Badung, kmhdi.org – Apakah absennya ilmu tentang investasi, pajak, modal, alat produksi, dan kerjasama dalam kurikulum wajib sekolah 12 tahun adalah sebuah kebetulan? Ataukah memang ilmu ilmu yang bersifat mendorong manusia untuk cepat bergerak maju tersebut memang sengaja ditiadakan dalam materi wajib pendidikan 12 tahun?
Yang pasti dipelajari adalah tentang kepatuhan pada tuan guru -dalam mengerjakan tugas, mendengarkan pelajaran, dan menghafal materi-, disiplin pada aturan tata tertib sistem persekolahan, dan kompetisi nilai individu.
Aneh sekali Indonesia yang pada tahun 1945 menyatakan dirinya merdeka, anti kolonialisme dan imperialisme. Karena nyatanya tiada rezim pemerintah yang fokus pada peningkatan kualitas manusia Indonesia pada kepemimpinan Presiden Soeharto yang merupakan masa rezim pembangunan (dari modal luar negeri), Presiden Habibie yang jadi pemimpin rezim teknologi, Presiden Gusdur rezim persatuan nasional, Presiden Megawati rezim penegakan hukum, Presiden SBY ga tau ngapain, hingga Presiden Jokowi sebagai rezim infrastruktur.
Dari tahun 1965 sampai 2024 masih saja manusia dipandang sebagai sekrup industri kapitalistik, atau yang dengan manis manusia Indonesia disebut dengan ‘Sumber Daya Manusia’.
Sumber daya, bahan baku dan alat produksi adalah satu paket dalam syarat-syarat produksi. Manusia sebagai ‘sumber daya’ dalam proses produksi akan berbeda maknanya dengan manusia sebagai pemilik modal, ataupun manusia sebagai pejabat pemerintah.
Istilah ‘Sumber Daya Manusia’ memberi makna tegas bahwa ada klasifikasi manusia yang sebagai subyek produksi yaitu para pemilik modal dan pejabat pemerintah dengan manusia sebagai obyek produksi yaitu manusia selain para pemilik modal dan pejabat pemerintah.
Mengapa bangsa yang dilandasi Pancasila ini masih menyebut manusianya sebagai Sumber Daya? seakan rakyat Indonesia bukan rakyat yang didorong untuk maju dan mandiri, tetapi menjadi klaster sekrup produksi yang memajukan para kapitalis.
Namun, walau lebih banyak cerita sedihnya, manusia Indonesia punya harapan baru, yaitu pemerintahan Presiden Prabowo (sementara harapan terlihat dari Presidennya saja).
Ada 4 (empat) penanda baik pemerintahan Presiden Prabowo untuk memajukan manusia Indonesia.
- Program Makan Bergizi Anak Sekolah
Tulisan ini bukan endorsement seperti yang dilakukan Cahyadi Corebuzzer.
Penulis memandang bahwa adanya makan siang bergisi di sekolah meningkatkan semangat bersekolah dari anak-anak pelosok yang kurang punya alasan/motivasi belajar. Di sisi lain, juga nutrisi bergisi akan meningkatkan kemampuan anak dalam memproses materi pembelajaran.
Tentu dalam program Makan Bergizi ini punya catatan kritis, seperti ketidak becusan jajarannya dalam menjamin nilai gizi makanannya, dan ketidak becusan pemerintah memberdayakan peternak Boyolali dalam menyediakan susu sesuai standar pemerintah. Menolak susu lokal dikarenakan tidak sesuai standar adalah bentuk terselubung dari pengakuan pemerintah yang malas membina para peternak.
- Hadirnya Kementerian Koperasi
Pada era Presiden-Presiden yang tidak niat mewujudkan demokrasi ekonomi, koperasi dikerdilkan dan didiskriminasi dari arena perekonomian nasional. Padahal sudah jelas amanat Pasal 33 (1) UUD 1945 menyebut “perekonomian disusun sebagai usaha bersama yang berlandaskan asa kekeluargaan”. Presiden-Presiden sebelumnya malah menyemangati pengusaha individu. Lebih jahat lagi, Presiden Jokowi menyandingkan Koperasi dengan UMKM, ini sesat.
Mendirikan Kementerian Koperasi adalah langkah untuk mendorong semangat kolektivisme yang tersebut pada UUD 1945 tentang skema Indonesia dalam membangun perekonomian nasional.
Tentu, kembali ada catatan kritis untuk Presiden Prabowo dalam Kementerian Koperasi ini adalah Menterinya yaitu Budi Arie penulis pandang tidak benar-benar paham prisip koperasi sebagai sokoguru ekonomi.
- Hilirisasi Sektor Produksi
Ketika sektor produksi mulai dihilirisasi, maka semakin banyak manusia Indonesia yang terdorong maju untuk mengembangkan rantai turunan dari sektor produksi dasar, seperti pertambangan, pertanian, hingga industri tekstil dan lainnya.
Disini penulis sedikit menyanjung Presiden Jokowi yang pertama memulai narasi hilirisasi.
Setiap manusia Indonesia kini punya tugas baru, yaitu memajukan dan mengembangkan sektor produksi. Ketersediaan bahan baku akan terlihat setelah Presiden Prabowo mulai menyetop ekspor beberapa bahan mentah, baik pada pertambangan, pertanian, maupun perminyakan.
Catatan kritis dari arah kebijakan hilirisasi ini adalah bagaimana menanamkan semangat kolektivisme dalam bentuk gerakan-gerakan koperasi sebagai aktor utama hilirisasi.
- Indonesia Bergabung ke BRICS
Keputusan Presiden Prabowo untuk menggabungkan Indonesia ke BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Afrika) adalah bukti dari sistem politik Bebas Aktif negara Indonesia.
Bergabungnya Indonesia ke BRICS bukanlah keputusan FOMO seperti karakteristik dasar Gen-Z. Ini adalah keputusan untuk melibatkan Indonesia dalam arena dunia yang selama ini hanya menjadi penonton sekaligus konsumen. Bergabungnya Indonesia ke BRICS membuat BRICS kini beranggotakan setengah dari populasi dunia, ketimbang G7 yang hanya sekitar 15% dari populasi dunia.
Negara-negara BRICS akan menjadi peluang pasar dari hilirisasi produksi negara Indonesia. Adanya gerakan hilirisasi dan dorongan berkoperasi membuat Indonesia berpotensi untuk melakukan redominasi perdagangan dunia, walau butuh waktu yang agak lama.
Empat petanda itu adalah amanat bagi bangsa Indonesia untuk melihat rakyatnya sebagai manusia-manusia yang menggerakkan kemajuan bangsa, dan dengan adanya gerakan koperasi secara nasional, maka kedudukan setiap orang dalam sebuah usaha adalah sama, distribusi kekayaan merata, tentu sesuai dengan nilai kontribusi masing-masing dalam memajukan perekonomian bangsa.
Intinya, ‘Sumber Daya Manusia’ adalah istilah yang tidak relevan, karena istilah ini terus menghipnotis rakyat Indonesia untuk tidak membangun semangat kolektivisme dan kedaulatan sosial.
Penulis : I Gusti Agung Arya Dhanyananda (Ketua PC KMHDI Badung)