Denpasar, kmhdi.org – Dalam masyarakat Bali peranan Desa Adat sangat krusial dan fundamental. Hal tersebut tidak terlepas dari korelasi budaya dan agama. Budaya Bali dengan istrumen adatnya berhubungan erat dengan ritual keagamaan Hindu Bali. Setiap pelaksanaan upacara keagamaan harus dibersamai dengan unsur-unsur kebudayaan Bali. Agama Hindu dan kebudayaan Bali menjadi dua fenomena dari satu realitas. Jalinan kedua fenomena tersebut sulit dipisahkan karena keduanya hadir bersamaan dalam sistem budaya masyarakat yang mentradisi dalam adat istiadat (Wartayasa, 2018). Dengan demikian agama Hindu telah menjadi identitas, bahkan kepribadian orang Bali yang menyebabkan kebudayaan Bali bertahan dalam berbagai gelombang pemikiran.
Secara kelembagan Desa Adat memegang peranan penting sebagai penyelenggara segala aktivitas keagamaan di wilayah Desa Adat masing-masing, sekaligus sebagai penjaga norma sosial keadatan melalui awig-awig yang terdapat di setia desa adat di Bali. Menurut Santosa (2003:204) Desa Adat di Bali memiliki fungsi utama dalam mengkonsepsikan dan mengaktifkan upacara keagamaan untuk memelihara kesucian desa. Selain itu, menurutnya Desa Adat di Bali juga menempati posisi kunci dalam upaya mengaktifkan penggalian, pengayaan, pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu. Melihat besarnya peran desa adat dalam segala aspek masyarakat, maka tidak mengherankan bilamana desa adat disebut sebagai benteng kebudayaan dan Agama Hindu di Bali.
Sebagai landasan fundamental sosio masyarakat Bali, agama dan budaya sangat memegang peranan penting dalam segala aspek masyarakat Bali. Mulai dari ekonomi, politik, sampai norma sosial yang diyakini masyarakat Bali. Hal tersebut tidak terlepas dari mengakarnya pengaruh nilai budaya dan agama dalam masyarakat.
Menelisik kondisi adat masyarakat Bali dewasa ini tampaknya masih kuat dan mengakar, hal tersebut tercermin dari masih terjaganya budaya dan ritual keagamaan Hindu di Bali sebagaimana ungkapan Widana (2018:5) “Di Bali, menyelenggarakan upacara tidak hanya menjadi keharusan tetapi juga kebutuhan. Ritual pun menjadi sebuah siklus keharusan. Dalam keadaan seperti apapun, saat punya cukup uang atau tidak, upacara harus dilangsungkan”.
Dengan demikian keperluan pendanaan untuk berbagai upacara adat tersebut niscaya bernilai tinggi. Disaat yang bersamaan sebagain besar desa adat di Bali masih menggantungkan keuangan desa adat dari urunan (pengeluaran) masyarakat desa, dan pengajuan proposal kepada pemerintah, baik utuk pembiayaan pembangunan pura, maupun upacara keagamaan di lingkup desa adat.
Berangkat dari kondisi tersebut, desa adat mesti bertransformasi supaya dapat mempertahankan kelestarian dan keajegan budaya yang dinaunginya. Hal mendasar yang harus disolusikan oleh desa adat yakni kemandiriannya secara finansial, dengan demikian segala ritual keagamaan dan keadatan dapat dilangsungkan dengan baik. Kendati disetiap desa adat terdapat LPD (lembaga perkreditan desa) yang dianggap sebagai entitas lembaga keuangan desa adat, namun tidak serta-merta LPD membiayai segala keperluan upacara keagamaan desa adat. Lantaran lembaga keuangan desa tersebut mesti mengikuti mekanisme pengelolaan uang secara propesiaonal untuk dapat bertahan dan bersaing.
Disamping itu LPD juga masih kerap kali diterpa isu korupsi oleh para pengurusnya. Sebagaimana dikemukakan Pratono (2021), sepanjang 2016 sampai 2021 terdapat 50 kasus korupsi di berbagai LPD di Bali, dengan total kerugian mencapai 64 miliar rupiah Hal ini menandakan desa adat tidak dapat bergantung hanya pada LPD saja, dengan demikian diperlukan sumber keuangan lainnya untuk mendukung pendanaan segala upakara adat. Solusinya sumber pendanaan desa adat bisa diperoleh melalui koperasi desa adat.
Koperasi desa adat ini perlu dimiliki oleh desa adat, lantaran akan memberikan kontribusi penting bagi keberlanjutan desa adat di Bali. Dengan intensitas upakara keagamaan yang cukup tinggi di setiap desa adat, tentu kebutuhan segala sarana upakara juga tinggi. Dengan demikian koperasi desa adat akan mengambil peran penting sebagai penyedia segala kebutuhan upakara tersebut.
Secara konsep, koperasi didesain untuk memberikan kebermanfaatan bagi setia anggotanya, yang dalam hal ini adalah masyarakat desa adat. Koperasi desa adat disamping menyediakan segala keperluan upacara keagamaan di desa, juga bisa berperan sebagai pencipta lapangan kerja bagi masyarakat desa adat. Masyarakat yang memiliki kemampuan memproduksi sarana upakara bisa memasarkan produknya melalui koperasi desa adat, yang dimana secara fungsional menyediakan keperluan upakara di desa adat, serta keperluan upakara masyarakat di desa tersebut. Dengan demikian desa adat akan memberikan banyak manfaat bagi desa adat dan masyarakat desa adat, lantaran perputaran uang di wilayah desa adat terjadi dengan baik.
Desa adat akan memperoleh manfaat melalui keuntungan koperasi, pengrajin setempat memperoleh pemasukan, dan masyarakat desa memperoleh harga yang lebih terjangkau lantaran diproduksi oleh pengrajin lokal. Dalam hal ini, nilai kebermanfaatnnya terjadi secara holistik, dari masyarakat desa adat, oleh desa adat, untuk masyarakat dan desa adat. Dengan demikian kemandiarian desa adat melalui lembaga gotong-royong bernama koperasi desa adat dapat terwujud.
I Komang Adi Saputra, S.A.P.
Kader PC KMHDI Denpasar