Oleh : I Wayan Agus Pebriana (Anggota Departemen Kajisu PP KMHDI)
Kurang lebih sekitar enam bulan lalu, tepatnya di angkringan kopi sederhana bertempat di Jalan Nangka Utara, Denpasar. Beberapa teman (kader KMHDI), kalau tidak salah waktu itu berjumlah 3 orang mengajak saya bertemu untuk berdiskusi sepintas tentang organisasi. Kebetulan ketika itu salah satu dari kami, seorang kader menjadi pengurus sekaligus panitia Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB) KMHDI pada salah satu cabang di Bali.

Sambil menyeruput segelas kopi hangat yang sudah terlebih dahulu dipesan, kader yang menjadi panitia tersebut dengan semangat melaporkan bagaimana progres persiapan dan memberitahukan segala hal-hal detail lainya yang akan menunjang pelaksanaan kegiatan seperti persiapan kepanitian, penentuan dan pelatihan narasumber, durasi pelaksanaan kegiatan, sampai pada jumlah konsumsi yang didapat oleh peserta. Kebetulan MPAB ini akan dieksekusi lima hari lagi.
Sementara kami, termasuk saya, memberikan sejumlah saran dan masukan lantaran kami tidak terlibat secara langsung dalam kepanitian karena berbeda cabang dan kebetulan berposisi pada struktur organisasi yang lebih tinggi (pimpinan daerah). Saran dan masukan kami bertiga pun diterima, dicatat dan kemudian dijanjikan untuk didiskusikan lebih lanjut bersama seluruh panitia.
Namun ketika mendekati penghujung diskusi, dengan wajah kurang semangat, kader tersebut juga melaporkan bahwa jumlah peserta yang mendaftar MPAB kali ini hanya belasan orang, menurun dari sebelumnya yang berjumlah puluhan orang. Ia menjelaskan bahwa jumlah tersebut diluar dari target yang ditetapkan panitia dan pengurus. Bahkan dalam tubuh panitia pun terdapat perbincangan untuk memundurkan penyelenggaraan MPAB jika jumlah peserta tidak bertambah sampai tenggak waktu penutupan pendaftaran.
Sebagai salah satu panitia, ia merinci bahwa persoalan minimnya partisipasi mahasiswa Hindu untuk mendaftar MPAB kali ini diakibatkan oleh ketidak efektifkan pelaksanaan sosialisasi di kampus-kampus. Mulai dari teknik sosialisasi yang menerapkan metode hibrid dengan luring dan daring, materi sosialisasi, sampai keterbatasan waktu sosialisasi adalah faktor-faktor yang membuat para mahasiswa baru ketika itu sangat sedikit melirik bahkan tidak tertarik dengan KMHDI.
Disamping itu, ia juga menjelaskan bahwa tindak lanjut atau follow up seusai pelaksanakan sosialisasi tidak dijalankan oleh panitia. Belakang ia baru sadar bahwa tindak lanjut paska sosialisasi adalah tahapan sangat penting dilakukan agar kemudian dapat mengetahui seberapa efektif pelaksanaan sosialisasi tersebut.
Pada tempat yang bersamaan salah satu dari kami, kebetulan ia berposisi sebagai pengurus pimpinan daerah menjelaskan bahwa fenomena minimnya partisipasi mahasiswa Hindu untuk ikut MPAB, sepengetahuannya adalah fenomena yang terjadi di cabang-cabang di Bali. Tidak hanya terjadi di satu cabang saja.
Menurutnya akar persoalan dari fenomena ini adalah minimnya nilai tawar KMHDI. Ia merinci bahwa ditengah banyaknya organisasi-organisasi bernafas Hindu dan organisasi lainya yang bertaraf nasional, KMHDI belum bisa memiliki nilai tawar lebih yang bisa dijual kepada para mahasiswa Hindu.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa program-program kerja KMHDI sejauh ini, cenderung sama seperti yang dilakukan organisasi-organisasi lain sehingga tidak menghasilkan kesan yang berbeda di mata para mahasiswa Hindu. Untuk itulah menurutnya KMHDI harus mencoba menyusun peta organisasi agar nampak berbeda dan memiliki nilai tawar tersendiri. Misalkan menurutnya KMHDI bisa memunculkan nilai-nilai ideologisnya sebagai daya tawar. Dimana nilai ideologis tersebut tercantum dalam Purwaka.
Kemudian satu teman lagi, yang berposisi menjadi pengurus dicabang yang berbeda, mengatakan bahwa fenomena itu terjadi lantaran MPAB dilaksanakan di bulan-bulan dimana kampus dan mahasiswa didalamnya tengah sibuk-sibuknya mengurusi masa orientasi baik itu ditingkat universitas, fakultas, dan program studi. Ia pun menyarankan kedepan penyusunan dan pelaksanaan program kerja KMHDI harus didasari atas pertimbangan kalender akademik di kampus.
Menurutnya persoalan ketidak sinkronan antara kalender organisasi dan kampus juga turut menyumbang perikalu non-aktifnya kader-kader KMHDI yang sebelumnya sudah di MPAB, secara perlahan dan tiba-tiba menghilang tanpa tercium baunya. Alhasil seperti motor kehabisan bensin ditengah jalan.
Sementara itu, ketika saya mendapatkan giliran untuk menanggapi fenomena tersebut, saya mengatakan sangat sependapat dengan faktor-faktor yang sudah diungkapkan tadi oleh ketiga teman. Saya sepakat bahwa faktor-faktor tersebut sangat penting dan menentukan lahirnya fenomena minimnya partisipasi mahasiswa Hindu untuk ikut MPAB. Namun yang menjadi sorotan dan membuat saya bertanya-tanya adalah keinginan panitia untuk memundurkan MPAB lantaran alasan yang mendaftar sedikit dan tidak sesuai target.
Pada kesempatan tersebut saya menjelaskan bahwa alasan ini muncul sebetulnya atas ketidak jelas an kita (KMHDI) selama ini. Kita masih belum sepakat apakah KMHDI itu organisasi Kader atau organisasi Massa. Disatu sisi kita mengaku sebagai organisasi Kader. Namun disisi lain kita justru terus berharap dan mematok target bahwa setiap MPAB, mahasiswa yang mendaftar jumlahnya harus banyak. Bahkan ketika jumlahnya tidak sesuai target kita rela memundurkan dan menggadaikan kalender kerja kaderisasi.
Namun, dalam kesempatan diskusi tersebut saya tidak memberikan penegasan KMHDI itu organisasi yang berposisi dimana apakah organisasi Kader atau Massa. Ketika itu bisa dikatakan saya masih menimbang-bimbang. Kepada tiga teman lainya saya hanya menyarankan coba pikirkan dan renungi hal ini.
Kepada teman yang menjadi panitia saya sarankan dengan sisa waktu yang ada coba lakukan pendekatan persuasif dalam mencari peserta. Ini dilakukan dengan jaringan pertemanan. Kebetulan PC Denpasar pernah membuat riset kecil-kecilan terkait dengan dorongan kenapa calon anggota baru ingin gabung KMHDI. Hasilnya sebagian menjawab karena teman. (riset ini dipublikasikan di Buletin Jempiring PC KMHDI Denpasar Vol. II).
KMHDI Organisai Kader
Lantaran ketika diskusi tersebut saya belum berani memberikan kesimpulan KMHDI berposisi entah dimana apakah sebagai organisasi Kader atau Massa. Maka dalam tulisan ini saya mencoba menguraikan kesimpulan bahwa KMHDI adalah organisasi Kader dan atas konsekuensi sebagai organisasi kader tidak ada salah satu alasan pun yang dapat membatalkan kalender kerja kaderisasi yang sudah disusun, terlebih alasanya hanya karena jumlah pendaftar sedikit dan tidak memenuhi target.
Terminologi organisasi Kader adalah organisasi yang mengedepankan pendidikan sebagai alat untuk membentuk karakter, pola pikir, kesadaran dan tingkah laku yang diharapkan kesemua hal tersebut dapat membantu organisasi mencapai tujuannya. Biasanya dalam organisasi Kader terdapat sistem pendidikan yang dilaksanakan secara berjenjang atau bertingkat. Masing-masing tingkatan itu mempunyai output tersendiri. Disamping itu itu sirkulasi kepemimpinan dalam organisasi kader berlangsung secara terus menerus berdasarkan periodik tertentu.
Sementara itu, Terminologi organisasi Massa adalah organisasi yang mengedepankan pada jumlah massa, dipimpin oleh seorang pemimpin karismatik yang sekaligus sebagai patron dalam organisasi tersebut. Berbeda dengan organisasi kader, dalam kebanyakan organisi massa tidak memiliki konsep pendidikan yang berjenjang. Untuk itu organisasi massa tidak meniti beratkan pada pembentukan fondasi kesadaran kuat. Namun lebih mengikuti arahan pemimpin karismatik.
Dari dua definisi tersebut, nampaknya KMHDI lebih cocok disandingkan sebagai organisasi Kader. sebagai organisasi kader KMHDI mempunyai sistem pendidikan yang dilaksanakan secara berjenjang mulai dari MPAB, KT 1, KT 2, KT 3, DMO, DIKLAT, dan TOT. Setiap jenjang pendidikan kesemuanya memiliki output atau capaian masing-masing. Misal pada MPAB capaianya adalah memberikan pengenalan dasar terkait organisasi kepada calon kader KMHDI, kemudian KT 1 capaianya adalah Ideologisasi nilai dan tujuan organisasi dan pun tahapan-tahapan lainya juga memiliki capaian.
Pelaksanaan tingkatan pendidikan inilah yang kemudian menjadi alat untuk membentuk fondasi karakter, pola pikir, kesadaran, serta perilaku kader-kader KMHDI sebagai modal untuk mewujudkan tujuan organisasi KMHDI, dalam hal ini adalah Purwaka KMHDI. Sementara jika memilih organisasi Massa, maka pembentukan fondasi kesadaran kader-kader KMHDI susah untuk terwujud lantaran tergantung pada arahan pemimpin.
Untuk itulah kesadaran bahwa KMHDI adalah organisasi kader harus dipupuk oleh setiap kader serta pengurus KMHDI. Alasan-alasan untuk memundurkan kalender kaderisasi, terlebih dengan alasan jumlah peserta sedikit perlu dipikirkan ulang.