisan karya Kakawin, lebih ditegaskan bahwaDewi Saraswati dengan sebutan Wagiswari sebagai Istadewatanya (Mastini, 2018: 77). Secara lebih lanjut, bunyi isi atau manggala Kakawin tersebut antara lain:
Sang Hyang Wagiswari ndah lihati satata bhatingkw ijong Dhatredwi/
Pinrih ring citta munggwing sarasija ri dalem twas lanenastawangku/
Nityaweha ng waranugraha kaluputa ring duhka sangsara wighna/
Lawan tastu wruheng sastra sakala gunaning tapwan haneweh//
Terjemahannya:
Sang Hyang Saraswati, lihatlah senantiasa bhaktiku yang tak ada batasnya kehadapanMu, Wahai Dewi Pencipta Alam/
Hamba mengharapkanMu bersemayam dalam Padma hatiku, yang senantiasa hamba puja/
Agar senantiasa menganugrahi kemuliaan, sehingga luput dari duka nestapan dan halangan.
Semoga hamba dapat memahami sastra, serta memiliki keterampilan sebagai manusia, dan tidak ditimpa kesulitan//
Dari manggala Kakawin tersebut terdapat makna implisit bahwasanya, Mpu Tanakung sebagai seorang pujangga besar di Nusantara pada saat itu, telah menghilhami Dewi Saraswati sebagai sosok manifestasi Tuhan atau Istadewata yang patut dipuja dalam proses pembuatan karya sastra. Hal ini sudah barang tentu memperkuat kedudukan Dewi Saraswati sebagai dewi sastra yang menjadi sumber ilmu pengetahuan. Kepercayaan Mpu Tanakung tersebut, juga menjadi suatu representatif bahwasanya umat Hindu di Nusantara pada masa itu, sudah meyakini dan menaruh kepercayaan terhadap Dewi Saraswati sebagai salah satu manifestai atau Istadewata dari Tuhan yang maha mutlak.
Jadi dari seluruh mitologi keagungan dan makna filosofis Dewi Saraswati tersebut, yang pada akhirnya membawa suatu kepercayaan yang lebih dalam terhadap umat Hindu khususnya yang ada di Nusantara untuk merayakan suatu hari suci khusus untuk memuja Dewi Saraswati sebagai penguasa Ilmu Pengetahuan khususnya yang bersifat rohani untuk pencerahan jiwa. Hari suci tersebutlah yang dikenal dengan sebutan Hari Suci Saraswati, dan jatuh setiap 210 hari sekali pada Sabtu Umanis Wuku Watugunung. Pada hari suci Saraswari, diyakini sebagai tonggak turunnya ilmu pengetahuan di dunia, sehingga umat Hindu melakukan penyucian dan ritual terhadap buku, sastra, dan segala sumber ilmu pengetahuan guna menyucikan pikiran serta perwujudan rasa syukur terhadap segala pengetahuan yang telah diturunkan.
Daftar Pustaka
Masriastri, I. G. A. K. Y. 2021. Makna Simbol Dewi Saraswati pada Fungsi Perpustakaan. Satya Widya: Jurnal Studi Agama, 4(2). 1-16.
Mastini, G. N. 2018. Saraswati sebagai Istadewata menurut Kakawin Wrettasancaya. Jurnal Guna Widya 5(2). 76-79.
Putri, N. K. A. K. & Sarjana, I. W. M. 2021. Filosofi Saraswati dalam Aktualisasi. Majalah Ilmiah Untab, 18(1). 102-107.
Suwena, I. W. 2018. Makna Mitos Dewi Saraswati dan Mitos Dewi Durga: Suatu Analisis Struktural. Sunari Penjor: Journal of Anthropology, 2(1). 58-73.
Tim Dosen Agama Hindu UNUD. 2018. Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi. Denpasar: Udayana University Press
Titib, I Made. 2000. Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.