Jakarta, kmhdi.org – Kaderisasi adalah ruh dari Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI). Pernyataan tersebut sengaja saya letakkan di kalimat pertama sebagai pengingat, bahwa siapapun yang bergabung di KMHDI, memiliki tanggung jawab atas jalannya kaderisasi. Pesan tersebut begitu jelas tersurat melalui Purwaka KMHDI. Artinya, tidak peduli apapun peran yang dilakoni, kaderisasi adalah tanggung jawab bersama.
Melalui Purwaka, KMHDI yang terbentuk atas kesadaran mahasiswa Hindu atas tanggung jawabnya pada aspek agama dan negara, menyandarkan arah geraknya melalui visi dan misi–juga tertuang dalam Purwaka. Sebagai wadah pemersatu dan alat pendidikan kader mahasiswa Hindu Indonesia adalah visinya, sedang memperbesar jumlah kader mahasiswa Hindu yang berkualitas adalah misinya.
Berangkat dari visi dan misi tersebut, setidaknya ada dua hal penting yang bisa coba dipahami oleh generasi hari ini dari para pendiri KMHDI. Pertama, para pendiri mendirikan KMHDI dengan semangat agar organisasi ini dapat menjadi “melting pot” bagi seluruh mahasiswa Hindu dengan latar belakang yang beragam. Kedua, hadirnya KMHDI di tengah-tengah mahasiswa Hindu Indonesia berupaya untuk memberi value baru terhadap setiap mahasiswa Hindu yang bergabung, salah satunya adalah melalui proses kaderisasi.
Perjalanan Panjang Kaderisasi
Proses kaderisasi yang dihadirkan di dalam KMHDI sejatinya baru benar-benar dirumuskan pada tahun 1999. Pada tahun tersebutlah format penerimaan anggota baru, yang dikenal sebagai Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB) hari ini baru terumuskan. Tahun tersebut menjadi milestones perjalanan kaderisasi KMHDI hingga kini. Format dan tahapan kaderisasi KMHDI pun mengalami dinamikanya tersendiri. KMHDI pernah merasakan saat setiap kadernya bergairah untuk melaksanakan Diklat Manajemen Organisasi (DMO)–berlangsung sejak tahun 2005 hingga 2018. Jadi, tidak heran sesungguhnya KMHDI mampu melahirkan kader yang cakap dalam mengorganisir berbagai jenis event–bahkan hingga kini.
Porsi besar terhadap pelaksanaan DMO mulai digeser secara perlahan setelah PP KMHDI periode 2016-2018 menginisiasi pelaksanaan Konferensi Pendidikan Kaderisasi Nasional (Konferendiknas) untuk pertama kalinya di tahun 2018. Momen tersebut mencoba memberi paradigma baru bagi kader-kader bahwa pelaksanaan KT 1 secara masif juga menjadi penting dalam rangka memperkaya kader terhadap berbagai bacaan dan metode berpikir dan analisa.
Hasilnya bagaimana? Pelaksanaan KT 1 serentak di berbagai daerah di tahun 2019 benar-benar memberi warna baru dalam gerakan organisasi. Ruang-ruang diskusi dibuka semakin lebar, dan seluruh metode penyampaian aspirasi ke hadapan kekuasaan pun jamak digelar. Tak heran, KMHDI pada masa tersebut mampu melahirkan penulis dan orator andal–dan masih berlanjut sampai hari ini.
Evaluasi substansi materi dengan modal output dan outcome yang mulai terlihat pun dilakukan–Konferendiknas untuk kedua kalinya dilaksanakan di tahun 2020. Ada substansi materi yang ditambahkan, ada pula yang dikurangi. Menjadi sebuah kewajaran dalam sebuah evaluasi. Dan salah satu poin penting dari pelaksanaan Konferendiknas II adalah tersusunnya silabus materi untuk KT 2 dan KT 3.
Mahasabha XII yang dilaksanakan di tengah-tengah merebaknya pandemi covid-19 pada tahun 2021 di Bogor, Jawa Barat juga harus diingat sebagai momen penting bagi kaderisasi KMHDI. Pasalnya, pada Mahasabha tersebutlah Rencana Strategis (Renstra) organisasi disepakati. Melalui Renstra tersebut, setidaknya langkah-langkah organisasi selama 10 tahun mendatang tersusun dengan rapi, termasuk di dalamnya aspek kaderisasi.
Pasca ditetapkan, tahap pertama dalam Renstra pun bergulir. Setidaknya ada beberapa poin penting yang dilakukan organisasi terhadap kaderisasinya. Pertama, evaluasi pelaksanaan kaderisasi secara umum; Kedua, menyusun materi KT 2 dan segera untuk melaksanakan pilot project pasca ditetapkannya materi KT 2; Ketiga, menggeser DMO dari kaderisasi pokok menjadi kaderisasi pilihan; dan Keempat, menjadikan K 1 sebagai prasyarat kader KMHDI untuk menjadi peserta Training of Trainer (TOT). Melalui Konferendiknas III, amanat Renstra tahap I pada aspek kaderisasi pun terealisasi–termasuk melakukan pilot project KT 2 yang dilaksanakan di Sekretariat PP KMHDI.
Bicara konteks kekinian, kaderisasi KMHDI dapat dikatakan mulai melangkah ke level intermediate (tahap madya), mengingat pelaksanaan KT 2 akan semakin masif di jenjang daerah. Kualitas organisasi ke depannya akan bergantung kepada kualitas lulusan-lulusan di setiap tahap kaderisasinya. Melalui berbagai perkembangan kaderisasi yang pesat sampai saat ini, secara sederhana dapat dikatakan bahwa output dari KT 1 adalah dapat memberikan pemahaman utuh kepada kader terkait Purwaka KMHDI (sebagai dasar pemikiran, gerakan, dan konstitusi organisasi). Sedangkan output KT 2 adalah dapat menjadikan kader-kader KMHDI melek terhadap isu-isu eksternal, sekaligus ikut menyelaraskan gerakan organisasi terhadap perkembangan zaman.
Berangkat dari hal tersebut, maka kebutuhan utama KMHDI dalam upayanya untuk melahirkan banyak kader yang mampu memahami Purwaka KMHDI dan mampu melek terhadap isu eksternal dan sekaligus menyelaraskan arah gerak organisasi adalah ketersediaan pemateri yang merata di setiap daerah. Oleh karena itulah, peran TOT bagi KMHDI sangatlah vital.
TOT di Masa Mendatang
Seperti yang telah diketahui secara umum, TOT dilaksanakan didasarkan pada regional–pelaksanaan serentak berbasis atas kedekatan wilayah di satu titik dan waktu yang sama. Setidaknya sampai hari ini terdapat 4 regional yang eksis, pertama, Regional Barat (Sumatera Selatan, Lampung, Jakarta, dan Jawa Barat); kedua, Regional Jabanusra-Istimewa (Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT), ketiga, Regional Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur); keempat, Regional Sulawesi-Ambon (Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Ambon).
Apabila dilihat sekilas saja, maka tidak nampak masalah atas pembagian regional yang sudah berlangsung layaknya tradisi dalam aspek kaderisasi KMHDI. Nyatanya, pelaksanan berbasis atas regional menyimpan segudang masalah yang harus diselesaikan bersama-sama, tidak hanya oleh pimpinan pusat, tetapi juga harus dipikirkan oleh pihak daerah, cabang, bahkan hingga komisariat. Permasalahan atas teknis pelaksanaan, seperti SDM (panitia, fasilitator, peserta) hingga anggaran (panitia dan peserta) selalu dihadapi dalam pelaksanaan TOT di setiap tahunnya.
Atas permasalahan tersebut, jamak ditemui dalam setiap pelaksanaan TOT jumlah peserta tidak maksimal, karena terkendala atas anggaran dan kalender akademik yang berbeda di setiap daerahnya. Kemudian tuan rumah yang kekurangan SDM karena kadernya fokus menjadi panitia, sehingga “kehabisan kader” untuk dijadikan peserta maupun fasilitator. Serta kendala anggaran, mengingat pelaksanaan TOT berbasis regional membutuhkan akomodasi dengan anggaran yang tidak kecil angkanya. Atas langgengnya tradisi tersebut, alih-alih TOT mampu untuk mensuplai pemateri secara merata di setiap daerah, hal yang terjadi justru sebaliknya.
Cita-cita untuk memperbesar jumlah kader mahasiswa Hindu berkualitas hanya dapat direalisasikan oleh program-program yang dapat menunjang tujuan tersebut. Demi mewujudkannya, terobosan-terobosan baru sangat patut dicoba, salah satunya adalah TOT Daerah. Sulawesi Tenggara sebelumnya telah memulai di tahun 2022. Meski awalnya melahirkan kontroversi di regional hingga nasional, tetapi kini TOT dapat dilaksanakan berbasis daerah–meski tidak menutup ruang TOT berbasis regional juga dilakasanakan. TOT berbasis daerah pun sudah diakomodir secara legal formal dalam Ketetapan Mahasabha XIII KMHDI No. V/TAP/MAHASABHA-XIII/KMHDI/IX/2023 tentang Rekomendasi. Poin tersebut berbunyi “Pimpinan Pusat KMHDI periode 2023-2025 memastikan dan mewajibkan Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang KMHDI melaksanakan TOT Regional dan atau daerah.”
Dalam rangka mewujudkan cita-cita besar organisasi, langkah untuk mendorong agar pelaksanaan TOT berbasis daerah patut dicoba–bahkan tidak menutup kemungkinan peninjauan ulang bersama perihal zonasi regional patut untuk dimulai guna memaksimalkan proses kaderisasi. Mengingat dunia begitu cepat berubah, maka organisasi juga harus cepat beradaptasi, khususnya dalam proses penyiapan kader-kader berkualitas masa depan. Pertanyaan selanjutnya, siapkah kita mengambil langkah perubahan terhadap “tradisi”?
Oleh : Teddy Chrisprimanata Putra (Sekretaris Jenderal PP KMHDI)